Share

13 - Sikap Manis itu Membingungkan

Hari ke-tujuh sekarang. Sudah tujuh hari lamanya Bulan tak masuk sekolah. Hari ini Bintang sudah diijinkan pulang. Hal yang paling Bulan bingungkan adalah saat ini. Saat dia berdiri di depan meja administrasi, melihat nominal angka yang terdapat di selembar kertas yang tertulis nama adiknya.

Nominal yang katanya tidak besar itu, bagi Bulan sangat besar, butuh waktu dua bulan lamanya bekerja untuk mendapat uang itu. Tapi mau bagaimana lagi, Bulan tidak punya pilihan selain mengambil uang tabungan yang hendak ia gunakan untuk sekolah adik-adiknya.

"Kak Bulan hari ini sekolah, kan?" tanya Bintang. Ia resah juga karena Bulan sudah seminggu lamanya tak masuk sekolah, ia khawatir kakaknya akan tertinggal pelajaran. Meski ia menyuruh kakaknya untuk pergi sekolah, Bulan tetap ingin tinggal.

"Iya, Tang, Kak Bulan hari ini sekolah setelah mengantar kamu pulang." Bulan tersenyum, merapikan pakaian Bintang dan beberapa peralatan lainnya ke dalam tas.

Awan menyambut Bulan juga Bintang di depan pintu, anak lelaki itu mungkin tidak tidur semalaman melihat matanya yang masih kusut dan tidak ada tanda-tanda bangun tidur.

"Langit mana, Wan?"

"Masih tidur, Kak."

"Ya sudah, Awan juga tidur ya, masih subuh juga, temani Bintang istirahat. Kakak mau siap-siap ke sekolah setelah ini."

Awan mengangguk, menuntun Bintang untuk masuk ke kamar dan ia juga ingin pergi tidur sebentar saja.

Sedang Bulan, setelah selesai menjemur pakaian. Ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Ia sudah terlalu lama cuti, jadi ia harus menebus tujuh harinya dengan cepat. Bahkan ia tidak ijin secara baik, ia hanya menelpon wali kelas, untungnya wali kelas tahu situasi yang sedang Bulan hadapi.

Bersyukur hari ini Bulan tidak terlambat. Berkat kakinya yang berlari dengan cepat ia sampai tepat pada waktunya.

Waktu berlalu, tujuh hari lamanya Bulan tak hadir ke sekolah, rasanya sudah aneh. Bertemu dengan orang-orang yang tak Bulan kenal namun sepertinya mengenal Bulan juga orang-orang yang menyapa Bulan tanpa Bulan tahu nama mereka.

Bulan sudah bertekad sejak kemarin, bahwa ia harus segera memberitahukan semua kesalahpahaman ini, ia tidak ingin kesalahpahaman ini berlanjut hingga harus merepotkan dirinya nanti.

Mungkin masih terlalu pagi saat ini. Tak banyak murid yang sudah datang termasuk Rara. Gadis itu belum terlihat hadir di kelas saat ini.

Bulan menunggu sambil membaca buku, mengulas materi yang mana ia tertinggal. Tak berapa lama kemudian Rara masuk ke kelas, wajahnya ceria sekali. Mungkin sesuatu yang baik terjadi belakangan ini.

"Rara!!"

Rara menyambut Bulan dengan begitu manis. Ia langsung memeluk gadis dengan rambut yang diikat menjadi satu itu. Rara nampak senang sekali, sebab selama tujuh hari Bulan tak masuk sekolah, Ghandara rutin masuk ke kelas ini dan mencari Rara.

"Kamu kenapa gak masuk-masuk, sih?"

Bulan hanya bisa menjawab dengan senyum canggung. Entah apa ia harus menceritakan sekarang kepasa Rara atau tunggu waktu yang tepat.

"Ra, aku mau bil--"

"Tau gak?!" Rara memotong dengan semangat. Sebab melihat wajah Rara yang sumringah, Bulan kembali menunda waktu dan fokus mendengarkan cerita Rara.

"Kak Ghandara lagi marahan sama Kak Tasya, sudah hampir seminggu!"

Alis Bulan mengerut. Lantas apa hubungannya? Kenapa Rara sangat bersemangat tentang itu? Bukankah Ghandara amat mencintai Tasya? Seharusnya ketika mendengar kabar itu kita berbela sungkawa, bukan?

Kecuali, yang Bulan pikirkan saat ini benar.

