Share

TUDUHAN

Papa memang menepati perkataannya dengan memberikan kami modal usaha. Romi membuka usaha furniture. Ada satu tukang yang bekerja dengan kami. Tapi, jujur saja, aku masih ragu karena yang pertama ruko kami masuk ke dalam lorong bukan pinggir jalan.

Yang kedua suamiku belum berbakat di bidang ini. Jadi aku sedikit cemas. Awalnya memang ada yang membeli lemari buatan suamiku, apa lagi memang suamiku membuat lemarinya dari bahan yang bagus.

Tetapi, lemari dan furniture itu perputaran uangnya lama, tidak setiap hari orang membeli lemari sementara kebutuhan kami setiap hari. Apa lagi Leo sedang dalam masa pertumbuhan. Bayi berusia 10 bulan itu kan memerlukan gizi.

Dia hanya mau minum ASI sampai usia 7 bulan saja. Aku sendiri tidak tau kenapa padahal ASI ku lumayan banyak.

Dan ternyata tepat saat Leo berusia 11 bulan aku hamil kembali.

“Leo kan masih kecil banget ya, padahal aku pikir lepas KB nggak langsung jadi lagi,” kataku saat melihat tespack.

Kami memang sengaja melepas KB tapi, baru sebulan?

“Ya berarti rezeki,” kekeh Romi.

Aku hanya mengerucutkan bibirku.

“Cowok sih enak, aku ni yang bawa-bawa,” kataku.

Untung saja kami masih memiliki asisten rumah tangga yang bisa membantu tugas rumah tangga seperti mencuci dan membereskan rumah.

Kehamilanku yang kedua ini memang cukup membuat pusing karena aku jadi sering sakit.

Dan ternyata rasa takutku menjadi kenyataan. Usaha Romi bangkrut. Modal kami habis dan akhirnya kami melelang semua lemari dengan harga murah termasuk alat-alatnya.

"Jadi, kamu mau kerja di mana? Uang kita sudah hampir habis loh," ujarku pada suatu malam.

Aku tau jika saat ini sisa uang di rekening suamiku masih ada sekitar 50 juta rupiah. Tetapi, kalau tidak segera mendapatkan pekerjaan ya uang itu pasti akan segera habis.

"Kemarin, temenku kasi tau kalau ada lowongan di pabrik sawit punya om nya. Aku mau lamar di sana," kata Romi.

Aku menghela napas lega. Setidaknya aku berharap jika suamiku bisa diterima bekerja di sana. Bagaimana pun juga kami membutuhkan pemasukan. Apa lagi sebentar lagi Leo mau punya adik.

Biaya melahirkan itu tidak sedikit. Juga kebutuhan dua anak itu kan cukup banyak. Pampers, imunisasi, belum lagi pakaian mereka. Kalau anak kedua kami lelaki masih bisa memakai baju bekas lungsuran Leo. Tetapi, kalau perempuan mau tidak mau kami harus membeli yang baru.

*

Dan dia hari kemudian, kabar baik datang. Suamiku diterima bekerja di pabrik sawit. Bagian timbangan. Pabrik yang cukup besar di kota Jambi ini. Sebut saja namanya pabrik YT.

Tetapi, suamiku mengatakan jika dia nanti akan ditempatkan di luar kota. Aku sedikit panik karena belum pernah ditinggalkan jauh.

Meski Romi bilang dia bisa pulang seminggu sekali. Tetapi, kalau mendadak aku lahiran bagaimana?

Tetapi, untuk sementara waktu kami harus bisa menerima. Mencari pekerjaan itu tidak mudah. Dan saat ini hanya itu pekerjaan yang ada.

Malam itu, Romi mengajakku berkunjung ke rumah om dan tantenya. Sebenarnya aku malas berkunjung ke rumah mereka.

Aku ingat bagaimana perlakuan mereka kepada suamiku dan aku juga. Ucapan mereka yang cukup meyakitkan hati juga. Tetapi, Romi bilang Ia ada sedikit keperluan.

