WARNING: MATURED CONTENT! THIS IS NOT SUITABLE FOR YOUNG READERS (R18+) PLEASE, READ AT YOUR OWN RISK! "Nangako ka na ako lang. Ako lang ang mamahalin mo. Pero ano ang nangyari sa pangako mo?" Isang mabuting asawa si Sunny Dela Vega sa kanyang asawa na si Vince Thomzon isang sikat na professor sa university na pagmamay-ari ng kanilang pamilya. Maalaga, mabait at higit sa lahat mapagmahal siyang asawa. Pero paano kung isang araw at madiskubre niya ang sikreto ng kanyang asawa. Paano niya ito tatanggapin? Kung sa buong pagsasama nila ay pinaniwala siya nito na siya lang at wala ng iba pa. Hanggang saan kaya ang kaya niyang ipaglaban para sa kanilang sumpaan?
Lihat lebih banyakDI BALIK SENYUM ISTRI
“Kiran, Mas mau ngomong serius.” Mas Bagas tiba-tiba mendekatiku lalu berbisik pelan, mungkin khawatir anak-anakku akan terbangun mendengar suaranya. Dia menarik lengan, lantas menuntunku keluar kamar supaya kami lebih leluasa untuk bicara. “Kiran kamu tahu ‘kan, selama ini orang tua Mas nuntut Mas buat punya anak laki-laki terus?” Digenggamnya tanganku dengan erat. “Terus?” tanyaku singkat. “Ayah nyuruh Mas nikah lagi.” Seketika senyum terukir di bibirku, lalu perlahan kulepaskan genggaman tangan Mas Bagas. “Sudah kuduga ini bakal terjadi Mas.” Mas Bagas kembali memegang tanganku kini dia memelukku dengan erat. Apakah melahirkan anak perempuan sebuah kesalahan aku bukan wanita yang kurang subur? Aku bahkan sudah memberinya 3 cucu perempuan. “Bolehkah aku menolaknya?” Aku ingin tahu apakah Mas Bagas berpihak padaku. “Mas udah nolak berkali-kali, tapi Ayah tetap ngotot.” “Sebenarnya apa mau mereka, Mas? Apa bener cuma karena cucu laki-laki atau ada yang lain?” “Maksud Adek?” Dia melonggarkan pelukannya padaku menatapku dengan penuh tanya. “Bolehkah Adek menyerah?” “Engga ada yang boleh nyerah De, baik Mas atau Ade sekalipun.” Mas Bagas mengatakannya dengan mantap. “Apa sesulit ini ketika orang miskin sepertiku nekat menikah dengan konglomerat sepertimu, Mas?” Entah kenapa orang tua suamiku selalu saja menuntut banyak hal padaku. “Tidak cukupkah ijazah S1 milikku? Aku bahkan rela kuliah demi bisa mempertahankan rumah tangga kita.” Seketika aku tersenyum hanya dengan mengingatnya. Aku menghabiskan waktu 4 tahun di universitas, hanya untuk memuaskan mertuaku. Mereka bilang aku tak cukup berpendidikan untuk bersanding dengan putranya. “Kita diundang ke rumah Ayah besok pagi, katanya dia sudah menyiapkan calon istri untuk Mas.” Calon istri katanya bahkan aku belum menyetujui. “Mas seneng ‘kan bakal punya istri 2? Mana ada laki-laki yang nolak di suruh nikah lagi,” sindirku padanya. “Adek ini ngomong apa? Mas masih di sini enggak akan ada orang lain di antara kita. Kita hadapi besok berdua ya.” Dia menangkupkan kedua tangannya di wajahku. “Sekalipun wanita itu lebih muda dan cantik dariku?” “Tidak ada yang lebih cantik dari Karina Widyawati istri mas tercinta.” Dia tersenyum ke arahku, membuat amarah padam seketika. Beginilah kelemahan wanita hanya dengan satu kalimat mampu mengubah amarah menjadi rona kemerahan di wajahnya, aku tersipu malu Mas Bagas berhasil menggodaku. Malam semakin larut bukan waktu yang baik untuk berdiskusi kami pun kembali ke kamar, sudah waktunya tubuh ini diistirahatkan. Sayangnya setelah sampai kamar mataku enggan terpejam. Ini malam yang panjang bagiku, mendengar suamiku akan menikah lagi. Jangankan untuk terpejam sekedar menenangkan hati sejenak pun aku kepayahan, gelisah melanda sanubariku. “Dek, kamu ga tidur?” “Astaghfirrullah Mas, ih ngagetin aja.”Suaranya benar-benar mengagetkanku. “Tidurlah Dek, besok kita butuh tenaga ekstra. Jangan