Share

Bab 6

Author: Eyn Wija
last update Last Updated: 2022-04-06 12:13:22

“Maafin aku, Ra,” sesal Rendra. Jauh di lubuk hatinya dia masih mencintai gadis tersebut.

“Kamu masih cinta sama aku 'kan, Ren?”

“Eum.” Dia mengusap rambut Ayra dengan lembut. Ini merupakan kali pertama mereka berpelukan. Di dalam kelas pula. Padahal ada CCTV yang memantau kegiatan mereka.

“Jangan lakuin ini lagi, Ra. Kamu cukup jadi diri sendiri. Nggak perlu mengubah jadi orang lain.” Rendra melepas pelukan itu. Kemudian membalutkan jaket miliknya dengan lebih kencang di tubuh Ayra. “Aku mau keluar. Kamu benerin pakaianmu dulu sebelum anak-anak lain datang.”

Rendra tentu saja bukan lelaki berengsek yang memanfaatkan keadaan. Terkadang memang terbawa dengan suasana liar sebab teman-teman sepergaulannya. Dia juga sering kali dirayu oleh Reti, perempuan yang selalu menyalakan mata kepada sosok Rendra. Sangat menyukai lelaki tersebut.

Reti juga memiliki gaya yang Rendra suka. Namun hanya untuk bersenang-senang dan sebagai hiburan.

“Kita nggak putus 'kan, Ren?”

Langkah Rendra terhenti saat tangannya hendak memegang gagang pintu. Dia ingin menoleh ke belakang, tetapi tidak yakin akan aman dengan posisi Ayra. Siapa tahu gadis itu tengah mengancingkan bajunya. Niat itu diurungkan.

“Ren. Kita nggak putus, 'kan?” ulang Ayra membutuhkan jawaban yang pasti. Gadis itu tidak akan menyerah bahkan mengabaikan rasa malu ataupun harga diri. Sejatinya seorang perempuan tidak perlu terlalu mengejar laki-laki. Namun jika sudah secinta ini, akan bagaimana lagi? Rasanya tidak begitu salah. Tidak begitu hina, bukan?

Ayra masih terdiam dengan jaket yang membalut tubuhnya. Masih belum membenarkan seperti apa yang telah Rendra perintahkan padanya.

“Iya. Kita nggak putus.” Rendra berucap dengan nada rendah.

“Yeyyy!” Kegirangan Ayra meledak-ledak hingga jaket yang dikenakan olehnya jatuh begitu saja sebab kedua tangan itu terangkat tinggi. Tubuh Ayra bagian depan sedikit terekspos.

Sementara, Rendra yang refleks menoleh ke arah Ayra, segera memalingkan wajah kembali. Jantungnya berdetak kencang kala menyaksikan belahan tubuh molek Ayra.

“Ayra! Benerin dulu bajumu!” sentak Rendra kemudian keluar sambil membanting pintu kelas.

Seketika kelas hening. Menyisakan ekspresi wajah gadis di sudut sana yang tampak begitu terkejut. Namun, beberapa detik kemudian, Ayra kembali girang.

“Kamu kenapa, Ra?” Seorang perempuan memasuki kelas tersebut dan itu adalah sahabatnya Ayra.

“Fera? Fer, sini, deh.” Ayra mengambil jaket kemudian dipamerkan pada Fera. “Ini jaketnya Rendra.”

Fera mengernyit tak mengerti. Pasal setahu dia, Ayra telah diputuskan kemarin sore di depannya. “Iya, terus?”

“Aku sama Rendra balikan lagi!” pekik Ayra sambil jingkrak-jingkrak.

“Kamu senang?”

“Iya jelas!”

Sebenarnya Fera tidak menyukai sikap Rendra sejak dulu. Di balik sikapnya yang tampak baik, Rendra diam-diam lelaki yang mesum. Fera tahu karena sering memergoki lelaki yang menjadi tetangganya itu menonton film dewasa bersama kakak lelakinya.

