Share

Pria Bajingan

"Telepon sialan!"

Kaisar Lerian Widjaya, pria tampan jantan dan mapan berusia 32 tahun yang menjadi pengunjung tetap ruang VVIP klub malam Scorpio Zone, mengutuk geram ponsel di saku celananya yang terus menjerit. 

Ia yang sedang bermesraan dengan beberapa wanita sangat tidak senang, jeritan ponsel itu sangat mengganggu aktivitasnya. Tangannya yang lincah bergerilya di gundukan kembar si wanita jadi terhenti, padahal di bawah sana, adik kecilnya juga mulai menegang. Nanggung banget, kan? 

"Apa perlu aku yang angkat dan mengaku sebagai pacar kamu, Kai?" tawar salah seorang wanita, seraya mengedip manja Kai yang berada di bawahnya. Sepertinya wanita itu sadar kalau Kai sangat terganggu dengan panggilan tersebut.

Tidak. Tidak boleh. Kai yakin yang menelponnya pasti Luna. 

Meski kepalanya berat oleh pengaruh alkohol, Kai masih bisa berpikir jernih soal Luna. Wanita itu tak boleh tau, kalau dia sedang bersenang-senang dengan para wanita penghibur. Cukup Luna tau, kalau Kai pergi ke klub malam. 

Menepis gerakan tangan si wanita penghibur yang berusaha meraih dagunya untuk kemudian menciumnya, Kai bangkit dari sofanya dengan terhuyung. 

"Kai, mau ke mana?"

Tidak menjawab, Kai berlalu begitu saja keluar dari ruang VVIP menuju tempat yang tak terlalu ramai dan berisik. Di mana lagi kalau bukan area toilet. 

Pergi ke sana, mata Kai yang berat menangkap sosok yang baru keluar dari toilet dan membuatnya terpana. Seketika, pikiran soal hendak mengangkat telpon dari Luna menghilang begitu saja. Ia lebih tertarik dengan gadis itu. Kai pun langsung menyerangnya di bibir.

                                     ***

"Dasar kurang ajar!"

Satu tamparan keras Nara layangkan sebagai hadiah karena pria tak dikenal yang tidak lain adalah Kai telah berani mengambil ciumannya. Itu ciuman pertama Nara. Bibir yang selama ini dia jaga dan rawat, bahkan Rega saja tak pernah menyentuhnya, kini sudah tak suci lagi. 

Ah, menyebalkan sekali. Apa memang seperti ini resiko bekerja di klub malam? Apa itu pertanda Tuhan tidak meridhoi pekerjaan ini? Lalu, bagaimana dengan Elsa? Ah, tidak-tidak. Ngapain juga gue mikirin si Elsa. Yang penting sekarang, gue pergi dari hadapan pria ini. 

Nara ingin segera pergi, sebelum terjadi hal yang tak diinginkan. Orang mabuk bisa berbuat seenaknya, bukan? Tapi, sebelum ia berhasil pergi, tangannya dicekal oleh tangan besar milik Kai. 

Sialan. Maunya apa sih?

"Lepasin nggak? Atau mau gue teriakin penjahat?" Nara memicing tajam tepat ke manik mata Kai, namun bukan sorot mata seorang penjahat yang dia lihat dari sana, melainkan — ah, Nara sangat suka pancaran matanya.

"Nggak ada yang percaya sama lo, karena semua orang di sini kenal gue." Kai menyeringai mengelap bibirnya yang basah setelah ciumannya dengan Nara. Dia juga bergerak maju mengunci pergerakan Nara yang sudah pula bertemu antara punggungnya dengan dinding. 

"Terus apa mau lo?" Nara suka mata Kai, tapi dia tak suka direndahkan seperti sekarang. 

"Bercintalah dengan gue, berapapun akan gue bayar demi bisa menikmati tubuh indah lo ini." Kai berucap enteng seraya mata indahnya memandang penuh minat tubuh Nara dari atas hingga bawah. 

Tidak ada yang tau, di dalam kepala Nara seolah ada sisi baik dan buruknya yang sedang perang batin. Antara uang dan harga dirinya. Ia mendengkus kasar. 

Entah kenapa, hari ini Nara begitu sial. Keputusannya menggantikan Elsa bekerja membuatnya seolah berada di ujung jurang kesesatan. Bagaimana tidak? Tadi saja, bos klub malam itu berani mengusap pundaknya, lalu sekarang ada pria yang berani membayar mahal untuk bercinta dengannya? 

"Jaga ya ucapan lo. Lo pikir karena semua wanita di sini bertekuk lutut sama lo, terus gue juga mau bertekuk lutut sama lo? Mimpi aja." Telunjuk Nara menuding keras ke dada Kai. 

"Nggak usah munafik. Semua cewek yang masuk klub malam ini pasti butuh duit. Dan asal lo tau, nggak ada sejarahnya cewek nolak gue tiduri, bahkan mereka dengan suka rela membuka paha lebar-lebar demi gue masuki." Kai berucap bangga. 

"Gue bukan mereka. Kalau gitu, cari aja cewek-cewek itu. Jangan ganggu gue, keberadaan gue di sini cuma buat kerja." 

"Sayangnya, adik kecil gue pengennya sama lo."

"Dasar bajingan, nggak ada otak."

BUG.

"Akh... Sialan lo." Kai mengerang karena adik kecilnya berhasil dapat tendangan sempurna dari Nara. 

Secepat kilat, Nara berlari kabur. Tidak, dia tidak akan bekerja lagi di tempat ini. Biar besok uang dari Elsa dikembalikan saja. Mau Elsa dipecat juga bodo amat lah. 

                                ***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status