Share

Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat
Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat
Author: pramudining

1. Teror Menakutkan

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-05-16 10:54:47

Happy Reading

*****

"Mut, aku duluan, ya," ucap seorang perempuan berseragam sama seperti Mutia.

"Udah dijemput sama Pak Su, ya?" tanya balik gadis berumur 29 tahun dengan rambut lurus sebahu.

"Iya, nih. Dia sudah ada di depan katanya. Kamu tak tinggal sendiri, nggak masalah, kan?" Pemilik nama Novita itu menatap sang sahabat dengan khawatir.

"Nggak papa, tinggal aja. Bentar lagi, aku juga sudah selesai. Lagi satu anak yang belum aku masukkan," jawab Mutia.

"Beneran, nih. Di sekolah udah nggak ada orang, lho," kata Novita, memastikan.

Mutia menganggukkan kepala dengan senyum yang begitu meyakinkan. "Daripada aku diperkarakan sama Pak Pengacara karena kasus eksploitasi. Mendingan kamu pulang sekarang, deh."

"Oke ... oke. Aku pulang sekarang." Novita mulai membereskan barang-barang yang ada di mejanya. Lalu, merangkul sang sahabat dan berpamitan. "Ingat! Jangan pulang terlalu malam. Ini sudah pukul sembilan. Jalanan di sekitar sekolah cukup sepi di malam hari."

"Siap." Mutia menyatukan jari telunjuk dan jempolnya, setelahnya tersenyum lebar. "Salam sama pak Pengacara, ya."

"Siap."

Sepeninggal sahabatnya, Mutia kembali menatap layar laptop. Berusaha secepat mungkin menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum jam sepuluh. Sebenarnya, dia bisa saja mengerjakan rapor anak didiknya di rumah, tetapi tidak dilakukannya karena laptopnya rusak, sedangkan yang ada di sekolah tidak boleh dibawa pulang.

Beberapa saat kemudian, Mutia berhasil menyelesaikan semua pekerjaannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih. Teringat akan kata-kata Novita tadi, perempuan itu dengan cepat membereskan semua barang-barang yang berserakan.

Keluar dari ruangan guru, Mutia bertemu dengan penjaga.

"Sudah selesai, Bu?"

"Sudah, Pak. Terima kasih sudah mau menunggu dan maaf kalau mengganggu waktu istirahatnya."

"Nggak apa-apa, Bu. Sudah tugas saya menjaga keamanan sekolah."

"Baiklah, Pak. Saya permisi pulang, ya."

"Iya, Bu."

Malam yang menegangkan bagi Mutia karena dia pulang pada jam yang terbilang cukup larut. Sebenarnya, jarak rumah kontrakannya dengan sekolah tidak begitu jauh. Cuma karena keadaan sepi, jadi rasa was-was itu muncul dalam dirinya. Jika siang, wilayah itu memang ramai karena lokasi perkantoran.

Menoleh ke belakang, bulu kuduk Mutia berdiri. Tadi, dia sempat merasakan ada seseorang yang mengikuti, tetapi ketika dilihat tak ada seorang pun. Mempercepat langkah supaya segera keluar dari jalan gelap dan sepi, Mutia semakin merasakan seseorang sedang mendekatinya.

Sampai di tempat yang benar-benar gelap, tidak ada penerangan apa pun kecuali sinar rembulan, tiga orang lelaki berperawakan dempak dan menakutkan menghadang jalannya.

"Siapa kalian?" tanya Mutia dengan suara bergetar.

"Untuk apa kamu bertanya siapa kami," kata salah satu dari mereka yang sepertinya adalah pemimpin dari dua lelaki yang mengelilingi Mutia. "Cepat tangkap dia. Kalian bisa langsung mencicipinya. Lumayan cantik juga target kita kali ini."

Dua lelaki itu bergerak cepat memegang tangan Mutia. Kekuatan yang cukup besar tidak mampu perempuan itu tandingi.

"Kalian mau apa? Aku nggak punya harta benda yang berharga," ucap Mutia ketakutan.

