Share

9. Curhat Mengejutkan

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-05-17 10:05:48

Happy Reading

*****

Novita menatap sahabatnya, bingung. "Eh ... eh. Jangan nangis, dong. Aku cuma nggak mau ada apa-apa sama kamu karena Nenek pasti akan sedih jika mendengar cucunya ada masalah," ucapnya. Langsung merengkuh Mutia dalam pelukan. 

Mendengar kata Nenek, tangis Mutia pecah. Terbayang wajah renta perempuan yang telah merawatnya selama ini sejak kematian kedua orang tuanya.

"Lha, kok, malah makin keras nangisnya." Novita bertambah bingung dengan sikap Mutia yang tidak biasanya secengeng itu. "Udah, dong, Mut. Ah, aku pusing kalau denger orang nangis. Lebih baik, kamu cerita sekarang. Supaya aku bisa tahu permasalahanmu itu apa."

Bu guru di hadapan Novita, mengurai pelukannya. "Asal kamu tahu, Nov. Semalam, aku mengalami pelecehan hingga dia datang menolong."

"Dia siapa?" Novita mengerutkan kening. Benar-benar tidak mengerti siapa orang yang Mutia maksud.

"Itu, Pak Bagas," ujar Mutia ketakutan ketika menyebut nama lelaki tersebut.

"Ya, Pak Bagas itu siapa? Pak Bagas yang mana? Nama Bagas kan banyak, Mut." Novita menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Kita ke ruangan saja. Nggak enak ngomong di sini." Mutia mulai menyeka air mata dan memberskan mejanya.

Dua sahablat itupun berjalan ke ruangan mereka dengan tergesa. Sesampainya di ruang guru, Novita langsung mendekatkan kursinya pada tempat duduk Mutia.

"Sekarang, ceritakan dengan jelas. Siapa yang melecehkanmu dan apa motifnya? Siapa Bagas itu?" kata Novita lirih karena selain mereka berdua, ruangan itu dihuni oleh satu rekan kerja mereka yang lain.

Sebelum membuka suara, Mutia menengok kanan kiri. Dirasa tidak ada seorang pun yang akan mendengar ceritanya pada sang sahabat, perempuan itu berkata, "Aku nggak tahu siapa yang menyuruh para preman itu untuk mencelakai aku. Mungkin, orang yang menyewa preman itu adalah orang sama yang mengirimkan paket tadi pagi."

"Apa?! Jadi, kamu beneran punya musuh yang belum kamu ketahui siapa orangnya," teriak Novita dengan mata melotot.

Mutia segera membungkam bibir Novita dengan tangan kanan. "Jangan keras-keras. Aku takut orang itu masih ada di sekitar sini dan sedang mengamati kita."

"Hah?" ucap Novita melongo, "gila, sih, kalau sampai bener yang kamu omongin barusan. Terus, cowok bernama Bagas itu yang menolongmu?" tebaknya.

Selama ini, Novita belum pernah mendengar Mutia pernah berhubungan dengan lelaki lain selain Nazar bahkan mungkin tidak akan pernah ada.

Mutia mengangguk. "Aku nggak tahu jika sampai Pak Bagas nggak mau menolongku semalam. Mungkin, pagi ini kamu sudah mendengar kabar duka dariku."

Novita membungkam mulut Mutia seperti yang dilakukan sahabatnya tadi. "Mulutmu. Nggak boleh ngomong buruk."

"Kenyataan memang seperti itu, Nov." Mutia menghela napas. Mengingat kejadian mengerikan semalam, rasanya dia ingin membunuh orang yang tega menyakitinya itu.

"Aku masih penasaran dengan Pak Bagas itu. Orangnya seperti apa? Sudah tua apa masih muda? Terus kenapa memintamu menunggu di rumahnya bahkan kamu harus sudah berada di sana sebelum Pak Bagas pulang kerja." Novita berusaha mengingat apa saja yang sudah diucapkan oleh orang suruhan Bagas tadi.

"Sudahlah, jangan membahas tentang dia," sahut Mutia. Dia mulai membereskan mejanya setelah melihat arloji di pergelangan tangan kiri. Masih ada waktu sebelum dia di jemput oleh orang suruhan Bagas. Mutia ingin kembali sebentar ke rumah kontrakannya untuk mengambil sesuatu.

"Kenapa nggak boleh bahas dia? Aku kan penasaran pengen tahu Pak Bagas itu orangnya seperti apa. Ayolah, Mut. Ceritakan sedikit tentangnya." Perempuan yang sudah menikah selama tiga tahun dengan Alfian itu memegangi pergelangan Mutia. Merayu sahabatnya supaya mau bercerita tentang sosok sang penolong.

