Share

Bab 4

last update Last Updated: 2025-10-26 13:15:45

"Yuli," ucapnya, matanya berbinar dalam kegelapan.

Tanpa banyak bicara, seolah ada magnet yang menarik mereka, mereka mulai berjalan. Awalnya pelan, lalu semakin cepat, sampai akhirnya mereka berlari-lari kecil di trotoar kota yang sudah sepi. Mereka tertawa, menertawakan segala kesialan dan kekacauan hidup mereka.

Jonas tiba-tiba mulai menyanyikan lagu lama dari band lawas yang dulu selalu mereka dengankan bersama. Suaranya fals dan sumbang, tapi bagi Yuli, itu adalah musik terindah.

Yuli menyusul, menyanyikan bagian harmonisasinya dengan suara yang juga tidak kalah kacau. Mereka berjalan berjingkat, berputar-putar di bawah lampu jalanan, dua orang dewasa yang bertingkah seperti anak muda yang baru jatuh cinta, mabuk oleh alkohol dan oleh kenangan yang terlalu manis untuk dilupakan.

Lalu, tiba-tiba, di bawah sebuah lampu yang menerangi wajah mereka dengan cahaya jingga, Jonas berhenti. Yuli juga berhenti. Tawa mereka perlahan mereda.

Dunia seolah ikut diam.

Mata mereka bertemu, dan di dalam pandangan itu, terbaca segalanya: penyesalan, kerinduan, rasa sakit, dan sebuah cinta yang tidak pernah benar-benar padam.

"Yuli," bisik Jonas lagi, kali ini suaranya serak, penuh dengan segala emosi yang tertahan.

Dia tidak menjawab. Dia tidak perlu.

Jonas mendekat, tangannya dengan hati-hati menahan pipi Yuli yang hangat. Yuli menutup matanya, menyerah pada gravitasi yang selalu menariknya ke arah pria ini.

Dan kemudian, di tengah kota yang tidur, di bawah langit yang diselimuti polusi cahaya, bibir mereka akhirnya bertemu.

Bukan ciuman yang penuh gairah seperti di kamar hotel, bukan juga ciuman penuh keputusasaan seperti di depan pintu rumah Yuli. Ini adalah ciuman yang lembut, pelan, dan dalam. Sebuah ciuman yang berbicara tentang rindu yang tertahan selama bertahun-tahun. Sebuah ciuman yang menyalurkan setiap detak jantung yang terlewat, setiap kata sayang yang tidak terucap, dan setiap penyesalan yang menggunung.

Mereka berdiri di sana, terlena dalam gelembung waktu mereka sendiri, dua orang yang mabuk—bukan oleh alkohol lagi, tapi oleh ilusi bahwa mereka bisa kembali, bahwa cinta mereka bisa menyembuhkan semua luka. Ciuman itu terasa seperti jawaban, seperti rumah. Tapi di kejauhan, suara klakson mobil yang nyaring mengingatkan mereka bahwa realitas, dengan segala kompleksitasnya, hanya tertidur sebentar. Dan esok hari, ia akan bangun dengan segala tuntutannya.

***

Yuli menolak dengan halus saat Jonas menawarkan untuk mengantarnya pulang. "Rumahku dekat, benar-benar cuma lima menit dari sini," bantahnya, mencoba mempertahankan sisa-sisa batas yang sudah ambruk sepanjang malam.

Tapi Jonas bersikukuh. "Lima menit atau satu menit, aku tetap akan mengantarmu. Seorang 'teman' seharusnya melakukan itu," ujarnya, dengan senyum kecil yang membuat Yuli tidak bisa menolak lagi.

Mereka berjalan dalam kesunyian yang nyaman sekaligus mencemaskan. Udara malam terasa berat oleh segala hal yang tidak terucap. Benar saja, lima menit kemudian mereka sudah sampai di depan pintu kontrakan Yuli yang sederhana.

"Sudah sampai. Terima kasih sudah... mengantar," ucap Yuli cepat, berbalik untuk membuka kunci, berharap Jonas segera pergi sebelum pertahanannya benar-benar runtuh.

Tapi Jonas tidak pergi. Dia mendekat, dan sebelum Yuli menyadarinya, tangannya telah menahan di kedua sisi pintu, mengurung Yuli di antara lengannya dan daun pintu kayu. Nafasnya hangat di dekat telinga Yuli.

"Yuli," bisiknya, suaranya serak dan penuh keyakinan yang berbahaya. "Beri aku jawaban yang jujur. Hanya sekali ini. Apakah benar-benar tidak ada kesempatan lagi untukku? Sedikit pun?"

Yuli memicingkan mata, berusaha keras untuk tidak menyerah. "Jonas, kita sudah membicarakan ini. Kau—"

Kalimatnya terputus. Jonas tiba-tiba menutup mulutnya dengan bibirnya sendiri. Ciuman itu tidak lembut, tapi penuh dengan rasa lapar dan penyesalan yang terpendam selama bertahun-tahun. Yuli membelalak, tubuhnya kaku. Ini salah. Ini sangat salah.