"Kata siapa kami menginginkan hartamu. Kami cuma ingin tubuhmu," sahut lelaki yang memegang tangan kanan Mutia dengan erat.

"Jangan lakukan ini." Mutia berusaha melepaskan diri, tetapi tetap saja tidak bisa karena pegangan pada kedua lelaki itu cukup kuat di pergelangannya.

Di saat Mutia berusaha melepaskan diri dari cengkeraman dua preman itu, pemimpin mereka mendekat dan mulai berusaha mendaratkan ciuman di wajah sang guru. Mutia berusaha menghindari ciuman dari lelaki tak dikenalnya itu dengan membuang muka ke kanan dan kiri.

"Diam, kalau pengen selamat. Asal kamu menurut padaku, kami nggak akan membunuhmu." Sang pemimpin preman mencengkeram wajah Mutia supaya tidak bisa bergerak lagi. Brutal, dia mulai mendekatkan bibirnya.

Mutia berusaha sekuat tenaga agar lelaki bejat itu tidak bisa menyentuh tubuhnya. Namun, semakin dia berusaha untuk melepaskan diri, perempuan itu akan semakin kesakitan. Tiga preman tersebut benar-benar seperti binatang. Menampar, memukul bahkan telah berhasil mengoyak kemeja putih yang dikenakan Mutia.

"Tolong jangan lakukan ini," teriak Mutia. Diam-diam, dia berusaha meraih tas dan berniat mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi siapa pun yang bisa membantunya.

Ketiga preman itu tertawa keras. "Kamu kira kami akan melepaskanmu dengan mudah. Kami dibayar untuk memberimu pelajaran bahkan jika mungkin, nyawamu harus kami lenyapkan."

"Lanjut, Bos. Nggak perlu kita banyak bicara dan menjelaskan apa pun pada perempuan ini," saran salah satu preman tersebut.

Plak ...

Sebuah tamparan mendarat di pipi lelaki yang berkata tadi. "Beraninya kamu memerintahku!" bentak si pemimpin.

Lelaki yang ditampar tadi mengusap pipinya karena terasa begitu menyakitkan. "Bukan gitu, Bos. Aku cuma takut ada orang lewat dan membantu dia melarikan diri. Tugas kita bisa gagal kalau begini."

Selagi dua preman itu berdebat, Mutia mencoba melarikan diri dan menghubungi Novia.

"Hei, jangan lari!" teriak si preman yang tidak terlibat dalam perdebatan. "Bos, dia mau kabur."

Dua preman yang berdebat langsung bertindak mengejar Mutia. Ketika salah satunya berhasil menangkap, tamparan yang keras dilayangkan pada gadis tersebut. Mutia tersungkur ke tanah. Darah segar keluar dari pipinya.

"Apa salahku? Aku nggak kenal sama kalian?" tangis Mutia pecah.

"Kamu memang nggak mengenal kamu, tapi seseorang yang menyuruh kami mengenalmu," bentak si pimpinan preman.

"Siapa orang yang sudah menyuruh kalian?" tanya si perempuan dengan tubuh gemetar.

"Nggak perlu kamu mengetahui." Si pimpinan menyuruh anak buahnya dengan mata untuk memegang tubuh gadis berkulit kuning Langsat di depannya.

"Pegangi dia. Aku sudah tak sabar mencicipi tubuh mulusnya." Gairah sang pimpinan berkobar ketika melihat dua bukit kembar Mutia yang terekspos.

"Jangan! Tolong!" teriak Mutia sekencang mungkin. Namun, semua itu percuma. Tak akan ada seorang pun yang lewat di jalan tersebut.

Ketika tubuhnya mulai dijamah dan bajunya dibuka satu per satu. Air mata perempuan itu mengalir deras. Cuma bisa berdoa akan datang suatu keajaiban yang membawanya keluar dari semua pelecehan itu.

"Jika memang takdirku harus terhina, maka matikan aku sekarang juga," doa Mutia di tengah siksaan yang menderanya.

Baru saja selesai merapalkan doa dalam hati, sorot lampu mobil menyilaukan mata ketiga preman tersebut. Mutia memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari dan mengetuk kaca mobil tersebut.

