Share

Bab 4

Author: Neng_gemoyy
last update Last Updated: 2025-12-14 18:31:51

Yasmin mematung sesaat, lalu berlalu begitu saja menuju kamar mandi. Berusaha mengabaikan suaminya begutu saja, Namun dengan cepat Angga mencekal lengannya.

“Yasmin, saya bertanya sama kamu!” bentaknya dengan suara tertahan.

“Ada apa sih, Mas?”

“Ada apa? Saya bertanya sama kamu!” teriak Angga tepat di depan wajahnya.

Yasmin menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan emosi yang sejak tadi bergemuruh di dadanya.

“Aku mau mandi dulu, boleh?” ucapnya pelan, menatap Angga dengan tatapan lembut seperti biasanya. “Badan aku rasanya lengket banget.”

“Kamu dari mana saja?” tanya Angga, kini sedikit menurunkan suaranya. “Anak-anak nungguin kamu berjam-jam di sekolah,”

“Mereka biasa pulang sendiri, nggak masalah,” sahut Yasmin cuek.

“Apa?” Angga menatapnya tak percaya.

“Aku mandi dulu. Capek.” Yasmin melepaskan paksa tangan Angga yang mencekal lengannya, lalu melangkah pergi menuju kamar mandi tanpa menoleh lagi.

Angga menatap punggung istrinya dengan heran. Tak biasanya Yasmin bersikap sedingin dan sepembangkang ini.

Tak lama kemudian, Yasmin keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuhnya—sebatas dada dan di atas lutut. Kain tipis itu menempel mengikuti lekuk tubuhnya yang molek, terekspos tanpa ia sadari.

Dengan santai Yasmin melepas handuknya di depan lemari, lalu mengenakan daster rumahanya. Catat! Daster bukan lingerie seperti biasanya.

Angga yang tengah bersandar di kepala ranjang menatapnya heran. "Tadi kamu dari mana saja?" tanyanya dengan suara datar.

"Ke tempat temen, lupa waktu. Maaf," jawab Yasmin, sambil naik ke tempat tidur. Lalu menutup selimut hingga sebatas dada.

"Temen siapa?" tanya Angga datar.

"Temen kuliah dulu, gak sengaja ketemu di jalan. Besok aku minta maaf sama anak-anak," jawab Yasmin santai.

"Jangan di ulangi." cara

"Iya," sahut Yasmin, lalu berbalik memunggungi suaminya.

Sementara Angga menatapnya dengan heran. 'Ada apa dengan Yasmin, sorot mata wanita itu yang dingin, membuat amarahnya yang tadi memuncak menjadi redup seketika. Belum pernah ia melihat Yasmin menatapnya seperti itu.

"Selamat malam." gumamnya, lalu mematikan lampu tidur di nakas.

Seketika cahaya menjadi temaram hanya ada cahaya dari lampu tidur di nakas di sisi Yasmin, memang dia tidak pernah mematikan lampu tidurnya.

Tak berapa lama, suara dengkuran halus terdengar, perlahan Yasmin membuka kembali matanya yang tadi sudah terpejam. Ia menatap kosong ruangan gelap di hadapannya, pikirnya seakan sedang berperang di dalam sana.

'Kamu bodoh, Yasmin.' gumamnya dalam hati.

Kemudian tak lama ia pun terlelap dalam tidurnya, berharap esok bisa lebih baik lagi.

***

Pagi hari, seperti biasa Yasmin menyiapkan sarapan di dapur seorang diri. Ia sedang sibuk berkutat dengan spatulanya saat Angga datang kemudian duduk di kursinya.

"Selamat pagi," sapa Angga, berusaha menarik perhatian Yasmin yang terkesan cuek saat melihat kedatangannya.

"Pagi," balas Yasmin dengan nada dingin.

Yasmin meninggalkan penggorengannya, lalu beralih ke mesin kopi mengambil kopi yang tadi di buatnya untuk Angga.

"Makasih," ucap Angga, saat Yasmin meletakan cangkir di depannya.

"Heemmm," Yasmin hanya bergumam saja, kemudian kembali sibuk dengan wajannya.

"Anak-anak sudah bangun?" tanya Angga, sambil menghirup aroma kopi buatan istrinya. Lalu meresapnya pelan.

