Share

BERCERAI?

Tiga jam setelah pulang dari rumah makan Sri, aku sudah ada di depan laptop. Rumah sudah dalam keadaan rapi seperti biasa, seolah tak pernah terjadi apa-apa antara aku dan Mas Dewo. Naya dan Aqilla pun sudah selesai mandi dan kini sedang bersantai di ruang tengah.  

Hanya beberapa menit setelah aku online, sebuah pesan messenger masuk ke akun media sosial favoritku. 

[Sore, Agni. Apa kabarmu?] tulis sebuah akun dengan nama 'Alfa' di akun messengernya.  

Aku meliriknya sekilas. Saat ini, aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku dan memeriksa email-email yang masuk. Setelah selesai, barulah aku menanggapi pesan itu. 

Alfa Wiradharma adalah seorang pria yang kukenal dari sebuah grup f******k beberapa tahun yang lalu. Dia adalah salah satu admin di grup yang membahas tentang parenting. Dia juga yang pertama kali menawariku untuk menjadi salah satu kontributor tetap di salah satu website miliknya. 

[Aku baik, Al. Kamu gimana?] balasku. 

[Beneran baik atau pura-pura baik saja? Semalam aku nggak lihat kamu online. Nggak submit artikel juga kan ke web?] 

[Serius, Al. Aku baik kok.] Bagiku, pertanyaan Alfa sangat wajar. Sebagai bos, tentu sah-sah saja dia menanyakan tentang pekerjaannya. Namun, aku memang biasanya hanya menanggapinya dengan tawa, lalu berjanji untuk mensubmit kerjaanku segera.

[Baiklah, aku percaya. Sudah jarang online, apa sudah memutuskan untuk mau pensiun dari dunia tulis-menulis?] Alfa bertanya lagi, membuat dahiku berkerut.

[Maksud kamu?]

[Yaa, siapa tau aja Kamu udah nggak butuh uang lagi, kan sekarang udah ada yang support.] Alfa mengakhiri kalimat itu dengan emoticon tertawa.  

[Apa itu artinya kamu berniat untuk memecatku, Pak?] balasku bercanda. 

[Jangan baper. Mau sampai nenek-nenek pun, aku tetap akan menerimamu untuk bekerja untukku.] Alfa tertawa lagi.  

Aku baru mau membalas pesan itu saat tiba-tiba suara deru mobil berhenti di halaman rumah. Mas Dewo sepertinya sudah kembali. 

[Maaf ya, aku off dulu. Mau siapin makan malam untuk anak-anak. Nanti malam, aku submit artikelnya, kok. Don't worry, Al.] 

Tanpa menunggu jawaban dari Alfa, aku langsung mematikan laptop dan menutupnya.  

*** 

“Sial,” gumamku tanpa sadar saat melihat kehadiran Dewo. Entah mengapa, aku tiba-tiba mual melihat dirinya. Mungkin, ini sedikit-banyak karena aku menemukan sosok Sri dalam kehidupannya. Jika saja aku tidak tahu, mungkin saat ini Mas Dewo sudah kusambut seperti biasa meskipun aku tak yakin dia akan menerimanya karena kemarahannya padaku. 

Tiba-tiba saja aku merasa dia itu jadi sama hinanya denganku. Dia bahkan terang-terangan mendekatkan "Sri" pada dua anak kami. 

Dibanding berbasa-basi dengannya, kuputuskan untuk ke dapur dan menyibukkan diri alat-alat masak untuk makan malam. Dari ruang tengah, dapat kudengar dua putriku menyambut kedatangan ayah mereka dengan suka cita. Hatiku tiba-tiba perih. Bagaimana jadinya jika aku dan Mas Dewo sampai bercerai? Apakah kedua putri kami akan baik-baik saja tanpa orangtua yang utuh? Tanpa sadar, mataku berkaca-kaca. Aku takut keegoisan kami akan menghancurkan anak-anak nantinya. Tapi untuk mempertahankan rumah tangga ini usai carut marut ini, rasanya sangat berat.