khawatir sayang Mas akan selalu ada buat kamu.” Aku tersenyum ke arah Mas Bagas. Sungguh aku ingin selalu mendengar kalimat itu terus terucap dari mulut suamiku sampai akhir hayat. “Benarkah?” “Hm.” Mas bagas hanya berdehem, sambil merentangkan tangannya memberi kode agar aku mau mendekat ke sisinya. Tak menunggu lama, entah karena fisikku yang memang sudah waktunya diistirahatkan atau karena hatiku yang jauh lebih tenang. Aku pun menyusul Mas Bagas ke alam mimpi dalam dekapannya. Keesokan harinya sesuai janji, kami berkujung ke kediaman mertuaku. Tampak sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumah, mungkinkah itu milik calon maduku? Karena sebelumnya aku tak pernah melihat mobil seperti itu terparkir di garasi mobil mertuaku. “Kenalin Bagas ini Riana, calon istri kamu?” “Riana?” Bukankah itu teman sebangkuku waktu sekolah dasar dulu. “Maaf siapa?” “Aku Karin, Karina Widyawati. Teman sebangkumu waktu sekolah dasar.” Aku mencoba menjelaskan seingatku mungkin tak lupa kusuguhkan dengan senyum ramahku. “Ga nyangka ya, kita bakal ketemu dengan cara kayak gini.” “Bagus dong kalau kalian saling kenal ini akan lebih baik ke depannya,” ucap Ayah mertuaku. Sementara itu, Ibu mertuaku sedari tadi hanya diam menunduk, entah apa yang ada dalam pikirannya. Tampak gurat kesedihan tersirat di wajahnya. Belakangan ini aku memang sempat merindukan Riana. Ingin sekali rasanya aku bertemu dengannya kembali karena setelah lulus sekolah dasar kami tak pernah lagi berjumpa yang aku tahu dia ikut pindah bersama orang tuanya. Tak menyangka doaku diijabah Tuhan dengan sangat cepat, tetapi bukan pertemuan seperti ini yang aku harapkan. Sekilas aku melirik Mas Bagas, dia tampak terpukau dengan penampilan Riana. Balutan dress bodycon selutut sangat pas dipadukan dengan hak tinggi yang berwarna senada serta rambutnya yang hitam kecokelatan dibiarkannya terurai begitu saja. Laki-laki mana yang tahan kalau di hadapkan pada wanita seperti itu, melihat suamiku terpesona dengan penampilan Riana, hatiku bagai ditusuk belati, sakit sekali. Astaghfirrullahaladzim. “Mas.” Kutepuk lutut suamiku yang masih saja ternganga memandang Riana. “Eh iya Dek, kenapa?” Aku tersenyum ke arahnya. “Dia cantikkan?” bisikku ke telinga Mas Bagas. “Hm iya eh tapi lebih cantik kamu, De,” ucap Mas Bagas gelagapan dia memang bukan tipe laki-laki yang pandai berbohong. “Maaf semuanya saya permisi dulu mau ke toilet.” Tak lupa kuberikan senyum termanisku pada mereka, setelah itu aku berjalan menuju kamar kecil. Terlalu menyesakkan berada dalam situasi seperti ini. Aku tak pernah menentang poligami tetapi haruskah itu terjadi pada rumah tanggaku. Aku belum siap Tuhan sekalipun Engkau janjikan tiket surga padaku bolehkah aku menolaknya? Aku takut dengan ilmuku yang tak seberapa ini menjadikanku berbuat zalim yang justru malah menyeretku ke neraka-Mu. Menyaksikan lelakiku berada dalam satu ruangan dengan wanita lain lalu berbagi tempat tidur dengannya, akankah aku sanggup? Sementara itu, di ruangan lain aku akan melewati malam-malam panjang dengan rintihan penuh kesakitan. Senyum itu sedekah dan sedekah merupakan ibadah. Aku ingin terus beribadah sepanjang waktu. Tak peduli kalau hatiku sedang tidak baik-baik saja. Setidaknya dengan tersenyum mampu menjadi obat pelipur lara, walau hanya sekejap. Aku berjalan keluar rumah lewat pintu belakang, untuk apa juga aku ke kamar mandi aku tak punya hasrat untuk buang air. Kebetulan rumah mertuaku punya akses pintu samping, yang bisa terhubung langsung keluar, masa bodo Mas Bagas akan melihatku karena posisi duduknya tepat menghadap ke arah jendela yang akan