"Tolong!" pinta Mutia dengan pakaian berantakan yang menampakkan sebagian tubuhnya pada lelaki pemilik mobil.

Orang yang berada di dalam mobil menurunkan kaca. Melihat Mutia dengan tatapan mematikan.

"Apa yang aku dapatkan ketika aku mampu menolongmu?" Sorot mata lelaki itu tajam ke arah bukit kembar Mutia bahkan tatapannya tak jauh berbeda dari ketiga preman tersebut.

"Saya ...," sahut Mutia dengan suara bergetar ketika mengetahui siapa lelaki pemilik mobil tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   17. Kacau

    Happy Reading*****Tak berbeda jauh dengan keadaan Mutia yang kacau, kondisi Bagas pun lebih menyedihkan lagi. Setelah meninggalkan klinik Satya karena kecewa dan kesal dengan hasil pemeriksaan Mutia, lelaki itu segera datang ke kantor. Rapat penting yang membahas proyek besar bernilai fantastis, dia batalkan. Entah mengapa hatinya begitu sakit ketika mengetahui dirinya bukanlah lelaki pertama yang berhubungan intim dengan Mutia. "Kamu beneran sudah gila, Gas. Cuma karena suasana hatimu buruk, kamu bisa membatalkan meeting penting kali ini. Ada apa sebenarnya? Nggak biasanya kamu linglung begini. Apa ini menyangkut Fardan?" tanya Arham di ruang kerja Bagas. Lelaki itu terpaksa menghubungi klien mereka yang akan bekerja sama untuk membatalkan pertemuan. Alhasil, rekanan itu marah dan membatalkan kontrak kerja sama yang akan mereka jalani. Pihak rekanan menganggap jika perusahaan yang dipimpin Bagas, hanya main-main dengan proyek yang sedang berlangsung. Bagas tak menyahut, malah m

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   16. Bukan Perawan

    Happy Reading*****"Mengapa kamu berbohong, Tia!" bentak Bagas, tangannya masih mencengkeram kuat leher wanita di sebelahnya padahal Satya sudah berusaha menyingkirkan tangan itu."Hentikan, Gas! Atau aku akan memanggil polisi," bentak Satya, "Ingat, kamu sedang berada di klinikku sekarang. Nggak usah nyari gara-gara." Bagas melepaskan cengkeraman tangannya dari leher Mutia, tetapi tatapannya masih saja menakutkan. "Kamu mengatakan tidak pernah berhubungan dengan Nazar, tapi apa ini?" teriak Bagas, meluapkan semua kekecewaannya pada perempuan yang semalam sudah membuatnya terbang berkali-kali ke nirwana. Kini, lelaki itu kembali mencengkeram leher wanitanya walau tidak sekuat tadi. Mutia terbatuk-batuk, tenggorokannya sakit hingga tidak bisa menjawab pertanyaan lelaki yang sudah menolongnya itu. Dia sama sekali tidak memahami mengapa Bagas marah sampai lepas kendali seperti tadi. Mutia semakin takut dan mempertanyakan pendapatnya sendiri yang mengatakan bahwa Bagas adalah lelaki

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   15. Kenyataan Pahit

    Happy Reading*****Bagas segera melangkah keluar ketika percakapannya dengan seseorang ditelepon sudah terputus. Sementara Mutia masih berendam di bak mandi air hangat yang sudah disiapkan lelaki itu. Aroma lavender yang berasal dari lilin di sebelahnya memberikan sensasi menenangkan, perempuan itu tanpa terasa memejamkan mata kembali.Entah berapa lama dia tertidur di bak tersebut, saat terasa sentuhan di kulitnya yang halus, Mutia membuka mata."Sudah berendamnya, ya." Bagas segera mengangkat tubuh perempuannya tanpa meminta persetujuan Mutia."Pak," jerit Mutia ketika lelaki itu menggendongnya. Merapatkan kedua paha agar pusat intinya tidak terlihat oleh Bagas. Tadi, Mutia tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun saat berendam."Malu?" tanya Bagas sambil terkekeh. "Aku sudah melihat semuanya semalam.""Iya, tapi kan," protes Mutia sambil menyembunyikan wajahnya di ceruk leher si lelaki."Sudahlah." Bagas menurunkan Mutia di kursi meja kerjanya. Lalu, mengambilkan jubah mandi un