Mutia menghela napas. Teringat kembali bagaimana lelaki yang terkenal don juan di kotanya itu memperlakukannya semalam. Perempuan tersebut bahkan masih merasakan beberapa sentuhan manis yang diberikan kepadanya. Ingatannya kembali pada kejadian sebelum Bagas dan dirinya tertidur.

"Mut ... Mut," panggil Novita sambil mengguncang pelang lengan sang sahabat. "Hei, ditanya bukannya menjawab malah melamun. Gimana, sih?"

"Aku nggak melamun, ya."

"Kalau nggak melamun, apa namanya. Ditanya, malah diem." Novita mencebik. "Jangan-jangan kamu sudah mulai terpesona sama sosoknya. Dia pasti masih muda, makanya bisa mengalihkan perhatianmu dari Nazar."

"Dih, sembarangan. Udah, deh. Aku mau pulang dulu. Takutnya orang tadi datang lagi untuk menjemputku." Mutia berdiri sambil mencangklong tasnya. 

"Eit, tunggu." Novita menarik pergelangan sahabatnya yang akan melangkahkan kaki meninggalkannya.

"Apa lagi, sih, Nov?" Mutia memasang wajah lelah dengan tingkah sang sahabat.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku tentang Pak Bagas."

"Haduh," sahut Mutia, "itu lagi ... itu lagi yang kamu tanyakan."

"Ya, kamu nggak mau jawab dari tadi, jadi aku akan bertanya terus-terusan sampai kamu menjelaskan siapa dan bagaimana Pak Bagas itu. Minimal kamu kasih tahu nama lengkapnya, deh." Novita mulai bersikap seperti anak-anak yang ingin permintaannya dikabulkan oleh orang tua mereka. Perempuan yang telah bersuami itu menggoyang lengan sahabatnya.

"Oke, aku bakalan kasih tahu nama lengkapnya."

"Buruan." Novita menunggu dengan tegang karena Mutia masih terdiam. Mungkin, sedang menimbang-nimbang untuk menyebutkan nama lengkap lelaki yang telah menolongnya.

"Nama lengkapnya Bagaskara Putra Amarta. Kamu kenal, kan?" Mutia segera berlalu dari hadapan sahabatnya.

"Mut, beneran itu nama penolongmu?" teriak Novita setelah menyadari siapa lelaki yang dimaksud Mutia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   17. Kacau

    Happy Reading*****Tak berbeda jauh dengan keadaan Mutia yang kacau, kondisi Bagas pun lebih menyedihkan lagi. Setelah meninggalkan klinik Satya karena kecewa dan kesal dengan hasil pemeriksaan Mutia, lelaki itu segera datang ke kantor. Rapat penting yang membahas proyek besar bernilai fantastis, dia batalkan. Entah mengapa hatinya begitu sakit ketika mengetahui dirinya bukanlah lelaki pertama yang berhubungan intim dengan Mutia. "Kamu beneran sudah gila, Gas. Cuma karena suasana hatimu buruk, kamu bisa membatalkan meeting penting kali ini. Ada apa sebenarnya? Nggak biasanya kamu linglung begini. Apa ini menyangkut Fardan?" tanya Arham di ruang kerja Bagas. Lelaki itu terpaksa menghubungi klien mereka yang akan bekerja sama untuk membatalkan pertemuan. Alhasil, rekanan itu marah dan membatalkan kontrak kerja sama yang akan mereka jalani. Pihak rekanan menganggap jika perusahaan yang dipimpin Bagas, hanya main-main dengan proyek yang sedang berlangsung. Bagas tak menyahut, malah m

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   16. Bukan Perawan

    Happy Reading*****"Mengapa kamu berbohong, Tia!" bentak Bagas, tangannya masih mencengkeram kuat leher wanita di sebelahnya padahal Satya sudah berusaha menyingkirkan tangan itu."Hentikan, Gas! Atau aku akan memanggil polisi," bentak Satya, "Ingat, kamu sedang berada di klinikku sekarang. Nggak usah nyari gara-gara." Bagas melepaskan cengkeraman tangannya dari leher Mutia, tetapi tatapannya masih saja menakutkan. "Kamu mengatakan tidak pernah berhubungan dengan Nazar, tapi apa ini?" teriak Bagas, meluapkan semua kekecewaannya pada perempuan yang semalam sudah membuatnya terbang berkali-kali ke nirwana. Kini, lelaki itu kembali mencengkeram leher wanitanya walau tidak sekuat tadi. Mutia terbatuk-batuk, tenggorokannya sakit hingga tidak bisa menjawab pertanyaan lelaki yang sudah menolongnya itu. Dia sama sekali tidak memahami mengapa Bagas marah sampai lepas kendali seperti tadi. Mutia semakin takut dan mempertanyakan pendapatnya sendiri yang mengatakan bahwa Bagas adalah lelaki