Fera sering mengunjungi rumah Rendra hanya untuk memberikan makanan karena disuruh oleh ibunya. Lelaki itu sendiri sudah tidak memiliki orang tua. Boleh dikatakan, Rendra adalah anak yatim piatu dan saat ini tinggal berdua bersama kakaknya sendiri.

“Ya udah kalau kamu senang.” Fera berjalan ke arah kursi tempat mereka berdua duduk.

“Kamu nggak setuju kalau aku balikan sama dia, Fer? Aku cinta banget sama dia. Dia juga lelaki yang bisa melindungiku,” terang Ayra mengikuti langkah kaki Fera. Kemudian duduk di kursi tempatnya seperti biasa.

“Kata siapa? Kata kamu? Kamu aja yang nggak tahu kelakuan dia di belakang. Cowok mesum!”

“Ishh, sembarangan! Rendra nggak gitu, ya, Fer? Aku bahkan hampir membuka bajuku dan dia langsung nutupin badanku pakai jaket miliknya.” Mata Ayra melebar saat mengatakan itu. Tidak terima jika kekasihnya dikatakan buruk oleh orang lain. Bertentangan dengan apa yang dilakukan kepadanya selama ini.

“Apa? Kamu buka baju di depan dia? Untuk apa? Demi bisa balikan? Aku nggak nyangka kamu jadi murahan gini, Ra! Jadi perempuan tuh yang punya harga diri! Jangan apa-apa ikut-ikutan! Aku tahu kamu sendiri juga nggak nyaman, 'kan? Jangan coba-coba hal yang kayak gitu, Ra!” pungkas Fera dengan sangat kesal. Dia membanting tas sekolahnya di sebelah kursi Ayra. Fera lalu keluar dari kelas. Bertepatan dengan itu, siswa-siswi lain mulai berdatangan.

Perkataan Fera membuat Ayra merenung. Dia menyadari akhir-akhir ini sikapnya salah. Akan tetapi, yang Fera tuduhkan tentang Rendra kepadanya tidaklah benar. Rendra diyakini sebagai lelaki yang memperlakukan dirinya dengan cara yang sopan.

***

“Rendra! Tunggu!”

Rendra menoleh ke sumber suara. Dia tersenyum tatkala melihat Ayra berlari kecil ke arahnya. Gadis yang di matanya selalu terlihat ceria. Ayra adalah versi perempuan apa adanya yang Rendra sukai.

Gadis itu masih berlari dengan rambut panjang terurai. Bergerak mengikuti irama kakinya. Terlihat lucu dan menggemaskan. Tangan Ayra memeluk jaket milik Rendra.

“Ini jaket kamu, Ren,” kata Ayra sesampainya di depan Rendra. Menyunggingkan senyum lebar dengan mata berbinar.

“Pakai kamu aja. Lagian udah sore. Takut kamu kedinginan. Sini aku pakein.” Kegiatan sepeti ini sudah terbiasa bagi mereka berdua sekalipun masih di lingkungan sekolah. Namun kali ini, keduanya tengah berada di area parkir motor yang sudah sepi sejak tadi. Seperti biasa, Rendra dan Ayra memburu materi yang masih dirasa kurang untuk ujian, bersama kelompok masing-masing hingga sore hari.

Jantung Ayra kembali berdegup seperti saat-saat dulu. Terakhir kali diperlakukan manis adalah dua minggu yang lalu, sedangkan mereka berpacaran sudah dua bulan lebih.

“Kamu kelihatan gugup, Ra,” ucap Rendra saat melepaskan tas ransel Ayra kemudian dia cangklong di punggungnya. Diteruskan dengan memakaikan jaket ke tubuh Ayra.

“Nafas dong, Ra. Masa sampai nahan nafas gitu? Manis banget kamu.” Rendra terkekeh pelan.

Tentu saja Ayra sangat gugup lantaran wajah Rendra begitu dekat dengan dirinya. Dia bahkan kesusahan untuk menarik oksigen. Perlakuan seperti inilah yang Ayra mau, yang Ayra rindu.

“Aku kangen sama kamu, Ren.”

“Maaf untuk hari kemarin, Ra. Aku egois. Kamu mau maafin aku, kan?”

