Share

Gosipin Si Boss
Gosipin Si Boss
Penulis: Ovvpie

Pak Kabag

Ada orang cakep di tempat kerja adalah salah satu hal yang bisa membuat semangat naik saat bekerja. Tidak peduli jabatannya setara maupun dia seorang atasan, cuma dengan melihatnya saja sudah membuat daya hidup meninggi. Pokoknya, orang cakep for the win!

Orang-orang di tempatku bekerja mungkin salah satu orang yang beruntung, karena di tempat kerja kami cukup banyak karyawan berparas cantik dan tampan. Yang biasa juga banyak sih, tapi sudah sangat jelas di sini adalah sarang para visual. Apalagi pak Kabag (Kepala Bagian) HRD yang tak lain adalah atasanku di Rumah Sakit Harapan Sentosa.

Nama beliau adalah Alfa Lingga Utama Harianto. Dari namanya saja sudah semenarik itu, ditambah dengan nama panggilan yang super mendominasi.

Pak Alfa, begitulah kami memanggilnya. Umurnya baru sekitar tiga puluhan awal, tetapi dengan kompetensi dan keuletannya sudah bisa naik ke level Kabag. Baru dua tahun yang lalu dia diangkat setelah dipindahkan dari cabang rumah sakit di kota lain. Di grup rumah sakit kelas C ini bisa dibilang dia adalah bos termuda. Karena karyawan dengan level Kabag lainnya kira-kira sudah berusia di atas 40-an.

Sudah tampan, karir mapan, cerdas, penyabar pula. Siapa juga yang tidak terpesona dengan Pak Alfa. Apa lagi dia masih single. Diberi senyum sendikit saja sudah serasa terbang ke kahyangan, apa lagi kalau jadi pacarnya. Jelas aku tidak akan kuat.

Seperti saat ini. Senyumnya tak kunjung pudar walaupun sedang mencoret-coret pengajuan gaji karyawan yang ku berikan. Padahal aku sudah berusaha menyusunnya secara teliti dan sesuai dengan panduan seperti biasanya, tetapi Pak Alfa masih bisa melihat kesalahanku. Luar biasa memang. Siapa yang menyangka mata teduhnya itu setajam mata elang.

"Ini tolong diperbaiki lagi. Terutama untuk bonus lembur. Jangan lupa teliti lagi lampirannya." Ucapnya santai.

"Baik, Pak." jawabku.

Begitu keluar dari ruangannya, aku langsung menghembuskan napasku pelan. Meskipun coretannya cukup banyak, setidaknya dia tidak membuatku takut. Sungguh aku bersyukur atasanku adalah Pak Alfa yang bicaranya santai dan tidak menggebu-gebu. Aku jadi merasa sanggup untuk merevisi lagi.

Setelah urusannya denganku sudah selesai, kini saatnya Wina yang harus bertemu dengannya.

"Waw... merah membara." ucapnya berbisik melihat coretan di kertas yang ku bawa.

Aku menyengir, lalu menjawab, "Mungkin abis ini kamu, Win."

Kemudian, aku pun kembali ke mejaku dan mengerjakan laporan dan pengajuan yang harus direvisi. Kali ini harus lebih teliti, supaya tidak lagi revisi.

Sementara aku mengerjakannya, terdengar suara yang cukup keras dari ruangan Pak Alfa. Sepertinya lagi-lagi Wina berbuat masalah. Penyebabnya pasti soal in house training untuk karyawan baru yang belakangan ini dilaksanakan. Sayup-sayup suara yang keluar dari mulut Wina tak jauh dari "Baik, Pak." "Maaf, Pak." Tiada lain.

Mungkin butuh klarifikasi di sini. Tadi ku bilang bahwa Pak Alfa selalu sabar dan tersenyum pada bawahannya. Tetapi, itu tidak berlaku untuk Wina. Untuk penyebabnya, jujur aku kurang tahu. Tetapi, selalu saja Wina yang kena omelannya. Dan selalu saja Wina akan tersenyum kegirangan setelah keluar dari ruangan itu.

Bisa saja aku salah, namun intuisiku yang seorang fans berat cerita office romance berkata bahwa ada 'sesuatu' di sini. Pasalnya, Wina yang kukenal selama 6 tahun itu cukup handal dan cerdas. Karena itu aku yakin saat dia dipindahkan ke sub bagian training dua tahun yang lalu, dia akan sangat berjasa di divisi ini.

