Share

Bab 7

"Sudahlah, Bang. Ini tempat umum. Abang ingat apa yang dulu Mama ajarkan?" Diana mencoba untuk membujuk Faiz. Tapi dia tetap bergeming.

"Abang ingat. Tapi Mama sudah bohong sama Abang. Mama bilang Papa akan datang karena Papa sayang sama Abang. Tapi mana buktinya? Papa tidak datang!" teriaknya. Rasa kesal jelas terlihat dalam wajah Faiz.

Baru saja aku hendak melangkah ke arah mereka, Milla mencekal tanganku.

"Sebaiknya kamu jangan ikut campur, Mas. Itu masalah mereka. Apalagi anaknya terlihat emosian," ucap Milla. Tampak pada wajahnya kekhawatiran.

"Emosian?" Aku mengulang perkataan Milla yang mengatakan Faiz emosian. Selama ini, aku belum pernah melihatnya seperti ini. Tentu saja penilaian Milla salah. Tapi aku tidak peduli.

Aku tetap melangkah untuk mendekati mereka. Namun, langkahku langsung terhenti ketika melihat seseorang yang sangat kukenal lebih dulu mendekati mereka.

"Hei, Faiz. Anak jagoan. Sedang apa? Kok wajahnya ketus banget," goda lelaki itu dengan ramah.

Tapi Faiz, dia sama sekali tidak mengindahkan perkataan lelaki itu. Matanya masih menatap Diana tajam.

"Sayang, dia itu Mamamu. Apa kamu akan menjadi anak durhaka?" lelaki itu kembali mencoba untuk membujuk Faiz.

"Anak durhaka itu akan masuk api neraka, lho, Bang. Rasanya panas benget," Fahri menimpali.

Darimana dia tahu kalau api neraka itu panas? Selama ini dia hanya berdiam diri di rumah.

"Apa Abang mau masuk neraka?" Fahri kembali melayangkan pertanyaan yang tidak seharusnya kepada anak-anak seusia Faiz. Dia sudah keterlaluan.

"Abang tidak mau," lirihnya melemah. Kini tatapan mata tajamnya sudah tidak terlihat lagi.

"Berarti Abang harus minta maaf sama Mama," ucap Fahri kembali. Faiz langsung berlari dan menghambur ke pelukan Diana yang sedari tadi berjongkok di hadapannya.

"Maafkan Abang ya, Ma. Abang janji tidak akan marah-marah lagi. Abang akan menjadi anak yang nurut dan tidak mau membuat Mama sedih lagi," ucap Faiz terisak.

Dengan jelas, aku melihat ibu dan anak itu saling berpelukan dan menangis. Ah, ada rasa haru ketika melihat itu.

Ingin rasanya aku mendekat, tapi mata lelaki itu menatapku tajam. Seolah mengatakan aku jangan mendekat. Ditambah lagi, Milla dan anak-anaknya menahanku.

"Mama sangat menyayangi Abang dan Mas Fahri," lirih Diana sambil menciumi Faiz dan Fahri yang entah sejak kapan sudah berada dalam pelukan Diana.

Padahal selama ini, Fahri belum pernah memelukku. Dengan alasan dia bukan anak kecil lagi.

"Kami janji tidak akan nakal dan akan selalu nurut sama Mama," ucap mereka bersama hingga membuat lelaki itu terenyuh.

Tapi semenit kemudian, lelaki itu menatapku tajam. Milla yang sadar akan tatapannya langsung menarik tanganku untuk duduk.

"Sebaiknya Mas duduk. Lihat, ayah dari anak-anak itu sudah datang," ucapnya sambil menunjuk ke arah lelaki itu.

"Dia bukan ayahnya. Akulah ayah dari mereka," ucapku sedikit kesal. Tapi aku hanya mampu mengatakannya dalam hati.

Aku kesal bukan karena perkataan Milla, tapi karena lelaki itu yang melemparkan tatapan benci berkali-kali padaku.

"Sebaiknya kita pulang, Mas. Karena sepertinya anak-anak juga sudah mengantuk," Milla menggendong Azka. Sementara Radit memegang tangan Sifa.

Sebenarnya hatiku terasa berat harus meninggalkan Diana dan anak-anak bersama lelaki itu. Tapi juga tidak mungkin bagiku untuk meninggalkan Milla dan anak-anaknya. Bisa-bisa hati Azka akan kembali terluka.

*

Setelah mengantarkan Milla dan anak-anaknya, aku langsung pulang ke rumah.

Ketika sampai, rumah tampak hening. Apa mereka belum pulang?

"Kamu dari mana, Mas?" tanya Diana dari samping daput. Tepat ketika aku baru saja akan menaiki tangga ke atas.

"Aku–aku dari rumah sakit," jawabku berbohong. Untunglah tadi aku tidak mengeluarkan suara keras. Jadi Diana tidak melihat aku ada di dekat mereka.

"Kamu tidak bohong, kan?" tanyanya dengan tatapan curiga.

"Tentu saja tidak. Apa kamu sudah tidak mempercayai aku?" kunaikan nada bicaraku untuk menekannya.

"Aku seperti melihatmu tadi. Tapi ya, sudahlah. Lupakan saja."

"Aku mana ada keluar hari ini," dalihku untuk membuatnya percaya.

"Baguslah kalau kau jujur. Jangan sampai aku tahu kau berbohong, Mas. Jika saja terjadi, kau akan menyesal," ucapnya pelan tapi penuh ancaman.

Kenapa Diana menjadi tidak sopan begini? Apa seperti ini sikap wanita shalihah?!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Diana kmu jangan diem aja kmu d bohongin dgn suami mu dn kmu diem2 ikutin suami oulang dr RS kema pulang nya
goodnovel comment avatar
Iroh Maghfiroh Ikhyak
msh bagus di awal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status