Ayra mengangguk. Kemudian memejamkan mata saat wajah Rendra semakin dekat dengan wajahnya. Embusan napas itu dapat Ayra rasakan, yaitu membelai lembut kulitnya. Rasanya Rendra seperti hendak melakukan sesuatu.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Goodbye School   Bab 136 (SELESAI)

    Bunyi bel rumah membuat Ayra berjalan cepat menuju ke pintu untuk segera membukakannya. “Iya sebentar!” teriaknya sembari menuruni tangga. “Siapa sih, pagi-pagi gini udah ada yang datang? Kalau itu tamu kurang sopan, sih. Tapi kalau Mbok Inah nggak mungkin datang sepagi ini,” gumamnya dengan heran. Pasalnya, tidak biasanya ada orang yang datang ke rumahnya saat hari masih begitu pagi. Langit pun baru terlihat sedikit terang. Ayra meninggalkan Attar yang tadi masih rebahan di kasur. Dia meraih gagang pintu lalu membukanya. Betapa terkejut Ayra saat dia mendapati wajah seorang wanita yang berdiri di depan pintu dengan penampilan lebih menarik dibanding dirinya. Melihat wajah wanita itu, Ayra langsung menahan amarahnya yang seketika menggebu. Ada urusan apa lagi dengan wanita itu? Kendati demikian, Ayra harus belajar untuk bersabar. Dia terpaksa memasang wajah senyum. “Mbak Sania? Ada apa?” Ayra sadar bahwa semenjak mendengar kabar Sania dirawat di rumah sakit, kini sudah berlalu sel

  • Goodbye School   Bab 135

    “Coba jelasin.”“Kok kamu keliatan nggak suka gitu, Mas? Harusnya senang?”“Bu-bukannya aku nggak suka. Tapi aku kaget aja.”“Loh, kaget kenapa, Mas?” Ayra menuntut penjelasan atas reaksi suaminya yang terlihat membingungkan setelah dia menyatakan kalau Attar akan menjadi calon ayah. Seharusnya lelaki manapun akan merasa senang dan bangga mengetahui istrinya yang tengah hamil.“Maksud dari perkataanmu tadi ... kamu hamil?” tanya Attar untuk memastikan kembali.Kepala Ayra mengangguk.“Dari mana kamu tahu?”“Aku udah cek tadi sambil nungguin kamu pulang.”“Loh, tapi ‘kan aku pergi buat beli test pack. Kamu dapat alat itu dari mana?”“Makanya kalau mau apa-apa itu tanya atau bicara dulu sama istrinya. Ya aku masih nyimpen test pack lah! Aku punya stok banyak.” Ayra nyaris dibuat emosi oleh suaminya.“Oh ... jadi ... kamu beneran hamil?” Attar masih saja seperti orang linglung.“Ih! Mas Attar kok gitu reaksinya?!” teriak Ayra sambil memukul dada Attar dengan keras karena benar-benar kesa

  • Goodbye School   Bab 134

    “Ay, sampai sekarang aku merasa masih punya hutang sama dia. Aku merasa sangat bersalah. Aku merasa berdosa karena perbuatanku waktu itu. Aku harap kamu ngerti.” Attar menggigit bibir bawahnya. Menahan rasa gelisah sekaligus cemas. Takut apabila Ayra semakin marah.“Jadi ... kamu diam-diam masih mikirin dia, Mas?” Ayra mengusap air matanya yang menetes lagi, menyapu pori-pori di kulit wajahnya.Hati kecil Attar ingin sekali berteriak. Dia tidak bermaksud seperti itu. Namun dia gagal menyampaikan kepada Ayra dan wanita itu semakin salah paham terhadapnya.“Ay, kenapa kamu mikir sejauh itu?” tanya Attar sembari melangkah, mendekati Ayra. Kemudian perlahan meraih wajah Ayra dan berakhir memeluk tubuh istrinya.Tangis Ayra seketika pecah. Suaranya menggema di ruang tamu, teredam oleh dada Attar. Lelaki itu mempererat pelukannya.“Aku minta maaf. Ini salahku.”“Aku cuma takut kalau kamu diam-diam menjalin hubungan atau punya perasaan dengan wanita lain, Mas. Aku nggak mau sampai itu terjad