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   14. Malam Panas

    Happy Reading*****"Aaah," ucap Bagas merasakan geli ketika bibir Mutia menyentuh area lehernya. Rasanya pusat inti sang lelaki makin terbangun saat ini. "Selesaikan makannya dulu!" Lelaki itu menyuapkan kembali makanan ke mulut wanitanya. Setelahnya memasukkan makanan ke mulutnya sendiri dengan menggunakan sendok sama seperti yang dipakai untuk menyuapi Mutia. Bagas perlu mengisi energinya sebelum kegiatannya dengan Mutia dimulai. Sejak sarapan tadi, lelaki itu belum mengisi perutnya kembali dengan makanan.Selesai menghabiskan makanan yang ada di piringnya, Bagas membopong Mutia."Bi," paggil sang pemilik rumah pada pembantunya. Perempuan paruh baya yang membantu Mutia di dapur tadi, tergopoh mendekati majikannya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat adegan romantis yang belum pernah dia lihat."Aduh, mata Ibu ternoda, Mas," kata Bi Siti, menggoda majikannya yang sejak beberapa tahun lalu seperti antipati terhadapa wanita. Namun, anehnya nama Bagas sebagai don juan begitu me

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   13. Permainan Mutia

    Happy Reading*****Mutia berjingkat, lalu menatap dua lelaki berbeda generasi itu dengan tatapan heran."Batasan apa yang kamu maksud? Apa yang kita lakukan nggak jauh beda," cibir Fardan, enteng bahkan tak ada permintaan maaf yang keluar dari bocah itu."Dan," panggil Arham sambil menggelengkan kepala. Jelas sekali lelaki itu meminta supaya si kecil tidak melanjutkan perdebatannya dengan Bagas."Ham, bawa anak ini keluar kalau perlu kurung dia supaya sadar kesalahannya," perintah Bagas pada asistennya."Gas, ingat. Dia masih kecil," protes Arham yang langsung mendapat pelototan dari Bagas."Masih kecil saja sudah jadi pembangkang. Bagaimana besarnya nanti?""Bukankah kelakuan kita sama. Kamu masih kecil juga sering membangkang dan nggak mematuhi omongan Eyang Kakung," cibir Fardan.Braak ....Tangan Bagas memukul meja dengan keras."Enyahkan di dari hadapanku! Kurung dia di kamarnya," bentak Bagas pada Arham."Tapi, Gas," tolak Arham.Entah kekuatan dari mana, Mutia tanpa sadar meme

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   12. Keras Kepala

    Happy Reading*****Tatapan lelaki itu begitu menakutkan bagi Mutia, tetapi Fardan sama sekali tak gentar. Si kecil malah melotot mendengar perkataan Bagas yang menghentikan ucapannya tadi."Aku punya hak memilih siapa perempuan yang akan menjadi istrimu. Jika aku nggak setuju dengan perempuan itu. Maka, kamu nggak boleh menikahinya," kata Fardan keras. Arham dengan cepat menutup mulut si kecil karena melihat tatapan mengerikan dari Bagas.Sang asisten bahkan sudah memindahkan tubuh mungil yang sejak tadi menaruh tangannya di pinggang ke dalam gendongannya. Arham terlihat seperti melerai pertengkaran yang terjadi dengan lawan yang tidak seimbang."Kalian ini kenapa sebenarnya?" tanya Mutia, "Apa hubungan kalian berdua? Pak Bagas aneh. Omongan anak kecil masih saja diladeni.""Diam!!" bentak Bagas dan juga Fardan secara bersamaan."Eh." Mutia langsung memundurkan langkah ketika mendengar suara keras tersebut."Sebaiknya, kamu siapkan makanan untuk kami," perintah Bagas dengan tatapan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status