LOGIN
“Ugh… Pak… i-ini tidak benar.”
Dona mendorong dada bidang pria yang menghimpitnya ke dinding. Jarak wajah mereka begitu dekat, Dona dapat merasakan embusan napas Leon yang terdengar berat.
“Kenapa?” tanya Leon seraya menjauhkan sedikit tubuhnya karena melihat Dona tidak nyaman.
Dona menundukkan pandangan. Saat ini, mereka sedang berada di kantor. Ruangan Leon memang tertutup, tapi seseorang bisa saja datang sewaktu-waktu.
“Sa-saya takut, Pak,” jawab Dona terbata.
Leon tersenyum tipis, ia menangkup wajah Dona yang memerah. “Kenapa harus takut? Tidak ada yang berani masuk ruangan ini tanpa mengetuk pintu,” ujar pria itu.
Dona tetap menggelengkan kepalanya. Namun, Leon lebih sigap. Pria berkulit sawo matang itu kini mendekapnya, mengusap pinggangnya dengan lembut. Seolah tengah berusaha memancing gairah gadisnya.
Keduanya memang sudah berpacaran. Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan bawahan di kantor. Namun, lama-kelamaan, Dona mulai terpikat pesona dan paras rupawan pria yang merupakan kepala divisi itu.
“P-Pak—” ucap Dona terbata saat usapan Leon merambat turun ke pahanya.
“Hmm?” gumam Leon, seolah tidak merasa terganggu. Wajah tampannya kini berpindah ke perpotongan leher Dona, meninggalkan kecupan demi kecupan yang membuat kepala Dona mendadak pusing.
“Semua orang sedang keluar untuk makan siang, Dona,” kata Leon lagi.
Sebelum Dona kembali menolak, Leon lebih dulu membungkam bibirnya agar dia tidak bersuara lagi.
Dona ingin menolak, tapi Leon begitu lihat mencumbunya. Dona yang awalnya tidak nyaman, perlahan menikmati setiap sentuhan Leon.
“Ah! Pak—” Dona terkesiap saat tangan Leon berpindah ke area gundukan miliknya yang masih terbungkus bra dan kemeja slim fit.
“Lepaskan saja suaramu, jangan ditahan,” bisik Leon menggoda, lalu kembali membawa Dona ke dalam ciuman panjang yang semakin lama semakin menuntut.
Kancing kemeja Dona perlahan terlepas oleh tangan nakal Leon, memperlihatkan dalaman berwarna salem yang tampak pas di kulit pucatnya.
Semakin lama suasana semakin panas. Ruangan kerja Leon kini dipenuhi suara decapan basah dan desahan tertahan.
“Su-sudah,” ucap Dona lirih. Dia menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa yang bergejolak di dada.
“Belum selesai,” bisik Leon yang masih bersemangat memadu kasih bersama Dona.
“Ah, sakit…,” lirih Dona sekali lagi.
“Nanti lama-lama akan enak. Kamu masih sempit makanya sakit,” kata Leon dengan gairah yang semakin membara.
Dona mengangguk pelan, membiarkan Leon menghujam semakin dalam. Perlahan, ia mulai merasakan kenikmatan yang sama. Tubuhnya bereaksi pada setiap sentuhan Leon yang begitu memabukkan.
Dona sungguh takut ketahuan oleh teman sekantor, tapi tubuhnya tidak bisa berbohong. Tubuhnya tahu cara mencari kenikmatan, dan Leon dapat memberikannya dengan sukarela.
“Dona, semakin dilihat kamu semakin cantik,” bisik Leon di tengah kegiatan menyalurkan hasrat.
“Pak Leon juga… tampan,” ucap Dona sembari menahan agar tidak mengeluarkan suara terlalu keras.
“Sudah aku bilang, keluarkan saja rintihan kenikmatan yang kamu rasakan,” ucap Leon sembari menyeringai tipis. “Aku suka suara desahanmu.”
Leon menyukai Dona, apalagi wanita itu selalu menuruti perintahnya. Lelaki mana yang tidak menyukai wanita yang berada di bawah kendalinya?
Suara lirih rintihan kenikmatan yang keluar dari mulut ranum Dona membuat gairah Leon semakin bergelora.
Kepala Dona terasa melayang. Kakinya seolah tidak lagi berpijak pada lantai.
Namun, suara-suara samar yang terdengar dari luar membuat jantungnya mencelos. Sepertinya mereka sudah selesai makan siang dan kembali ke kantor untuk bekerja.
“Pak, ada suara orang di luar,” bisik Dona.
“Sebentar lagi, Dona…,” balas Leon sembari membungkam mulut Dona agar tidak bersuara.
Pria itu mempercepat ritme permainan. Kenikmatan demi kenikmatan mereka rasakan berdua.
