Share

Bab 6

“Maafin aku, Ra,” sesal Rendra. Jauh di lubuk hatinya dia masih mencintai gadis tersebut.

“Kamu masih cinta sama aku 'kan, Ren?”

“Eum.” Dia mengusap rambut Ayra dengan lembut. Ini merupakan kali pertama mereka berpelukan. Di dalam kelas pula. Padahal ada CCTV yang memantau kegiatan mereka.

“Jangan lakuin ini lagi, Ra. Kamu cukup jadi diri sendiri. Nggak perlu mengubah jadi orang lain.” Rendra melepas pelukan itu. Kemudian membalutkan jaket miliknya dengan lebih kencang di tubuh Ayra. “Aku mau keluar. Kamu benerin pakaianmu dulu sebelum anak-anak lain datang.”

Rendra tentu saja bukan lelaki berengsek yang memanfaatkan keadaan. Terkadang memang terbawa dengan suasana liar sebab teman-teman sepergaulannya. Dia juga sering kali dirayu oleh Reti, perempuan yang selalu menyalakan mata kepada sosok Rendra. Sangat menyukai lelaki tersebut.

Reti juga memiliki gaya yang Rendra suka. Namun hanya untuk bersenang-senang dan sebagai hiburan.

“Kita nggak putus 'kan, Ren?”

Langkah Rendra terhenti saat tangannya hendak memegang gagang pintu. Dia ingin menoleh ke belakang, tetapi tidak yakin akan aman dengan posisi Ayra. Siapa tahu gadis itu tengah mengancingkan bajunya. Niat itu diurungkan.

“Ren. Kita nggak putus, 'kan?” ulang Ayra membutuhkan jawaban yang pasti. Gadis itu tidak akan menyerah bahkan mengabaikan rasa malu ataupun harga diri. Sejatinya seorang perempuan tidak perlu terlalu mengejar laki-laki. Namun jika sudah secinta ini, akan bagaimana lagi? Rasanya tidak begitu salah. Tidak begitu hina, bukan?

Ayra masih terdiam dengan jaket yang membalut tubuhnya. Masih belum membenarkan seperti apa yang telah Rendra perintahkan padanya.

“Iya. Kita nggak putus.” Rendra berucap dengan nada rendah.

“Yeyyy!” Kegirangan Ayra meledak-ledak hingga jaket yang dikenakan olehnya jatuh begitu saja sebab kedua tangan itu terangkat tinggi. Tubuh Ayra bagian depan sedikit terekspos.

Sementara, Rendra yang refleks menoleh ke arah Ayra, segera memalingkan wajah kembali. Jantungnya berdetak kencang kala menyaksikan belahan tubuh molek Ayra.

“Ayra! Benerin dulu bajumu!” sentak Rendra kemudian keluar sambil membanting pintu kelas.

Seketika kelas hening. Menyisakan ekspresi wajah gadis di sudut sana yang tampak begitu terkejut. Namun, beberapa detik kemudian, Ayra kembali girang.

“Kamu kenapa, Ra?” Seorang perempuan memasuki kelas tersebut dan itu adalah sahabatnya Ayra.

“Fera? Fer, sini, deh.” Ayra mengambil jaket kemudian dipamerkan pada Fera. “Ini jaketnya Rendra.”

Fera mengernyit tak mengerti. Pasal setahu dia, Ayra telah diputuskan kemarin sore di depannya. “Iya, terus?”

“Aku sama Rendra balikan lagi!” pekik Ayra sambil jingkrak-jingkrak.

“Kamu senang?”

“Iya jelas!”

Sebenarnya Fera tidak menyukai sikap Rendra sejak dulu. Di balik sikapnya yang tampak baik, Rendra diam-diam lelaki yang mesum. Fera tahu karena sering memergoki lelaki yang menjadi tetangganya itu menonton film dewasa bersama kakak lelakinya.

Fera sering mengunjungi rumah Rendra hanya untuk memberikan makanan karena disuruh oleh ibunya. Lelaki itu sendiri sudah tidak memiliki orang tua. Boleh dikatakan, Rendra adalah anak yatim piatu dan saat ini tinggal berdua bersama kakaknya sendiri.

