Share

Gus Fa...?
Gus Fa...?
Author: Naira R

Bab 1. Hakikat Kehilangan.

“Terkadang semesta terasa tidak memihak,tapi di balik itu semesta tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.”

***

Aku meneteskan air mata. Aku tahu, aku bukan siapa-siapa. Aku tahu, seorang murid haruslah sami’na wa atho’na pada titah gurunya. Aku tahu cinta nya pada Abi mengalahkan cintanya padaku, itu wajar. Yang tak wajar, aku belum bisa berdamai pada hati, dan kenapa aku menangis melihatnya pergi? Bukankah ini titah kyai.? Lalu, kanapa kenangan menghujaniku dengan bertubi-tubi? Aku masih ingat caranya memperlakukan ku dengan penuh cinta kasih. Aku masih ingat sikap jailnya tempo hari. Aku juga masih ingat cemburunya saat ku bilang mencintai lelaki lain. Padahal yang ku cintai hanya dia. Aku terperosok dalam duka. Aku meratap saat mengingat rencanya mengajak ku ke dermaga cinta. Aku harus segera melepasnya atau aku akan kekal dalam nestapa.

Ribuan novel menjelaskan hakikat cinta, ribuan paragraf menjelaskan kehilangan. Semua itu tidak bisa di perlajari hanya dengan membaca. Aku pernah terhuyung dalam gelora asmara, dan sekarang aku kehilangan. Dan itu sakit nya lebih dari yang pernah kuduga saat jatuh cinta.

“Nduk.” Hanya ku-read.

“Nduk, aku hanya khawatir dengan keadaanmu? “

Aku tahu Gus, tau. Tapi tolong menjauhlah! Biar rindu ini memadat dan entah kapan akan mencair. Aku sangat sakit Gus. Sakit.

“Nduk, ada hal yang harus ku bicarakan.”

Apalagi Gus? Tentang ijab kabul mu barusan? Atau tentang kebahagiaan mu menyakitiku? Cukup Gus, mungkin jika hati ini terbuat dari kayu akan patah, jika terbuat dari kaca mungkin akan pecah, tapi Allah menciptakan hati tidak untuk di goreskan luka tetapi bagaimana caranya agar tak tergores kan.

“Sudah ya Gus, semua suda selesai. Semoga sakinah mawaddah warohmah wa barokah wa maslahah,samian ganteng banget tadi Gus, Ning Zulfa mirip bidadari. Salam kaleh ning Zulfa.”

“Nduk, jangan menangis ku mohon”

Hanya ku read. Aku sebal mendapati chatnya yang seolah menambah kesedihanku. Kami tidak sedekat yang orang lain lihat, kami lebih dekat dari itu. Dia tak se-perhatian yang orang lain lihat, dia lebih dari itu. Oh ning Zulfa, sungguh tentrem ayem bisa menjadi istri pemuda sholeh sepertinya. Aku menelisik relung jiwa, mengadopsi rindu yang saat ini haram ku produksi lagi.

 “Ingat Sya dia suami orang! Bayangkan jika istrinya tau kalau suaminya masih sangat mencintaimu? Bagaimana? Dan bagaimana jika terjadi pada dirimu sendiri?” nasehatku pada diri sendiri. Menatap wajahku yang begitu kusut di depan cermin.

Aku ingat cerita ayah yang menceritakan Raja pada zaman dulu mempunyai sebilah pusaka untuk membunuh musuh. Bisakah aku membunuh tanpa pusaka? Membunuh kenangan dan rindu? Tak mudah bagiku menghadirkan orang lain untuk menggantikan nya. Dia sudah tertanam begitu dalam dalam hatiku.

Seharusnya sedari dulu aku bersiap, jika keadaan semacam ini terjadi. Aku yang terlalu percaya diri bahwa cinta padaku akan membawanya berjuang mati-matian demi bersamaku. Ternyata aku salah, salah besar. Tak ‘kan ada darah biru yang mau memiliki keturunan yang lahir dari wanita seperti ku. Aku juga begitu bodoh.

Bagaimana mungkin, makhluk seindah Gus Fahmi tak di inginkan wanita lain untuk menjadi kekasih?

Sejak berpisah dengannya, aku semakin konyol. Sering membaca history chat ku dengannya dari awal sampai menangis meraung-raung. Melihat vidio suprisz nya di hari ulang tahunku, membaca buku kumpulan puisi yang ia jadikan kado di ulang tahunku yang ke-19 tahun. Aku juga sering memutar lagu “Bukan jodohnya yang di nyanyikan Tri suaka musisi asal jogja.” Kadang ku nyanyikan sambil mengingatkan diri, bahwa sedalam apapun ku mencintai jika Allah tak meridhoi semua akan sia-sia.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status