"Tidak usah masak, aku sudah bawakan lauk."  

Aku tersentak mendengar suara yang tiba-tiba itu. Mas Dewo rupanya telah berada di dapur. Tangannya meletakkan bungkusan plastik di dekat tempatnya berdiri tanpa sedikitpun menatap ke arahku.  

Ragu, kubuka bungkusan plastik berwarna hitam itu. Dua kardus nampak ditumpuk rapi di dalamnya. Bau ikan bakar segera tercium ke hidungnya. Rupanya, Dewo membelikan lauk makan malam untuk kami. Namun, yang membuatku tercengang bukan itu, melainkan tulisan yang ada di atas kardus. Darahku mendadak mendidih karenanya.  

"Warung Makan Mbak Sri? Kamu habis dari sana, Mas?"  

Entah keberanian dari mana yang membuatku tiba-tiba bertanya seperti itu. Mas Dewo yang hendak melangkah keluar dan baru sampai di pintu, langsung membalikkan badan. 

Kini kami bertukar pandang, tajam.  

Sejujurnya, aku takut sekali menatap matanya. Masih teringat jelas betapa kasarnya perlakuan Mas Dewo padaku kemarin. Trauma kesakitan itu masih ada. Tapi, aku harus kuat. 

Kutarik nafasku dalam. Kuamati wajah suamiku itu dengan seksama. Sepertinya, Mas Dewo juga kaget, tetapi dia mampu dengan cepat menyembunyikannya. Bahkan, pria itu kini terlihat seolah sedang menantangku untuk lanjut bertanya.  

"Jangan bertindak bodoh, Aghnia! Jangan pancing kemarahanku! Memangnya siapa yang berani melarangku ke sana?" Mas Dewo mulai bicara lantang. 

"Aku ini nggak bodoh, Mas. Kamu sama saja denganku. Jangan sok suci!" 

Kali ini, aku sudah tak peduli. Rasanya, sungguh tak adil jika aku sendiri yang harus menanggung hukuman atas perselingkuhan. Bukankah dia juga melakukan hal yang sama dengan wanita bernama Sri itu?  

"Jangan sembarang bicara Kamu! Sri itu bukan …." 

Mas Dewo belum sempat menyelesaikan kalimatnya karena aku buru-buru menyahut, "Dia itu selingkuhanmu, kan? Kamu bahkan sering mengajak anak-anakku ke sana.” 

Dia diam, tapi matanya langsung berkilat menatapku.

“Maksud kamu apa, Mas? Kamu keterlaluan! Kamu tidak mau disalahkan, jadi kamu lebih dulu mencari-cari kesalahanku. Iya, kan? Sekarang juga aku minta cerai!" teriakku pada akhirnya. 

Mendengar kalimatku, tatapannya semakin tajam. Mungkin, dia sangat terkejut. Memang, selama ini aku belum pernah sekali pun berkata-kata kotor di hadapannya. Namun, hari ini berbeda. Aku muak melihat Mas Dewo yang bertingkah seolah tidak merasa bersalah.

Tanpa kusadari, Mas Dewo melangkah maju ke arahku. "Tutup mulutmu! Kamu yang berselingkuh! Jangan menuduhku macam macam! Kamu yang busuk! Dan ingat, jangan pernah bermimpi bahwa aku akan menceraikanmu, Jalang!"  

Mas Dewo mulai mencekal daguku dengan kasar, lalu mendongakkan kepalaku. Mataku seketika langsung berair karenanya. Masih begitu nyata rasa perih akibat pria itu menarik rambutku di hari sebelumnya. Apakah kali ini Mas Dewo akan melakukan kekerasan lagi padaku? Apakah kali ini aku akan mati di tangannya? 

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar penulis dungu yg cuman bisa menghayal. ketika dihadaokan pada kenyataan g punya nyali. pantas aja tokoh2 wanitanya itu lemah,dungu banyak drama dan sok2an
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status