  • Goodbye School   Bab 133

    “Dari mana aja kamu, Mas?” tanya Ayra dengan nada dingin.Attar baru saja masuk ke rumah. Dia langsung mematung seketika mendapati istrinya berdiri tak jauh dari meja tamu, dengan posisi membelakanginya. Di sana sudah tidak ada kedua orang tuanya. Kemungkinan besar, ayah dan ibunya Attar sudah masuk ke kamar karena hari sudah berganti menjadi malam. Attar pergi selama kurang lebih dua jam.Keberanian Attar menciut. Terlebih lagi, Ayra terus memunggungi dirinya. Dapat disimpulkan bahwa wanita itu sungguh marah padanya.“Ay, aku habis—”“Siapa yang kamu bayarkan di rumah sakit?” Ayra memotong perkataan Attar dan ucapannya itu membuat sang suami menelan saliva dengan berat.Dari mana Ayra bisa tahu?Kini Ayra berbalik badan. Dia tidak mendengar jawaban dari Attar dan rasa kecewa itu terus menyelimuti hatinya hingga membuat napas Ayra terasa sesak.“Ayo jawab, Mas! Ada yang kamu sembunyiin dari aku? Jangan-jangan ada wanita lain yang diam-diam menjalin hubungan sama kamu di belakangku. Ta

  • Goodbye School   Bab 132

    “Mas? Kamu pergi? Jangan lama-lama, ya?” Ayra menyahut dari kejauhan sana.“Iya, Sayang. Nggak akan lama kok.”“Oke. Aku tunggu di rumah. Setengah jam lagi harus nyampe rumah. Daah.” Ayra mematikan panggilan secara sepihak.Sedang Attar menggigit bibir bawahnya. Perjalanan dia menuju rumah sakit terdekat saja memakan waktu sekitar dua puluh menit. Belum lagi dia harus menggunakan waktunya lagi untuk membeli makanan yang Ayra inginkan. Perjalanan pulang juga kembali memakan waktu.“Aku harus mencari cara supaya Ayra nggak marah. Atau aku harus mencari cara supaya bisa mencari alasan yang masuk akal kenapa aku bisa lama.” Attar bermonolog dalam hatinya.Attar kembali menoleh ke arah Sania. Wanita itu terlihat begitu malang. Ada apa dengan Sania? Mengapa terlihat rapuh seperti itu? Apakah terjadi sesuatu padanya?Attar mengontrol pikirannya. Itu bukan hak dan urusannya. Hanya saja, dia sedikit penasaran atas apa yang terjadi pada wanita yang ditempatkan di jok belakangnya.Dua puluh meni

  • Goodbye School   Bab 131

    “Ayra tidur?” tanya Sarah saat Attar kembali turun ke ruang tamu menemui kedua orang tuanya yang masih duduk di sana.“Iya, Bu. Badannya lagi kurang sehat. Mungkin dia sakit karena kecapekan.” Attar menjawab. Dia mengembuskan napas berat saat mengingat kalau keadaan istrinya saat ini sedang kurang baik meskipun jauh di lubuk hatinya, Attar merasa seperti ada kabar bahagia yang sebentar lagi hadir di rumah tangga mereka.“Jangan-jangan istri kamu nggak enak badan bukan cuma karena perjalanan aja? Gimana kalau ternyata Ayra sedang isi? Coba cek kehamilan,” usul Sarah yang langsung disetujui oleh suaminya.“Aku setuju banget, Bu. Attar, lebih baik sekarang kamu pergi ke apotek terdekat dan beli test pack. Nanti malam coba tes kehamilan. Ayah yakin kalau ini pertanda baik.”Attar mengalihkan perhatiannya ke wajah sang ayah. Dia belum sempat duduk dengan benar, tetapi perkataan ayahnya seakan menggugah hatinya untuk segera pergi ke suatu tempat dan mendapatkan alat kecil yang sedang dibica

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status