"Wah, tumben kalian ke sini? Ada apa?" sambut Tante A Eng dengan wajahnya yang begitu arogan dan sombong.

Aku hanya bisa menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Kalau nggak diajak suamiku demi Tuhan aku malas sekali bertemu dengannya.

Padahal adik-adik almarhum Mama yang lain tidak ada yang seperti beliau. Yang lain tetap bersikap baik kepada kami.

"Kerja di mana sekarang Romi?" tanya paman Raju santai.

Paman Romi ini sebenernya baik, tapi karena istrinya ya jadinya seperti itu.

"Sekarang kerja di pabrik YT, bagian nimbang," jawab Romi.

"Baguslah kalau begitu. Itulah, coba kalo rumah itu nggak dijual. Kalian masih punya usaha. Kan saya udah pernah bilang, sabar menghadapi papa. Dia udah pikun. Ini nggak mau sabar. Padahal ngurus orang tua itu ada pahalanya."

Aku baru saja ingin menjawab tapi, Romi menggelengkan kepalanya.

"Yang nggak mau ngurus papa itu siapa, Tante? Memang siapa yang bersihin bekas BAB atau pispotnya kalo bukan saya sama Vina?"

"Kalau memang kalian mau ngurus nggak mungkin dia jual rumah,". kata Tante A Eng lagi.

"Papa jual rumah aja saya nggak tau, Tante," kata Romi.

Aku tau saat ini suamiku pasti sedang menahan emosi mendengar ucapan Tantenya.

"Sudahlah nggak usah dibahas lagi. Rumahnya juga sudah dijual. Romi ke sini ada apa?" tanya Raju menengahi.

Istrinya hanya mendelik saja mendengar jawaban suaminya itu. Tampak jelas jika Tante A Eng tidak suka disela.

"Romi ke sini mau gadai mobil Romi, soalnya mungkin Romi juga ditempatkan di luar kota. Nggak ada juga yang bisa bawa mobil. Dari pada rusak nantinya."

"Ah, nggak bisa. Asal kamu tau aja ya, Romi. Dulu waktu saya baru nikah sama paman kamu almarhum mama kamu itu kayak penjajah. Saya dicerewetin, suruh nyuci malam-malam. Yenny enak karena suaminya belain istri. Tapi, paman kamu ini mana berani melawan cecenya. Saya disuruh- suruh dia diam saja!"

Aku mengerutkan dahi. Astaga apakah pantas membicarakan masa lalu? Bukankah itu artinya membuka keburukan orang yang sudah meninggal?

Selama ini aku berpikir Tante A Eng itu baik. Waktu almarhum Mama dirawat di rumah sakit selain kakak Mama, dia sering datang. Kadang membawa makanan, buah dan yang lainnya.

Ternyata selama ini semua itu dia lakukan tidak tulus. Mungkin dia melakukan itu karena takut kepada almarhum Mama.

Romi memang pernah mengatakan jika mamanya banyak disegani oleh adik-adiknya. Termasuk adik- adik papanya. Sehingga ketika beliau meninggal, semua adik papa jadi berani.

"Saya rasa, nggak bijak jika Tante mengatakan hal ini. Itu kan kejadian di masa lalu. Kalau Tante tidak suka kenapa tidak mengatakan dulu di hadapan mama? Kenapa ketika orangnya sudah meninggal baru diungkit? Berarti selama ini Tante melakukan semua kebaikan itu karena takut sama mama? Nggak ikhlas?" ujarku spontan.

Aku merasa tidak rela mama dijelekkan seperti ini. Meski aku tidak lama bersama beliau, tapi yang aku rasakan adalah kasih sayang beliau.

Tidak ada mama mertua sebaik almarhum mama.

"Nggak usah sok, kamu! Asal tau aja dulu mamanya Romi mana setuju sama kamu. Tapi, karena kamu suka cari muka makanya dia jadi sayang sama kamu!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status