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   15. Kenyataan Pahit

    Happy Reading*****Bagas segera melangkah keluar ketika percakapannya dengan seseorang ditelepon sudah terputus. Sementara Mutia masih berendam di bak mandi air hangat yang sudah disiapkan lelaki itu. Aroma lavender yang berasal dari lilin di sebelahnya memberikan sensasi menenangkan, perempuan itu tanpa terasa memejamkan mata kembali.Entah berapa lama dia tertidur di bak tersebut, saat terasa sentuhan di kulitnya yang halus, Mutia membuka mata."Sudah berendamnya, ya." Bagas segera mengangkat tubuh perempuannya tanpa meminta persetujuan Mutia."Pak," jerit Mutia ketika lelaki itu menggendongnya. Merapatkan kedua paha agar pusat intinya tidak terlihat oleh Bagas. Tadi, Mutia tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun saat berendam."Malu?" tanya Bagas sambil terkekeh. "Aku sudah melihat semuanya semalam.""Iya, tapi kan," protes Mutia sambil menyembunyikan wajahnya di ceruk leher si lelaki."Sudahlah." Bagas menurunkan Mutia di kursi meja kerjanya. Lalu, mengambilkan jubah mandi un

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   14. Malam Panas

    Happy Reading*****"Aaah," ucap Bagas merasakan geli ketika bibir Mutia menyentuh area lehernya. Rasanya pusat inti sang lelaki makin terbangun saat ini. "Selesaikan makannya dulu!" Lelaki itu menyuapkan kembali makanan ke mulut wanitanya. Setelahnya memasukkan makanan ke mulutnya sendiri dengan menggunakan sendok sama seperti yang dipakai untuk menyuapi Mutia. Bagas perlu mengisi energinya sebelum kegiatannya dengan Mutia dimulai. Sejak sarapan tadi, lelaki itu belum mengisi perutnya kembali dengan makanan.Selesai menghabiskan makanan yang ada di piringnya, Bagas membopong Mutia."Bi," paggil sang pemilik rumah pada pembantunya. Perempuan paruh baya yang membantu Mutia di dapur tadi, tergopoh mendekati majikannya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat adegan romantis yang belum pernah dia lihat."Aduh, mata Ibu ternoda, Mas," kata Bi Siti, menggoda majikannya yang sejak beberapa tahun lalu seperti antipati terhadapa wanita. Namun, anehnya nama Bagas sebagai don juan begitu me

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   13. Permainan Mutia

    Happy Reading*****Mutia berjingkat, lalu menatap dua lelaki berbeda generasi itu dengan tatapan heran."Batasan apa yang kamu maksud? Apa yang kita lakukan nggak jauh beda," cibir Fardan, enteng bahkan tak ada permintaan maaf yang keluar dari bocah itu."Dan," panggil Arham sambil menggelengkan kepala. Jelas sekali lelaki itu meminta supaya si kecil tidak melanjutkan perdebatannya dengan Bagas."Ham, bawa anak ini keluar kalau perlu kurung dia supaya sadar kesalahannya," perintah Bagas pada asistennya."Gas, ingat. Dia masih kecil," protes Arham yang langsung mendapat pelototan dari Bagas."Masih kecil saja sudah jadi pembangkang. Bagaimana besarnya nanti?""Bukankah kelakuan kita sama. Kamu masih kecil juga sering membangkang dan nggak mematuhi omongan Eyang Kakung," cibir Fardan.Braak ....Tangan Bagas memukul meja dengan keras."Enyahkan di dari hadapanku! Kurung dia di kamarnya," bentak Bagas pada Arham."Tapi, Gas," tolak Arham.Entah kekuatan dari mana, Mutia tanpa sadar meme

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   12. Keras Kepala

    Happy Reading*****Tatapan lelaki itu begitu menakutkan bagi Mutia, tetapi Fardan sama sekali tak gentar. Si kecil malah melotot mendengar perkataan Bagas yang menghentikan ucapannya tadi."Aku punya hak memilih siapa perempuan yang akan menjadi istrimu. Jika aku nggak setuju dengan perempuan itu. Maka, kamu nggak boleh menikahinya," kata Fardan keras. Arham dengan cepat menutup mulut si kecil karena melihat tatapan mengerikan dari Bagas.Sang asisten bahkan sudah memindahkan tubuh mungil yang sejak tadi menaruh tangannya di pinggang ke dalam gendongannya. Arham terlihat seperti melerai pertengkaran yang terjadi dengan lawan yang tidak seimbang."Kalian ini kenapa sebenarnya?" tanya Mutia, "Apa hubungan kalian berdua? Pak Bagas aneh. Omongan anak kecil masih saja diladeni.""Diam!!" bentak Bagas dan juga Fardan secara bersamaan."Eh." Mutia langsung memundurkan langkah ketika mendengar suara keras tersebut."Sebaiknya, kamu siapkan makanan untuk kami," perintah Bagas dengan tatapan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status