aku lewati. Aku pergi menuju halaman depan di sana ada ke tiga putriku yang sedang bermain. Aku pecundang bukan? Pecundang yang hanya bisa lari dari masalah. Kupeluk Rinjani putriku yang ketiga usianya masih 2 tahun dia mungkin keheranan melihatku tiba-tiba memeluknya di saat dia tengah bermain kejar-kejaran dengan saudaranya yang lainnya. “Uma kenapa?” tanya Meisya anak pertamaku, usianya masih 9 tahun. “Cup cup Uma, jangan nangis! Aka sama Arumi juga sayang sama Mamah,” ucap Arumi putri ke duaku usianya 4 tahun. Kedua anakku terbiasa memanggil kakaknya dengan kata Aka. Ya Tuhan, apa aku menangis? Tidak, aku tidak boleh lemah seperti ini. Kuusap air mataku dengan ujung jilbab yang kukenakan. “Uma ga nangis kok Sayang, sini-sini peluk Uma!” Ketiga anakku pun berhamburan memelukku. “Tapi mata Uma merah, jangan bohong Ma dosa, nanti Allah marah,” kata Arumi. “Siapa yang bilang kalau Allah marah?” Entah tahu dari mana dia kalimat seperti itu. “Kan Uma yang bilang, ya kan Aka, kalau bohong nanti Allah marah?” Arumi malah memastikannya pada kakaknya Meisya. Ternyata akulah yang mengajarinya kalimat itu, aku sampai lupa pada ucapanku sendiri. “Sayang kenapa di sini, ga baik loh ninggalin gitu aja yang lain belum pada bubar, yuk ke sana lagi,” tiba-tiba Mas Bagas menghampiri kami. “Buat apa?” tanyaku singkat. “Ya masih ada yang harus dibicarain, Dek.” “Abang terpesona ‘kan sama perempuan itu?” tanyaku. Mas Bagas tak menjawab pertanyaanku. “Dia cantikkan?” Lagi-lagi dia hanya diam. Aku menurunkan Rinjani dari gendonganku, lalu menyuruh anak-anakku agar bermain agak jauh dari tempat kami berbicara. Aku hanya tidak ingin mereka mendengar obrolan orang dewasa seperti kami. “Kenapa diem aja? Berubah pikirankah?” “Dek maafin Mas, ya!” “Hanya karna dia cantik Mas berubah pikiran?” tanyaku. “Tunggu dulu Dek, mas belum selesai bicara. Ayo, kita selesaikan di dalam!” Mas Bagas menarik tanganku, mau tak mau aku mengikuti langkah kakinya menuju ke dalam ruangan yang menyesakkan itu lagi. “Abis dari mana kok malah barengan tadi bukannya ke toilet.” Aku tersenyum mendengar penuturan ayah mertuaku. “Apakah kehadiranku penting Ayah? bahkan Ayah tak pernah meminta pendapat dariku.” Seketika ibu mendongakkan kepalanya menatap wajahku seolah terkejut dengan apa yang aku ucapkan. “Laki-laki itu tidak perlu ijin istri untuk menikah lagi,” katanya. Mendengar ucapan Ayah bisa kulihat Ibu malah tertunduk lagi, ada apa sebenarnya? kenapa dia hanya diam tanpa suara? “Dari sekian banyak sunah nabi kenapa harus poligami, Riana biar kutanya langsung padamu, bersediakah kamu jadi istri kedua suamiku?” “Hmm, aku, tolong kasih aku waktu, aku enggak bisa ngasih keputusan sekarang,” jawab Riana. “Kenapa nak Riana bukannya kamu dan Bagas sudah saling kenal, bukankah kalian sudah dekat sejak kuliah?” tanya Ayah mertua. Hah? Apa ini jadi mereka pernah dekat? Kenapa hidup serumit ini. Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum menyaksikan permainan takdirku. “Kenapa Dek, kenapa kamu malah senyum?” Mas bagas menatap heran ke arahku, raut mukanya tampak gelisah mungkin dia takut aku akan meledak. “Kenapa dunia ini begitu sempit, Mas? kamu sendiri bagaimana? maukah menikahi mantan teman sebangkuku?” Aku harus memastikan ini sendiri disaksikan kedua orang tuanya. Dia lagi-lagi tak menjawab. “Tentu saja suamimu tidak akan menolak menikah dengan wanita cantik seperti Riana, toh mereka juga sudah saling mengenal,” sambar ayah mertuaku. “Kalau tolak ukur menikahi wanita hanya dilihat dari kecantikannya, apakah setelah menikah ada jaminan dia akan memiliki anak laki-laki, kalau tidak bukankah