Rasanya tetap yang terbaik. pujinya dalam hati, seolah enggan memuji istrinya langsung.

"Sebentar lagi turun." jawab Yasmin singkat, sangat singkat malah.

Angga mengikuti setiap pergerakan Yasmin yang begitu cekatan di dapur, meski heran dengan sikap Yasmin yang tiba-tiba dingin kepadanya, Angga ingin bertanya, namun rasanya suaranya tercekat di tenggorokan.

Dan benar saja ... tak berapa lama kemudian, Bianca dan Brayan datang dengan seragam dan tas sekolahnya yang sudah rapi.

Angga dapat melihat perubahan raut wajah istrinya saat anak-anak mendekat.

"Selamat pagi, sayang ...." sapa Yasmin dengan senyum hangat menyambut kedua buah hatinya. "Gimana tidur kalian nyenyak?"

"Pagi Mamah ...." sahut keduanya kompak, sambil duduk di tempatnya masing-masing.

“Tidur kalian nyenyak?” tanya Yasmin sambil meletakkan piring berisi omurice di hadapan Bianca dan Brayan.

“Nyenyak, makasih, Mamah,” ucap Bianca ceria, seraya menyuapkan omurice kesukaannya ke dalam mulut.

“Makan yang banyak,” ujar Yasmin lembut, mengusap puncak kepala keduanya sebelum duduk di kursinya dan mulai menyantap sarapan.

Semua itu tak lepas dari perhatian Angga—betapa hangatnya Yasmin kepada kedua anaknya, sementara kepadanya … dingin seperti es.

“Mamah, kemarin kenapa nggak jadi jemput kita?” tanya Bianca di sela kunyahannya.

Yasmin meletakkan sendok di atas piring, menatap Bianca dengan sorot penuh penyesalan. “Maaf ya, sayang. Kemarin Mamah lupa, keasyikan di rumah teman Mamah,” ujarnya lirih.

Bianca mengangguk paham. “Oh … nggak apa-apa. Kita bisa pulang sendiri kok.”

“Iya, sayang … maafin Mamah ya,”

“Iya,” sahut keduanya kompak, lalu kembali melanjutkan sarapan buatan sang Mamah.

Angga yang merasa diacuhkan berdehem keras, berusaha menarik perhatian.

“Ekheem ….”

Berhasil. Ketiganya kini menatap ke arahnya.

Angga meletakkan sendok di atas piring, tanda makannya telah selesai. Ia bangkit dari duduknya, lalu meraih jas yang tersampir di sandaran kursi.

“Kalian sudah selesai? Kita berangkat sekarang. Ayah ada meeting sebentar lagi,”

“Iya,”

Bianca dan Brayan segera menghabiskan makanan mereka, meneguk susu hingga tandas, lalu bangkit mengambil tas masing-masing.

“Mamah, kami pamit,” ujar keduanya sopan, mencium punggung tangan Yasmin dengan khidmat.

“Hati-hati sekolahnya, sayang. Nanti Mamah jemput,”

“Iya,”

Yasmin mengantar mereka hingga teras, berdiri menunggu sampai mobil meninggalkan pekarangan rumah. Tatapannya mengikuti kendaraan itu hingga menghilang di belokan kompleks.

Setelah mobil yang membawa suami dan anak-anaknya benar-benar lenyap, Yasmin berbalik masuk ke dalam rumah dengan langkah kakinya terasa semakin berat.

"sepuluh tahun yang sia-sia, Yasmin." gumamnya, sambil menahan sesak di dada yang kian mencekiknya.

***

Pulang kantor, seperti biasa Angga menghampiri meja resepsionis terlebih dahulu untuk mengambil kotak bekal makan siangnya—yang biasanya habis dimakan oleh kedua resepsionis itu daripada terbuang mubazir.

“Sore, kakak-kakak,” sapanya ramah, membuat kedua wanita itu tersipu.

“Sore, Pak Angga. Tumben nggak lembur, Pak?” tanya salah satunya sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga.

“Iya nih, tumben banget nggak ada kerjaan dadakan,” kekeh Angga.

“Oh …” Keduanya mengangguk pelan.

“Mana?” Angga menadahkan tangan.

“Mana apa, Pak?” tanya keduanya bingung.

“Kotak bekal saya.”

