Share

3. Kekasih Bajingan 2

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-05-16 10:56:05

Happy Reading

*****

Lelaki itu menatap Mutia dengan marah, membuat si ibu guru langsung menundukkan kepala.

"Angkat kepalamu!" perintah Bagas, "Aku bukan Nazar yang tidak akan mau mendengarkan apa yang wanitanya inginkan."

Perlahan, Mutia memberanikan diri mengangkat kepala. Namun, wajahnya masih terlihat ketakutan. Siapa yang tidak akan takut ketika berhadapan dengan lelaki seperti Bagaskara ini. Nama kejam dan cap playboy sudah tersemat lama pada lelaki tersebut.

"Sekarang, katakan apa yang ingin kamu sampaikan. Tapi, aku tidak akan menerima penolakan karena kamu telah berjanji tadi." Walau lembut, tetapi perkataan Bagas sarat ancaman. Mana mungkin Mutia akan mengingkari apa yang sudah dia ucapkan tadi.

"Saya cuma minta waktu sebentar untuk membersihkan diri. Sejak tadi pagi, saya belum sempat mandi. Pastinya, Anda nggak akan suka dengan bau-bau tak sedap yang mungkin akan tercium dari tubuh ini." Mutia berkata sambil menundukkan kepala.

Terdengar suara tawa dari Bagas. "Tapi, di rumah ini tidak ada baju perempuan. Jadi, baju apa yang akan kamu gunakan setelah selesai mandi nanti?"

Mutia melirik lawan bicaranya, jarang sekali lelaki don juan itu berkata seperti tadi. Biasanya, kalimat yang dikeluarkan lelaki itu selalu singkat, padat, jelas. Jarang sekali mengatakan hal-hal random seperti tadi.

"Kalau begitu, bolehkah saya meminjam kemeja Anda?" pinta Mutia, menatap lawan bicaranya dengan rasa takut.

"Pilih saja di lemari. Jangan memilih yang sudah aku pakai. Ambil yang baru, ada banyak di sana." Bagas berdiri menjauhi perempuan yang dibawanya. Namun, ketika akan mencapai gagang pintu, lelaki itu berbalik. "Untuk peralatan mandi, kamu juga ambil yang baru."

"Iya." Patuh, Mutia menganggukkan kepala dan tidak menoleh pada Bagas lagi.

Beberapa menit berlalu, Mutia sudah mengenakan kemeja milik Bagas tanpa menggunakan dalaman sama sekali karena memang tidak ada pengganti yang bisa dia gunakan. Mutia sengaja memilih kemeja berwarna hitam agar tidak terlihat mencolok di mata Bagas.

Sang pemilik rumah sudah berada di ranjang dengan piyama berbahan satin. Menatap Mutia yang baru saja keluar dari kamar mandi nyaris tanpa berkedip.

"Kemarilah," perintah Bagas tanpa mengalihkan tatapannya.

"Hmm. Rambut saya masih basah," ucap Mutia dengan suara bergetar.

Tanpa membalas perkataan perempuan tersebut. Bagas turun dari pembaringan. Menarik tubuh Mutia ke dalam pelukan, hanya sebentar saja. Setelah mencium aroma sampo yang digunakan perempuan itu, Bagas menuntunnya untuk duduk di depan cermin.

"Biar aku keringkan. Aku sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi," bisik Bagas sambil mencium cuping telinga Mutia.

Bulu kuduk perempuan itu berdiri. Sejak tadi, Bagas memperlakukannya begitu intim.

"Pak, biar saya saja," pinta Mutia, merebut hair dryer di tangan sang Don Juan.

"Aku tidak suka dibantah oleh seorang perempuan," sahut Bagas begitu tegas, syarat perintah yang harus dipatuhi oleh orang lain.

Mutia terpaksa membiarkan lelaki itu mengeringkan rambutnya. Walau ada rasa takut dan khawatir jika Bagas akan segera menyerangnya. Namun, semua hal yang dirasakan si perempuan tidak terjadi bahkan untuk menyentuh area intim dan terlarang. Lelaki itu tidak melakukannya.

Cuma butuh waktu sekitar lima menit bagi Bagas untuk mengeringkan rambut Mutia. Setelahnya, si lelaki langsung membopong perempuan itu keranjang besar miliknya. Meletakkan  Mutia dengan hati-hati seolah sang guru adalah barang antik yang mudah rusak jika dia berlaku kasar.