Namun sialnya, kepindahannya dari bagian rekam medis ke HRD bersamaan dengan kehadiran Pak Alfa yang baru diangkat menjadi Kabag HRD di cabang ini. Dan sejak itu semangat Wina yang muncul saat di awal kepindahannya semakin redup. Penyebabnya tak lain adalah Pak Alfa yang suka mengomelinya.

Lalu, selanjutnya Wina jadi sering mendampinginya dalam melaksanakan acara kantor. Alasannya untuk mengawasi, tapi jujur saja aku curiga. Dan rasa penasaran ini membuat mataku tak bisa lepas dari mereka.

"Heh! Kerja woi! Ngiatin ruangan Pak Alfa mulu." Raga yang duduk di meja sebelahku memperingatkan. Berkatnya aku jadi tersadar bahwa fokusku terbelah menjadi dua.

"Iya, maaf. Kepo aku tuh, Rag." ujarku.

Aku harus kembali fokus ke layar komputer, kalau tidak mau revisi lagi. Sepenuh hati ku alihkan pandanganku dari ruangan Pak Alfa. Ayo fokus... fokus...

*

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Laporanku sudah kurevisi dan kuserahkan lagi sejak dua jam yang lalu. Sehingga aku sudah mulai memegang pekerjaan payrol yang lainnya. Mungkin jam tiga sore nanti aku sudah bisa bersantai, jadi bisa pulang tepat waktu. Tetapi, sebelum lanjut tentunya makan siang adalah hal yang wajib.

Umumnya para karyawan akan diberikan makan siang dari catering, tetapi ada pula yang memilih makan di food court rumah sakit meskipun akan cukup ramai dengan pengunjung . Tetapi, ada juga yang memilih membawa bekal sendiri atau sekedar jajan di koperasi. Sedangkan pilihanku saat ini adalah makan di food court. Karena, Pak Alfa dan Wina juga makan di sana.

Berdua.

Bersama-sama.

Mana mungkin aku yang kepo melewatkan ini.

"Lo makan di food court lagi?" tanya Raga yang juga menuju food court denganku.

"Iya. Lagi males masak, cuy. Makanan katering juga bosen." jawabku.

"Mbak Bella jadi sendirian makan bekalnya, dong. Ditinggalin mulu sama lo sekarang."

Aku menggigit bibirku, lalu berkata, "Ya... gimana, ya? Tenagaku udah sibuk buat dipakai hal lain, sih."

"Hahah... palingan abis buat liatin Wina sama Pak Alfa." tebak Raga.

Kesal juga disindir begitu, tetapi memang begitu adanya. Raga sudah cukup lama mengenalku, jelas dia paham banyak hal tentangku. Termasuk tentang aku yang selalu kepo dengan cerita cinta orang lain.

"Cecil... Cecil... lo tuh kebanyakan baca novel online sama nonton drama Korea tau, gak?"

Aku hanya bisa menanggapi Raga dengan ringisan gigi, karena lagi-lagi dia menebakku dengan tepat.

Kini kami sudah berada di food court. Wina dan Pak Alfa duduk dengan jarak lima meter dari tempat duduk kami. Mereka tampaknya tinggal menunggu pesanan datang ke meja mereka.

"Lo mau pesen apaan?" Raga yang masih berdiri di samping bangku bertanya padaku.

"Mmm... Baso aja, deh. Minumnya air mineral. Nih duitnya." jawabku sambil menyerahkan selembar uang berwarna biru pada Raga.

"Ok." sahutnya.

Raga kemudian pergi memesan makanan kami. Sementara aku menunggunya kembali, aku membuka ponsel yang baru sempat ku sentuh. Tidak terlalu banyak notifikasi di sana, hanya ada berita cuaca dan beberapa pesan di chatting.

Aku balas satu persatu pesan itu mumpung sempat. Tetapi, karena itu aku jadi tidak menyadari ada seorang pria berbadan tinggi yang berdiri di sampingku. Hingga akhirnya dia menyapa.

"Cil, kamu sendirian?" tanyanya.

Aku menengok, lalu mendongak untuk memastikan siapa yang mengajakku bicara itu.

"Oh, Pak Alfa. Dikiranya siapa. Saya sama Raga ke sini, Pak." jawabku.

"Hmm... gimana kalau kalian gabung sama saya dan Wina? Kami cuma berdua di sana. Dari pada nanti duduk sama yang gak gitu kenal." ajaknya.

Karena dia atasanku, rasanya tidak enak kalau menolak. Tetapi mengingat rasa curigaku dengan hubungan mereka berdua, apa nantinya tidak mengganggu ya?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
minicroissant
menarik sih ceritanya.. mau follow akun sosmed nya dong kalo boleh?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status