“Ohhh!” Keduanya berseru sambil menepuk dahi.

“Hari ini Ibu nggak nitip bekal, Pak,” jawab Andini, resepsionis berambut hitam.

“Nggak nitip?” Angga tampak heran.

“Iya, Pak.”

“Kenapa?”

“Lah, mana saya tahu, Pak. Kan Bapak suaminya,” balas Andini sambil terkikik kecil.

“Ooh … iya,” Angga tersenyum tipis. “Saya duluan, ya.”

Ia pun melangkah meninggalkan meja resepsionis, berjalan menuju pintu kaca besar kantor.

Sepanjang langkahnya, pikiran Angga dipenuhi tanda tanya. Kenapa Yasmin tidak membawakan bekal seperti biasa? Padahal istrinya itu selalu paling bersemangat menyiapkan makan untuknya.

Terlebih sejak semalam, sikap Yasmin terasa berbeda.

“Ada apa dengan Yasmin …?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 6

    Seperti yang Yasmin katakan pada Angga, ia akan berjualan kue muffin yang akan ia bagikan di grup tetangga dan ibu-ibu sekolah. Mungkin hasilnya tak seberapa, tapi cukup untuk menyibukkan diri—mengalihkan pikiran dari luka batin yang terus mengendap.Aroma vanilla dan cokelat langsung memenuhi dapur saat Yasmin mengeluarkan muffin yang baru matang dari dalam oven.“Eeemmm … wangi banget!” serunya, bangga dengan hasil yang terlihat sempurna.“Mengembang sempurna ….”Yasmin memindahkan kue-kue itu ke dalam tempat kue susun berbahan kaca, menatanya dengan cantik. Ia lalu meraih ponsel, menyalakan kamera, dan memotretnya dari berbagai angle.“Sepertinya cukup,” gumamnya. Ia menyortir beberapa foto terbaik, lalu mengirimkannya ke semua grup yang ada di ponselnya.Saking asyiknya dengan kue-kue itu, Yasmin hampir lupa menjemput anak-anaknya.“Astaga … sebentar lagi mereka pulang.”Tanpa sempat membereskan dapur, Yasmin melepas apron-nya dan bergegas keluar, setelah memastikan tak ada kompor

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 5

    Lepas magrib Angga tiba di rumah, ia keluar dari mobilnya setelah memastikan semua barang-barangnya tidak ada yang tertinggal. Sambil membuka sabuk pengamannya, matanya sesekali melirik ke pintu masuk. Biasanya Yasmin akan berdiri di sana menyambutnya pulang. "Tumben gak nyambut, gue?" gumannya tanpa sadar. Biib. Setelah memastikan mobilnya terkunci dengan benar, Angga pun melangkah dengan ringan masuk kedam rumah. Ceklek. Kedua alis Angga mengerut saat akan memasukan anak kunci yang biasa ia bawa, namun keadaan pintu tidak terkunci dari dalam. "Tumben gak di kunci ...." gumamnya heran. Angga pun melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah, dengan berbagai pertanyaan di benaknya. Ada sesuatu yang hilang, namun ia tidak tau itu apa? "Hahahaha ...." "Mamah yang kalah, jadi harus di hukum!""Jangan, Kak. Ampun! Hahaha ...." "Ian bantu pegangin Mamah, Kak!" "Iyaa, pengang yang erat." "Hahaha ... Ampun, Bi ... Dek tolong Mamah, Dek!" "Ndak, Mamah harus di hukum." Senyum Angga te

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 4

    Yasmin mematung sesaat, lalu berlalu begitu saja menuju kamar mandi. Berusaha mengabaikan suaminya begutu saja, Namun dengan cepat Angga mencekal lengannya.“Yasmin, saya bertanya sama kamu!” bentaknya dengan suara tertahan.“Ada apa sih, Mas?”“Ada apa? Saya bertanya sama kamu!” teriak Angga tepat di depan wajahnya.Yasmin menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan emosi yang sejak tadi bergemuruh di dadanya.“Aku mau mandi dulu, boleh?” ucapnya pelan, menatap Angga dengan tatapan lembut seperti biasanya. “Badan aku rasanya lengket banget.”“Kamu dari mana saja?” tanya Angga, kini sedikit menurunkan suaranya. “Anak-anak nungguin kamu berjam-jam di sekolah,”“Mereka biasa pulang sendiri, nggak masalah,” sahut Yasmin cuek.“Apa?” Angga menatapnya tak percaya.“Aku mandi dulu. Capek.” Yasmin melepaskan paksa tangan Angga yang mencekal lengannya, lalu melangkah pergi menuju kamar mandi tanpa menoleh lagi.Angga menatap punggung istrinya dengan heran. Tak biasanya Yasmin bersikap sedingi