Bagi Leon, ada sensasi tersendiri melakukan penyatuan cinta penuh gairah di tempat kerja. Adrenalinnya seolah terpacu. Rasanya sangat bercampur aduk, apalagi di luar ruangan yang mereka gunakan memadu kasih, sudah ada banyak rekan kerja yang kembali dari makan siang.
“Apa kita akan ketahuan?” tanya Dona saat keduanya telah mendapatkan pelepasan masing-masing. Napas mereka masih menderu, tubuh mereka berpeluh.
“Tidak akan. Keluarlah setelah kamu selesai merapikan diri,” jawab Leon sembari membetulkan pakaiannya yang berantakan.
Dona mengangguk pelan, dia mengancingkan lagi kemejanya lalu menyisir rambut hitam panjangnya menggunakan jari tangan. Ia memastikan penampilannya sudah rapi agar tidak menimbulkan kecurigaan.
“Terima kasih, Sayang,” bisik Leon sembari mencium pipi Dona, lalu memeluknya dengan erat. “Aku sangat puas.”
Dona tersenyum malu-malu, lalu membalas pelukan atasannya itu. “Pak Leon juga sangat kuat.”
“Kamu suka?” goda Leon.
Dona tidak menjawab, tapi wajahnya memerah hingga ke telinga.
Leon terkekeh gemas, lalu mengecup pipi Dona sekali lagi. “Kembalilah ke tempat kerjamu,” pintanya. “Bawa ini agar tidak ada yang curiga,” lanjut Leon sembari memberikan sebuah tab yang biasa digunakan oleh Dona untuk membuat desain baju.
Dona mengangguk, lalu membawa tab yang diberikan Leon.
Wanita itu kembali ke kubikelnya dengan langkah ringan seolah tidak terjadi apapun. Melihat rekan-rekannya yang tidak terlalu memperhatikan, Dona menghela napas lega.
Namun, saat baru saja duduk di kursinya, sepasang mata Dona terbelalak melihat beberapa poster yang tertempel di meja.
Poster itu berisi gambar wajahnya yang bertuliskan PELAKOR dengan tulisan besar-besar.
Jantung Dona seolah mencelos melihatnya.
“Pelakor…?” gumamnya lirih. Tangannya gemetar saat memungut poster-poster itu. “Apa maksudnya ini?”
Pak Somad mengepalkan tangannya kesal, dia tentu saja geram dengan Leon yang ingin menikahi Dona secara siri dulu. Siapa yang tidak marah dan kecewa putrinya akan dinikahi secara siri. Bukan secara resmi agama san negara. "I-ya, maksud saya ini hanya sementara. Kalau sudah selesai cerai dengan Monica pasti aku akan menikahi Dona secara sah!" jawab Leon yang awalnya terbata menjadi semangat. "Tidak!" seru Pak Somad. Leon agak kecewa dengan jawaban Pak Somad. Dia hanya ingin meresmikan hubungan secara agama dulu. Bukan berarti Leon tidak ingin meresmikan hubungan dengan Dona secara sah. Ini berguna agar tidak menimbulkan fitnah dan gunjingan tetangga. "P-ak, saya hanya ingin melindungi Dona dari dosa zina," ucap Leon terbata dia berucap hati hati agar Pak Somad tidak masah lagi "Kamu sudah berzina juga dengan putriku," balas Pak Somad yang tidak ingin Dona menikah secara siri saja. Pak Somad sangat benci dengan Leon yang sudah merusak masa depan sang putri. "Maka dari itu saya be
Dona mempertanyakan kenapa mereka harus berhenti di sebuah penginapan. Emangnya ada ss krim di dalam sana..Bener bener membuat Dona tidak mengerti. "Ayo turun, di sana ada yang jual es krim," jawab Leon. "Apa kita akan mampir ke restorannya?" tanya Dona. "Iya," jawab Leon. Dona menuruti Leon turun dari Mobil. Setelah ke resepsionis Dona masih mengikuti kenapa langkah kaki Leon pergi. Dona masih tidak curiga sama sekali tentang rencan Leon yang membawanya ke sebuah penginapan. Masa makan es krim saja harus ke restoran hotel bukannya harganya lebih mahal 'Hah ini kan kamar?" ucap Dona. "Ini memang kamar," jawab Leon lalu menarik lengan Dona masuk ke kamar dan langsung mencecap bibirnya. "Kamu mau es krim 'kan?" tanya Leon setelahnya dengan senyuman meledek. "Iya, kenapa kita malah me sini?" tanya Dona. "Makan dulu es krim yang aku miliki, baru es krim yang lain," bisik Leon sembari membuka kancing celananya. Dona agak bengong sedikit tapi setelahnya dia tahu apa ya