“Ya udah kalau kamu senang.” Fera berjalan ke arah kursi tempat mereka berdua duduk.

“Kamu nggak setuju kalau aku balikan sama dia, Fer? Aku cinta banget sama dia. Dia juga lelaki yang bisa melindungiku,” terang Ayra mengikuti langkah kaki Fera. Kemudian duduk di kursi tempatnya seperti biasa.

“Kata siapa? Kata kamu? Kamu aja yang nggak tahu kelakuan dia di belakang. Cowok mesum!”

“Ishh, sembarangan! Rendra nggak gitu, ya, Fer? Aku bahkan hampir membuka bajuku dan dia langsung nutupin badanku pakai jaket miliknya.” Mata Ayra melebar saat mengatakan itu. Tidak terima jika kekasihnya dikatakan buruk oleh orang lain. Bertentangan dengan apa yang dilakukan kepadanya selama ini.

“Apa? Kamu buka baju di depan dia? Untuk apa? Demi bisa balikan? Aku nggak nyangka kamu jadi murahan gini, Ra! Jadi perempuan tuh yang punya harga diri! Jangan apa-apa ikut-ikutan! Aku tahu kamu sendiri juga nggak nyaman, 'kan? Jangan coba-coba hal yang kayak gitu, Ra!” pungkas Fera dengan sangat kesal. Dia membanting tas sekolahnya di sebelah kursi Ayra. Fera lalu keluar dari kelas. Bertepatan dengan itu, siswa-siswi lain mulai berdatangan.

Perkataan Fera membuat Ayra merenung. Dia menyadari akhir-akhir ini sikapnya salah. Akan tetapi, yang Fera tuduhkan tentang Rendra kepadanya tidaklah benar. Rendra diyakini sebagai lelaki yang memperlakukan dirinya dengan cara yang sopan.

***

“Rendra! Tunggu!”

Rendra menoleh ke sumber suara. Dia tersenyum tatkala melihat Ayra berlari kecil ke arahnya. Gadis yang di matanya selalu terlihat ceria. Ayra adalah versi perempuan apa adanya yang Rendra sukai.

Gadis itu masih berlari dengan rambut panjang terurai. Bergerak mengikuti irama kakinya. Terlihat lucu dan menggemaskan. Tangan Ayra memeluk jaket milik Rendra.

“Ini jaket kamu, Ren,” kata Ayra sesampainya di depan Rendra. Menyunggingkan senyum lebar dengan mata berbinar.

“Pakai kamu aja. Lagian udah sore. Takut kamu kedinginan. Sini aku pakein.” Kegiatan sepeti ini sudah terbiasa bagi mereka berdua sekalipun masih di lingkungan sekolah. Namun kali ini, keduanya tengah berada di area parkir motor yang sudah sepi sejak tadi. Seperti biasa, Rendra dan Ayra memburu materi yang masih dirasa kurang untuk ujian, bersama kelompok masing-masing hingga sore hari.

Jantung Ayra kembali berdegup seperti saat-saat dulu. Terakhir kali diperlakukan manis adalah dua minggu yang lalu, sedangkan mereka berpacaran sudah dua bulan lebih.

“Kamu kelihatan gugup, Ra,” ucap Rendra saat melepaskan tas ransel Ayra kemudian dia cangklong di punggungnya. Diteruskan dengan memakaikan jaket ke tubuh Ayra.

“Nafas dong, Ra. Masa sampai nahan nafas gitu? Manis banget kamu.” Rendra terkekeh pelan.

Tentu saja Ayra sangat gugup lantaran wajah Rendra begitu dekat dengan dirinya. Dia bahkan kesusahan untuk menarik oksigen. Perlakuan seperti inilah yang Ayra mau, yang Ayra rindu.

“Aku kangen sama kamu, Ren.”

“Maaf untuk hari kemarin, Ra. Aku egois. Kamu mau maafin aku, kan?”

Ayra mengangguk. Kemudian memejamkan mata saat wajah Rendra semakin dekat dengan wajahnya. Embusan napas itu dapat Ayra rasakan, yaitu membelai lembut kulitnya. Rasanya Rendra seperti hendak melakukan sesuatu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status