Kilat gairah memenuhi indera Bagas. Jangan tanya seberapa takut Mutia saat ini, rasanya dia ingin menghilang saja. Kesucian yang berusaha dijaga mati-matian, mungkin akan segera lenyap setelah malam ini.

Bagas semakin tampak menakutkan ketika dia sengaja membuka kancing piyama dan melepas pakaian tersebut. Cengkeraman tangannya begitu kuat di pundak Mutia.

"Pak," panggil Mutia lirih.

"Apa?" Tak sabar, lelaki itu merebahkan Mutia, menindihnya hingga tidak ada ruang untuk melarikan diri bagi mangsanya.

"Saya ...." ucap Mutia bergetar.

Cup ....

Sebuah ciuman mendarat di kening perempuan itu.

"Jangan takut. Kita nikmati saja malam ini."

Ciuman Bagas mulai turun ke area pipi. Lalu, beralih ke bibir. Menuntut sang wanita untuk membalasnya.

Mutia, memukul pelan punggung Bagas yang terbuka.

"Pak, tolong pelan-pelan. Ini pertama kalinya bagi saya berhubungan intim dengan laki-laki," kata Mutia gemetaran.

Suara tawa Bagas meledak. "Aku nggak suka diatur-atur. Penuhi janjimu tadi!" bentaknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   17. Kacau

    Happy Reading*****Tak berbeda jauh dengan keadaan Mutia yang kacau, kondisi Bagas pun lebih menyedihkan lagi. Setelah meninggalkan klinik Satya karena kecewa dan kesal dengan hasil pemeriksaan Mutia, lelaki itu segera datang ke kantor. Rapat penting yang membahas proyek besar bernilai fantastis, dia batalkan. Entah mengapa hatinya begitu sakit ketika mengetahui dirinya bukanlah lelaki pertama yang berhubungan intim dengan Mutia. "Kamu beneran sudah gila, Gas. Cuma karena suasana hatimu buruk, kamu bisa membatalkan meeting penting kali ini. Ada apa sebenarnya? Nggak biasanya kamu linglung begini. Apa ini menyangkut Fardan?" tanya Arham di ruang kerja Bagas. Lelaki itu terpaksa menghubungi klien mereka yang akan bekerja sama untuk membatalkan pertemuan. Alhasil, rekanan itu marah dan membatalkan kontrak kerja sama yang akan mereka jalani. Pihak rekanan menganggap jika perusahaan yang dipimpin Bagas, hanya main-main dengan proyek yang sedang berlangsung. Bagas tak menyahut, malah m

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   16. Bukan Perawan

    Happy Reading*****"Mengapa kamu berbohong, Tia!" bentak Bagas, tangannya masih mencengkeram kuat leher wanita di sebelahnya padahal Satya sudah berusaha menyingkirkan tangan itu."Hentikan, Gas! Atau aku akan memanggil polisi," bentak Satya, "Ingat, kamu sedang berada di klinikku sekarang. Nggak usah nyari gara-gara." Bagas melepaskan cengkeraman tangannya dari leher Mutia, tetapi tatapannya masih saja menakutkan. "Kamu mengatakan tidak pernah berhubungan dengan Nazar, tapi apa ini?" teriak Bagas, meluapkan semua kekecewaannya pada perempuan yang semalam sudah membuatnya terbang berkali-kali ke nirwana. Kini, lelaki itu kembali mencengkeram leher wanitanya walau tidak sekuat tadi. Mutia terbatuk-batuk, tenggorokannya sakit hingga tidak bisa menjawab pertanyaan lelaki yang sudah menolongnya itu. Dia sama sekali tidak memahami mengapa Bagas marah sampai lepas kendali seperti tadi. Mutia semakin takut dan mempertanyakan pendapatnya sendiri yang mengatakan bahwa Bagas adalah lelaki

