Share

Bab 5

“Mengganti dengan hal lain?” Attar balik bertanya sambil mengernyitkan alis.

Ayra mengangguk cepat sembari mengerjapkan mata. Cemas jika suatu saat dia dibuang, dikucilkan, ataupun tiba-tiba disuruh menjadi babu di rumah tersebut. Atau mungkin disuruh mengganti berkali lipat dari apa yang pernah dia terima selama ini?

“Anggap saja aku sedang menebus dosaku, Ay. Sebab kurang begitu perhatian terhadap staff sendiri.”

Gadis bertubuh kurus itu mulai memasukkan jarum ke dalam sela-sela kancing. Ditautkan kembali dengan kain supaya lebih kencang. Dia menghela napas sejenak sambil memikirkan perkataan Attar. “Tapi kalau dipikir kembali, sebenarnya itu bukan kesalahan Bapak. Saya jadi merasa nggak enak.”

“Tentu saja aku ikut bertanggung jawab, Ay. Aku yang memerintahkan kedua orangtuamu menggantikan tugasku di luar kota. Mana mungkin aku lempar batu sembunyi kaki?”

“Peufthh.” Ayra menahan tawa saat ucapan Attar sedikit melesat. “Yang benar sembunyi tangan, Pak.”

Attar tersenyum senang bisa melihat tawa Ayra meskipun tidak terlalu lepas. “Siapa yang memutusmu hanya karena terlihat masih seperti bocah lugu?”

Pembicaraan Attar membuat aktivitas menjahit Ayra terhenti sejenak. Apakah lelaki itu berusaha untuk ikut campur urusan pribadinya? Dari lubuk hati Ayra yang paling dalam, gadis itu bersyukur sebab ada yang perhatian. Akan tetapi, ini seperti bukan Attar yang dulu. Selama ini Ayra merasa hidup sendirian. Lelaki di sebelahnya hanya sebagai ATM-nya saja.

“Kenapa Bapak tiba-tiba menanyakan itu? Selama ini Pak Attar nggak pernah ikut campur masalah pribadi saya?”

“Maaf kalau kamu nggak berkenan. Lain kali, aku akan berhati-hati dengan pertanyaanku. Kalau kamu sudah selesai, boleh kembali ke kamar. Ini uangnya. Aku mau keluar sebentar.”

Sebelum Attar benar-benar meninggalkan kasur, dia berbalik badan. Kembali menghadap Ayra yang tengah menyelesaikan langkah akhir, yaitu mengikat benang untuk mengunci jahitan. Attar memasukkan kedua tangannya ke saku celana pendek yang dikenakannya.

“Ay,” panggil Attar. Banyak sekali pikiran yang memenuhi kepalanya. Dia ingin melindungi Ayra dari orang lain. Ada rasa ingin memiliki, tetapi mana mungkin gadis itu mau menerima dirinya?

Sementara, mereka memiliki perbedaan usia yang cukup jauh. Terlebih, Ayra menganggap dirinya sebagai orang tua.

Hati Attar merasa resah. Pertanyaan seputar Ayra bersarang di dalam otaknya. Dia menjadi tidak mengerti dengan diri sendiri yang tiba-tiba berubah pikiran dengan begitu cepat.

Sebentar lagi Attar akan bertunangan dengan kekasihnya yang baru-baru ini terjalin baik. Namun, belum lama ini tergoda dengan sosok Ayra yang mulai tumbuh menjadi dewasa.

Ayra pun menoleh dengan ekspresi wajah tanda tanya. “Hm?”

Mereka berdua saling menatap lekat. Ayra tidak mengerti dengan raut wajah Attar. Tidak bisa menebak sama sekali. Tidak ada pikiran aneh sedikitpun.

Di sisi lain, Attar menatap Ayra dengan tatapan sesak di hati. Ingin sekali mengatakan apa yang dia rasakan.

Kesadaran Attar kembali. Tidak ingin membuat mental Ayra menjadi kacau. Bisa jadi gadis itu akan syok jika mengetahui perasaannya yang sesungguhnya.

“Habis ini segeralah tidur.” Attar mengalihkan isi otaknya. Melihat Ayra yang sudah selesai, dia membatalkan niat untuk mengatakan sesuatu. Lebih baik meneruskan hubungan dengan kekasihnya.

“Iya, Pak.” Kepala Ayra kembali menunduk. Sudut matanya melihat kepergian Attar dari kamar tersebut. Semula sempat berpikir sedikit aneh. Naluri sebagai perempuan biasanya tidak salah, tetapi Ayra akhirnya mengabaikan rasa aneh yang mengganggu.

***

“Rendra!” Ayra memanggil nama mantannya. Dia mencegah langkah kaki Rendra yang hendak masuk ke kelas. Tepat, mereka adalah satu kelas.

“Mau ngapain lagi?” sinis Rendra menatap Ayra dengan ekspresi benci.

“Aku masih suka sama kamu, Ren,” ungkap gadis itu dengan mata berkaca-kaca. Tidak rela jika kekasihnya melepaskan hubungan keduanya. Perlahan Ayra meraih tangan Rendra. Berharap masih ada perasaan cinta untuknya.

“Ra, kita udah putus! Kamu nggak perlu mohon-mohon gini ke aku!” Rendra menepis tangan Ayra, tetapi tidak begitu kasar. Dia menerobos tubuh Ayra dan segera masuk ke kelas. Kebetulan mereka berdua hadir pada waktu yang masih begitu pagi sehingga belum ada orang lain di ruang tersebut. Hanya ada mereka berdua.

“Aku bisa jadi kayak cewek yang kamu mau, Ren. Aku akan mencoba!” Ayra menyusul langkah Rendra. Lagi-lagi menghalagi jalan lelaki itu.

Namun, Rendra tetap meneruskan langkah tanpa peduli akan menabrak Ayra. Kursi Rendra berada di paling belakang. Otomatis, gadis itu memundurkan kakinya terus-menerus.

Merasa begitu gemas, Rendra menyudutkan tubuh Ayra hingga menabrak dinding. “Apa yang akan kamu coba, Ra?”

Ayra memulai aksi nekatnya dengan perasaan penuh gugup karena ditatap seintens itu oleh Rendra. Dia membuka kancing bajunya satu-persatu diiringi dengan napas yang memburu.

“Ayra, kamu jangan nekat!” Lelaki itu panik sendiri dan menoleh ke sana kemari, ke penjuru ruang kelas. Takut jika tiba-tiba ada siswa lain yang masuk. “Aku tahu ini bukan kamu, Ra!”

“Kamu suka cewek yang kayak gini 'kan, Ren?”

“Iya. Aku memang suka. Tapi bukan kamu, Ra! Bukan kamu yang harus kayak gini!”

Sebelum Ayra membuka kancing ke-tiganya, Rendra menutup tubuh bagian depan Ayra menggunakan jaket yang baru saja dia lepas. Kemudian lelaki itu memeluk Ayra dengan erat.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status