"Kamu suka Kak Ghandara?"

Raut wajah Rara menjawab semuanya. Senyum malu-malu juga tangan yang menyelipkan rambut ke belakang telinga.

Benar. Bulan tidak salah, gadis ini menyukai Ghandara. Ya wajar, Bukan yakin di sekolah ini tidak hanya Rara yang senang mendengar kabar ini.

Tapi, kenapa hanya Bulan yang sedih? Kenapa ia merasa Ghandara saat ini sedang butuh teman? Sebab ia tahu, Ghandara amat mencintai Tasya.

Bulan memang tak memiliki bakat khusus seperti indera ke-enam. Tapi ia bisa melihat ketulusan seseorang dari sorot mata mereka. 

"Kita doakan yang terbaik aja buat mereka," ucap Bulan menanggapi cerita Rara.

Cerita Rara masih berlanjut. Dari apa penyebab mereka bertengkar sampai seminggu, bahkan sebelumnya sehari saja bertengkar, Ghandara sudah melakukan banyak hal bodoh untuk membuat Tasya tak marah lagi. Entah cerita itu benar adanya, entah benar-benar ada perselingkuhan atau masalah lainnya. Bulan tak suka Rara percaya dengan hal yang belum di klarifikasi secara langsung oleh orang yang bersangkutan.

"Gak usah percaya dulu, Ra, itu belum tentu benar."

"Enggak, Lan! Ini tuh kata temen sekelasnya Kak Ghandara yang ngeliat Kak Tasya sama Kak Riki itu selingkuh! Bodoh banget gak sih, ya emang sih Kak Riki itu juga ganteng tapi jaman sekarang dapetin cowo sebucin Kak Ghandara itu gak mudah, Lan!"

Tatapan Bulan sendu. Mendengar cerita Rara sepertinya menyenangkan jika dia bisa ikut bergabung juga. Ikut menelaah masalah orang lain dengan mudah. Ikut berurusan dengan hal-hal yang tidaj ada kaitannya dengan mereka.

Lantas Bulan? Jangankan untuk memikirkan masalah yang sama sekali tak ada hubungannya dengan dirinya, mengurus masalahnya sendiri saja ia masih tidak sanggup.

Hanya senyuman dan beberapa kata "iya" yang Bulan lantunkan sejak tadi. Rara masih bercerita menggebu-gebu tanpa tahu, saat ini pikiran Bulan sangat sibuk sekali. Memikirkan banyak hal.

***

Di dalam ruangan dengan banyak alat musik dan berlatarkan dengan not-not, Bulan berdiri dengan tangan yang ditautkan ke depan, posisi kepalanya menunduk ia siap untuk dimarahi sekarang. Selama seminggu lamanya ia tidak ikut latihan padahal dia sudah menjadi anggota band bentukan Ghandara.

"Kamu gak papa?"

Tidak seperti yang Bulan harapkan. Gadis dengan seragam kebesaran itu mengangkat kepalanya sebentar sebelum kembali menunduk setelah matanya bertatapan dengan mata Ghandara.

"Aku baik-baik aja, Kak." Bulan menyahut.

"Duduk."

Barulah Bulan berani menyentuh kursi dan duduk di depan tak jauh dari Ghandara.

Tapi yang menjadi pertanyaan Bulan dan tak berani ia ungkapkan adalah mengapa ruangan ini tak ada orang selain dirinya dan Ghandara. Lantas untuk apa Ghandara memanggilnya jika bukan untuk latihan?

"Tanyakan aja, gak usah takut. Aku gak makan orang."

Seperti bisa mmebaca pikiran Bulan, lelaki yang tadinya sibuk memetik senar gitar kini menatap Bulan dengan seksama, mengamati setiap lekuk sudut wajah cantik Bulan.

"Ehh itu ... apa yang akan kita lakukan sekarang?"

Ghandara menyeringai.

"Menyanyi."

Bulan tau itu. Tapi untuk apa? Tidak ada anggotan band lainnya. Hanya mereka berdua.

"Ta-tapi yang lain ..."

"Kau dan aku, kita menyanyi."

Bulan tertegun. Matanya beberapa kali berkedip, tak mengerti maksud perkataan Ghandara barusan. Mengapa seiring berjalannya waktu, semakin Bulan mengenal Ghandara, lelaki ini semakin tidak tertebak. Sikapnya manis terhadap Bulan, tidak seperti sikapnya kepada orang lain. Haruskan Bulan bertanya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status