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   15. Kenyataan Pahit

    Happy Reading*****Bagas segera melangkah keluar ketika percakapannya dengan seseorang ditelepon sudah terputus. Sementara Mutia masih berendam di bak mandi air hangat yang sudah disiapkan lelaki itu. Aroma lavender yang berasal dari lilin di sebelahnya memberikan sensasi menenangkan, perempuan itu tanpa terasa memejamkan mata kembali.Entah berapa lama dia tertidur di bak tersebut, saat terasa sentuhan di kulitnya yang halus, Mutia membuka mata."Sudah berendamnya, ya." Bagas segera mengangkat tubuh perempuannya tanpa meminta persetujuan Mutia."Pak," jerit Mutia ketika lelaki itu menggendongnya. Merapatkan kedua paha agar pusat intinya tidak terlihat oleh Bagas. Tadi, Mutia tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun saat berendam."Malu?" tanya Bagas sambil terkekeh. "Aku sudah melihat semuanya semalam.""Iya, tapi kan," protes Mutia sambil menyembunyikan wajahnya di ceruk leher si lelaki."Sudahlah." Bagas menurunkan Mutia di kursi meja kerjanya. Lalu, mengambilkan jubah mandi un

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   14. Malam Panas

    Happy Reading*****"Aaah," ucap Bagas merasakan geli ketika bibir Mutia menyentuh area lehernya. Rasanya pusat inti sang lelaki makin terbangun saat ini. "Selesaikan makannya dulu!" Lelaki itu menyuapkan kembali makanan ke mulut wanitanya. Setelahnya memasukkan makanan ke mulutnya sendiri dengan menggunakan sendok sama seperti yang dipakai untuk menyuapi Mutia. Bagas perlu mengisi energinya sebelum kegiatannya dengan Mutia dimulai. Sejak sarapan tadi, lelaki itu belum mengisi perutnya kembali dengan makanan.Selesai menghabiskan makanan yang ada di piringnya, Bagas membopong Mutia."Bi," paggil sang pemilik rumah pada pembantunya. Perempuan paruh baya yang membantu Mutia di dapur tadi, tergopoh mendekati majikannya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat adegan romantis yang belum pernah dia lihat."Aduh, mata Ibu ternoda, Mas," kata Bi Siti, menggoda majikannya yang sejak beberapa tahun lalu seperti antipati terhadapa wanita. Namun, anehnya nama Bagas sebagai don juan begitu me

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   13. Permainan Mutia

    Happy Reading*****Mutia berjingkat, lalu menatap dua lelaki berbeda generasi itu dengan tatapan heran."Batasan apa yang kamu maksud? Apa yang kita lakukan nggak jauh beda," cibir Fardan, enteng bahkan tak ada permintaan maaf yang keluar dari bocah itu."Dan," panggil Arham sambil menggelengkan kepala. Jelas sekali lelaki itu meminta supaya si kecil tidak melanjutkan perdebatannya dengan Bagas."Ham, bawa anak ini keluar kalau perlu kurung dia supaya sadar kesalahannya," perintah Bagas pada asistennya."Gas, ingat. Dia masih kecil," protes Arham yang langsung mendapat pelototan dari Bagas."Masih kecil saja sudah jadi pembangkang. Bagaimana besarnya nanti?""Bukankah kelakuan kita sama. Kamu masih kecil juga sering membangkang dan nggak mematuhi omongan Eyang Kakung," cibir Fardan.Braak ....Tangan Bagas memukul meja dengan keras."Enyahkan di dari hadapanku! Kurung dia di kamarnya," bentak Bagas pada Arham."Tapi, Gas," tolak Arham.Entah kekuatan dari mana, Mutia tanpa sadar meme

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   12. Keras Kepala

    Happy Reading*****Tatapan lelaki itu begitu menakutkan bagi Mutia, tetapi Fardan sama sekali tak gentar. Si kecil malah melotot mendengar perkataan Bagas yang menghentikan ucapannya tadi."Aku punya hak memilih siapa perempuan yang akan menjadi istrimu. Jika aku nggak setuju dengan perempuan itu. Maka, kamu nggak boleh menikahinya," kata Fardan keras. Arham dengan cepat menutup mulut si kecil karena melihat tatapan mengerikan dari Bagas.Sang asisten bahkan sudah memindahkan tubuh mungil yang sejak tadi menaruh tangannya di pinggang ke dalam gendongannya. Arham terlihat seperti melerai pertengkaran yang terjadi dengan lawan yang tidak seimbang."Kalian ini kenapa sebenarnya?" tanya Mutia, "Apa hubungan kalian berdua? Pak Bagas aneh. Omongan anak kecil masih saja diladeni.""Diam!!" bentak Bagas dan juga Fardan secara bersamaan."Eh." Mutia langsung memundurkan langkah ketika mendengar suara keras tersebut."Sebaiknya, kamu siapkan makanan untuk kami," perintah Bagas dengan tatapan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status