Laras emang tidak peka atau merasa Dona tidak tahu kalau Laras menggoda Leon beberapa hari yang lalu. "Jangan tanya kenapa padaku. Karena aku tidak suka dengan orang yang mencelaku pelakor. Tapi dia sendiri menggoda lelaki yang masih belum bercerai dengan istri sah nya!" tegas Dona. "Oh jadi kamu cemburu padaku?" tanya Laras. "Kalau orang waras seharusnya tidak bertanya begitu. Pira nya di goda wanita lain siapa yang tidak cemburu," jawab Dona sewot. Laras tersenyum sambil mengibaskan rambutnya lalu menatap Dona dengan tatapan meledek.."Kamu cemburu? Seharusnya kamu memikirkan perasaan istri sah saat kamu bercinta dengan suaminya," ucap Laras.Jantung Dona berdebat kuat saat mendengar ucapan itu. Dona merasa hina saat ada kalimat seperti ini. Padahal dulu dia benar benar tidak tahu kalau Leon sudah memiliki istri."Laras, dulu aku tidak tahu berjalan kalau Leon sudah beristri," ucap Dona sedikit gemetar karena merasa dirinya kotor dan hina."Halah munafik, tadinya aku mau berbai
Dona menghembuskan nafasnya pelan. Percuma debat pasti Leon tidak mau mengalah. Lagipula banyak mata memandang di kantor ini. Dona tidak mau ada keributan lagi. "Aku mau makan deh," jawab Dona. "Nah gitu dong," balas Leon sembari melepas tangan yang menutup mata Dona. 'Aku bereskan dulu kerjaan jnj. Aku save dulu juga di komputer takut mati lampu hilang deh semua," ucap Dona sembari membereskan dokumen dan file di komputernya. Dia takut ada yang iseng juga mengambil data di komputernya. Makanya dikasih sandi. "Oke aku tunggu," sahur Leon yang duduk di bangku belakang tempat kerja Dona. Dona sudah selesai mengarsipkan kerjaan dan menyimpan semua data kerjanya. Lalu barulah dia ikut Leon ke tempat makan. Sepanjang perjalanan banyak mata memandang. Ketika mereka keluar ruangan sampai mengantre Lift. Banyak yang memandang sinis, risih, mungkin di hatinya sampai menggunjing pula. Dona cuek saja. Selama Leon masih berada di pihak nya semua akan baik baik saja. "Kenapa kamu seperti
Menurut Robi itu adalah ide yang sangat bagus. Setidaknya baju pilihan sendiri akan terpakai tidak mubazir. "Bawa saja ke sini. Selain dia bisa memilih baju. Ke sini membuat Dona memiliki ide cemerlang untuk desain baju-bajunya," jawab Robi. "Memangnya baju yang ada di butikmu bisa menginspirasi?" ledek Leon. "Tentu saja bisa, Dona bisa mencontek gaya busanaku tapi dengan gaya khas yang dimiliki Dona," ucap Robi membanggakan diri. "Selera busana kalian kan tidak sama," gerutu Leon. 'Hei, kalau Dona sedang buntu Ide mengunjungi butik aku ini adalah solusinya!" seru Robi. Leon menyeringai tipis, karena Robi mulai membanggakan diri mengenai karya seni yang dia miliki. Yah memang bagus dan terjual di kalangan orang kaya sih. Tapi menurut Leon, sahabat karibnya itu lebay parah. "Iya, tapi bagaimana kalau Dona sangat tidak tertarik dengan baju bajumu?" tanya Leon. "Hanya yang matanya tidak mengerti trend dan seni yang menilai rancanganku jelek," balas Robi sewot. Leon tertawa ken
Robi mencoba mengingat apa yang dipesan oleh Dona. Sepertinya memang ada tapi Robi tidak terlalu ingat karena di butiknya ramai pengunjung. "Ya, saat aku mengenalkan mu pada Dona di hotel dulu. Bukannya Dona memesan baju?" tanya Leon lagi. "Hmm yang kamu dilempari telur busuk itu ya?" jawab Robi memastikan setelahnya Robi tertawa mengingat bagaimana bisa Leon dilempari telur busuk oleh orang tak dikenal. "Ya, aku tahu pasti itu suruhan Monica si gadis gila!" seru Leon kesal, rasa kesal di hatinya tidak bisa dilukiskan dengan kata kata. Karena Monica si biang kerok itu sudah kelewat batas membuat Leon emosi. Membuat mental Leon dan Dona menjadi terguncang. Kalau Leon tidak apa-apa, Dona yang paling terkena mentalnya. Dia harus rajin mengunjungi psikiater untuk pemulihan mental. "Wanita gila itu pernah kamu cintai sampai tidak bisa berpaling 'kan?" goda Robi "Ya, itu dulu. Sebelum semuanya terkuak. Mulai dari sikapnya dan keburukannya yang lain," ucap Leon kesal. Masa-ma