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 3

    Taksi yang membawa Yasmin berhenti di sebuah gedung tiga puluh lantai tempat suaminya bekerja, sudah hampir sepuluh tahun Angga mengabdi di sana. Dan sekarang menjabat sebagai menejer produksi. Dengan langkah tegap Yasmin menaiki tangga anak tangga di depan lobby, karena hampir tiap hari ia datang, sehingga para sekuriti sudah mengenalnya dengan baik. "Selama siang, Mbak." sapanya, dengan ramah menyapa dua resepsionis di sana. "Siang, Bu." balas mereka tak kalah ramah. "Titip ini yaa, seperti biasa. Buat pak Angga," Yasmin menyodorkan tas bekal yang di bawanya di atas meja resepsionis. Kedua wanita itu saling sikut, lalu tersenyum kaku menerimanya. "I–iyaa, Bu." "Makasih yaa, saya permisi kalo gitu," Yasmin menganggukkan kepalanya, lalu berbalik beranjak dari sana. Senyumnya tak pernah pudar, setiap langkahnya terasa ringan. Berharap suaminya bisa makan dengan lahap masakannya hari ini. Namun ... Saat akan memesan taksi online, tiba-tiba Yasmin menepuk keningnya sendiri. "Yaa

  • Godaan Papa Teman Anakku   bab 2 Memuaskan diri

    Pagi harinya, seperti biasa Yasmin di sibukan dengan rutinitas paginya menyiapkan sarapan dan memastikan ketiga orang tersayangnya sudah bersiap dengan rapi. Di meja makan sudah tersaji semangkuk besar nasi goreng dan tak lupa telor ceplok kesukaan semua orang. Yasmin tengah mengaduk kopi hitam milik suaminya ketika Angga datang, lalu duduk di kursi biasanya. Wajahnya seperti biasa ... Datar. "Kopinya, Mas." Yasmin menaruh cangkir kopi di hadapan Angga, lalu mengisi piring pria yang hampir berkepala empat itu dengan nasi goreng. "Cukup." ucap Angga, sambil mengangkat tangannya ke udara. "Ooh, oke." Yasmin kembali menyimpan sutil ke mangkuk nasi, lalu melepas apron pink yang sejak tadi melekat di tubuhnya. "Aku lihat anak-anak dulu,""Hemmmm." gumam Angga sambil menyeruput kopinya. Yasmin berusaha menarik sudut bibirnya, lalu memilih beranjak pergi dari sana untuk mengecek putra-putri kesayangannya. Yasmin menaiki anak tangga satu persatu, lalu menuju ke kamar Bianca terlebih da

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 1 Awal

    Di sebuah rumah sederhana berlantai dua, seorang wanita tengah berias di dalam kamarnya. ia adalah Yasmin yang tengah menunggu sang suami pulang. Yasmin menatap pantulan dirinya di cermin meja rias, jemarinya dengan lembut menyisir rambut sehalus sutra. Ia mengambil lip serum, lalu mengoleskannya perlahan di bibir ranum yang tampak semakin memikat. Setelah selesai, Yasmin bangkit dari duduknya dan berputar pelan. Lingerie hitam yang membalut tubuhnya tampak kontras dengan kulit putih bersihnya. “Heeemmm, wangi…” gumamnya puas, menghirup aroma parfum mahal yang baru saja ia semprotkan di titik-titik sensitif tubuhnya. Matanya terarah pada jam di atas nakas dekat tempat tidur. Senyum terbit di bibirnya ketika jarum panjang hampir menyentuh angka dua belas. “Sebentar lagi Mas Angga pulang… mending aku tunggu di bawah,” ujarnya pelan, sambil meraih jubah satin dan membungkus tubuh indahnya. Dengan langkah ringan, Yasmin meninggalkan kamarnya untuk menyambut suami tercinta. Sebelum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status