Dia mencoba mendorongnya, mengalihkan wajahnya, tapi Jonas terlalu kuat. Dengan gerakan yang lancar dan penuh tekad, dia mendorong pintu yang sudah terbuka, memaksa mereka berdua masuk ke dalam kegelapan rumah, tanpa melepaskan ciuman itu. Suara "klik" kunci yang mengunci dari dalam bergema laksana titik final dari sebuah keputusan yang tidak bisa ditarik ulang.

Di dalam kegelapan, hanya diterangi cahaya bulan dari jendela, Jonas akhirnya melepaskan ciumannya, tapi dahinya masih menempel pada dahinya. Nafas mereka tersengal-sengal, bercampur dalam udara yang pengap.

"Kau tidak bisa membohongiku, Yuli," desis Jonas, suaranya getar namun penuh keyakinan. "Tubuhmu tidak membohongiku. Kau masih mencintai aku. Atau mungkin... kau jatuh cinta untuk kedua kalinya padaku, sama sepertiku."

Pernyataan itu membuat pipi Yuli memerah membara, terbakar oleh rasa malu karena kebenarannya terbongkar. Dia membenci betapa tubuhnya langsung bereaksi, betapa hatinya berdebar kencang bukan karena ketakutan, tapi karena kerinduan.

Dan sebelum dia sempat membalas, atau bahkan menyangkal, Jonas sudah membungkuk. Dengan satu gerakan cepat dan kuat, dia mengangkat Yuli dalam pelukannya—sebuah gerakan yang dulu sering dilakukannya saat mereka remaja.

Yuli memekik, kaget, tangannya secara refleks meraih bahu Jonas yang kokoh untuk mencari keseimbangan. "Jonas! Turunkan aku!"

Tapi Jonas tidak mendengarkan. Matanya, yang sekarang sudah terbiasa dengan gelap, menatap langsung ke matanya dengan intensitas yang membara. "Tidak."

Dia membawanya ke kamar tidur, menaruhnya dengan lembut di atas kasur yang masih beraroma wangi bunga dari pakaian kerjanya tadi. Bayangan tubuh Jonas yang lebih besar tiba-tiba menaunginya, menghalangi cahaya bulan. Sebuah perpaduan sempurna antara ancaman dan perlindungan.

Di luar, dunia mungkin masih berputar. Tapi di dalam ruangan yang terkunci ini, di atas kasur yang menjadi saksi bisu, waktu seakan berhenti. Dua jiwa yang terluka dan masih saling mencintai ini sekali lagi memilih untuk melarikan diri ke dalam pelukan satu sama lain, mengubur suara hati dan tanggung jawab di bawah gairah dan kerinduan yang tak terbendung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 10

    Tiga hari berlalu tanpa kabar dari Jonas.Awalnya, Yuli mengira Jonas hanya sibuk dengan rencana "pembebasannya". Tapi ketika panggilan demi panggilan tidak diangkat, dan pesan singkatnya hanya terbaca tanpa balasan, kecemasan mulai merayap seperti kabut di lembah. Ketenangan kota kecil itu tiba-tiba terasa menyesakkan. Setiap bunyi ponsel membuatnya terkejut, hanya untuk kemudian kecewa karena itu bukan Jonas.Khawatirnya berubah menjadi panik. Pikirannya melayang kepada skenario terburuk: apakah Karin sudah melakukan sesuatu padanya? Apakah Jonas celaka? Atau... yang paling menyakitkan... apakah dia telah berubah pikiran dan memilih untuk mundur, meninggalkannya sekali lagi dalam kesunyian?Yuli: Jonas, tolong jawab. Aku khawatir. Yuli:Apa kamu baik-baik saja? Hanya satu kata saja. Please. Yuli:Jika kamu sudah tidak ingin ini lagi, katakan saja. Aku akan mengerti.Pesan terakhir itu dikirim dengan air mata. Dia merasa dirinya sangat memalukan—seorang wanita yang ditinggalkan, menung

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 9

    Jaket itu menjadi pengobar kerinduan yang tak terbendung. Selama tiga hari berikutnya, percakapan mereka melalui pesan semakin intens. Jonas tidak lagi meminta lokasinya, tetapi dengan licin menyelipkan pertanyaan-pertanyaan kecil. Tentang udara, tentang pemandangan, tentang bunga apa yang mekar di sana. Yuli, yang hatinya telah lembek, menjawab tanpa curiga."Aku membayangkan kamu di antara hamparan hijau," tulis Jonas suatu malam. "Seperti dulu kita jalan-jalan ke kebun teh di dekat sekolah."Yuli, yang memang baru saja mengunjungi kebun teh, membalas tanpa berpikir panjang. "Di sini lebih indah. Kebun tehnya luas, menghadap langsung ke lembah. Udara nya sejuk dan bau tanahnya menenangkan."Itu adalah kesalahan yang fatal.Dua hari kemudian, pada sebuah Sabtu yang cerah, Yuli sedang menyiram tanaman kecil di pekarangan rumahnya. Bunyi derum mobil mendekat membuatnya mengangkat kepala. Sebuah mobil rental berwarna gelap berhenti persis di depan pagar kayunya.Pintu mobil terbuka. Dan

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 8

    Kabut pagi masih menyelimuti lembah ketika Yuli membuka jendela rumah kayu tua yang baru disewanya. Udara sejuk dan bau tanah basah menusuk hidungnya, sebuah sensasi yang jauh berbeda dari udara panas dan polusi kota yang telah ditinggalkannya. Di kejauhan, gunung menjulang dengan puncaknya yang tersembunyi di balik awan, diam dan kokoh, seolah menatapnya dengan sikap acuh tak acuh.Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan gemuruh di dadanya. Pelariannya ke kota kecil di lereng gunung ini terasa seperti mimpi sekaligus mimpi buruk. Di satu sisi, ketenangan di sini menyembuhkan. Di sisi lain, kesendirian justru membuat pikirannya semakin berisik, dipenuhi oleh bayangan Jonas, Karin, dan rasa bersalah yang tak kunjung usai.Briiing! Briiing!Suara telepon dari dalam saku jaketnya membuatnya nyaris melompat. Jantungnya berdebar kencang. Seperti biasa, nama "Jonas" terus-menerus muncul di layar. Sejak kepergiannya tiga hari lalu, ini sudah menjadi ritual. Dia mengabaikan panggi

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 7

    Tekanan itu mencapai puncaknya ketika Yuli menemukan setangkai bunga Hyacinth ungu—bunga permintaan maaf yang pernah disebutkan Karin—tergeletak di depan pintu kontrakannya, tanpa kartu, tanpa penjelasan. Itu adalah pesan. Sebuah pesan yang hanya dia dan Karin yang mengerti. Perang urat saraf itu berhasil; pertahanannya runtuh.Dia tidak bisa lagi tidur, tidak bisa makan. Setiap bayangan membuatnya terjaga. Keputusan yang sudah matang dalam pikirannya akhirnya diucapkan kepada Lila keesokan harinya di toko."Aku akan pergi, Lis," ucap Yuli, suaranya datar namun penuh keyakinan yang putus asa. "Aku butuh cuti panjang. Aku akan pergi ke luar kota, mungkin ke kampung halamanku atau ke suatu tempat yang tenang. Aku butuh... menjernihkan pikiran."Lila memandangnya dengan sedih. Dia melihat lingkaran hitam yang dalam di mata Yuli dan tubuhnya yang semakin kurus. "Apa ini karena dia? Karin?""Ini karena segalanya," jawab Yuli menghindar. "Aku lelah, Lis. Aku merasa terjebak. Aku butuh melep

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 6

    Keesokan harinya, Yuli memaksakan diri untuk membuka toko. Berlindung di balik rutinitas terasa lebih aman daripada terus-menerus mengurung diri di rumah yang kini terasa seperti sangkar kaca. Dia membereskan rak-rak bunga dengan tangan gemetar, setiap kali bel pintu berbunyi, jantungnya serasa mau copot.Lila, yang sudah mendengar kegelisahan Yuli, mencoba bersikap normal. "Santai aja, mungkin cuma kebetulan," bisiknya sambil merangkai bunga, meski tatapannya juga terus mengawasi pintu.Tepat pukul sepuluh pagi, ketika toko mulai ramai dengan pelanggan, bel pintu berbunyi lagi. Dan di sana, berdiri seorang wanita.Dia tidak perlu memperkenalkan diri. Elegan. Dingin. Seperti es yang dibungkus sutra. Gaun linen putihnya sederhana tapi mematikan, dan tas tangan yang digenggamnya cukup untuk membayar sewa toko Yuli setahun. Wanita itu adalah personifikasi dari segala ketakutan Yuli."Selamat pagi," ucap wanita itu dengan senyum tipis yang tidak sampai ke matanya. "Saya Karin. Apakah saya

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 5

    Cahaya pagi yang kejam menyusup melalui celah tirai, menyinari debu-debu yang berputar dansa di udara. Sinar itu pula yang membangunkan Yuli dari tidurnya yang gelisah. Untuk sesaat, kebingungan menyergapnya. Kehangatan tubuh di sampingnya, aroma Jonas yang familiar bercampur dengan seprai yang berantakan... lalu, kenangan semalam menghantamnya bagai gelombang pasang.Ciuman di depan pintu. Paksaan masuk. Gendongan. Dan... kelembutan sekaligus keganasan yang mengikutinya di atas kasur ini. Mereka sekali lagi tenggelam dalam lautan kenangan, mabuk bukan oleh alkohol, tetapi oleh ilusi masa lalu dan keputusasaan yang mereka rasakan di masa kini.Rasa bersalah yang tajam langsung menusuk dada Yuli, lebih menyakitkan daripada sinar matahari yang menyilaukannya. Dengan gerakan pelan-pelan, seperti mencuri, dia melepaskan diri dari pelukan Jonas yang masih terlelap. Wajahnya dalam tidur tampak begitu tenang, begitu damai, sebuah kontras yang menyiksa bagi Yuli yang hancur.Dia mengambil gau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status