semuanya sia-sia?”SUNNYHindi ko alam. Hindi ko talaga alam kung saan ba ako pupunta. Kanina pa ako iyak ng iyak. Masakit para sa akin ang mga narinig ko na sinabi sa akin ng mother in-law ko.All this time ay akala ko mabait siya, dahil iyon ang ipinapakita niya sa akin dahil mali ako. Hindi pala totoong gusto niya ako. Ayaw ko na maging bastos sa kanya kaya nga ginagawa ko ang lahat para lang magustuhan niya ako. Malaki ang respeto ko sa kanya dahil ina siya ng asawa ko, ng lalaking mahal ko. Pero ngayon ay bigla na lang nawala ang respeto na mayroon ako para sa kanya.Ang marinig ko mula sa kanya ang mga salitang iyon ay naging dahilan para masugatan ang puso ko. Ang sakit sa dibdib. Hindi ako handa. Sanay kasi ako na maayos ang pakikitungo niya sa akin. I turned off my phone para walang makatawag sa akin. “Ma’am, saan po kita ihahatid?” tanong sa akin ng taxi driver.“May alam ka po ba na lugar na puwede ko pong puntahan?” tanong ko pabalik sa kanya.“Mukhang may pinagdadaanan ka ngayon. Pero mas
SUNNY“Anak, sorry. Ganito talaga kaming dalawa ni Irene. Sobrang close talaga kami.” saad sa akin nang biyenan ko.“Okay lang po, mom. I understand po,” sabi ko sa kanya.“Okay, magsimula na tayo mga anak.” masaya na sabi nito.Kahit na pakiramdam ko ay out of place ako ay pinilit ko ang sarili ko na maging komportable at okay ang lahat sa amin. Hindi lang talaga siguro ako sanay. Lalo na ngayon ko pa lang naman nakilala si Irene. Masasabi ko na madaldal siyang bata. “Ate, anong nagustuhan mo kay Kuya Prof?” tanong bigla sa akin ni Irene.Kami na lang na dalawa ang narito sa kusina dahil may kinuha lang si mommy sa taas. Nakangiti siya sa akin at para bang hinihintay niya ang sagot ko.“He's a very responsible and caring husband.” sagot ko sa kanya.“Ganyan rin ang gusto ko sa lalaki, Ate. Kuya Prof is my ideal man.” nakangiti na sabi niya sa akin na para bang normal lang sa kanya na sabihin ang mga ganitong bagay.“Sige po, ate. Akyat po muna ako sa taas. Magshower lang po ako. Kay
SUNNY“Okay lang ba kung uuwi na tayo?” tanong ko sa kanya.“Why?” nagtataka na tanong niya sa akin.“I lose my appetite.” “Dahil ba kay Irene?” tanong niya sa akin.“Ano ba ang relasyon niyo?”“She is my friend’s sister. Kaya malapit kami sa isa’t-isa. Huwag mo naman bigyan ng kahulugan.” Mahinahon na sabi niya sa akin.“Dapat pinakilala mo siya sa akin ng maayos. Para hindi na ako nagseselos.” Pag-amin ko sa kanya.“Love, wala kang dapat ikaselos dahil ikaw lang ang mahal ko. You're my one and only wife. My one and only love,” nakangiti na saad niya sa akin.“I’m sorry,” nakayuko na sabi ko sa kanya.“You're more beautiful kapag nagseselos ka.” Sabi niya sa akin.“Stop it,” saway ko sa kanya.“I’m honest. My wife is the most beautiful woman in the world.” Nakangiti na sabi niya sa akin.“Love, stop it.”saway ko sa kanya dahil nahihiya ako.Alam ko na hindi magandang ugali na nagseselos ako. Dahil alam ko na mahal ako ng asawa ko at walang dahilan para magselos ako. Ako lang talaga
SUNNYMalungkot akong nakatingin sa pregnancy test na hawak ko. Buwan-buwan ko na itong ginagawa lalo na kapag delayed ang monthly period ko. Umaasa kasi ako na baka sakaling makabuo na kaming dalawa ng asawa ko. Limang buwan na rin kasi simula noong nagsama na kami. After our wedding ay active naman kaming dalawa. Alam ko na kahit hindi sabihin sa akin ni Vince ay nalulungkot siya. Gustong-gusto ko ng mabuntis. Maging ganap na mommy at para mapasaya ko ang asawa ko. Alam ko na nahihirapan at nalulungkot rin siya. Kaya naman mabilis kong tinapon ang pregnancy test na hawak ko. Ayaw ko ng ipakita sa asawa ko. Ayaw kong makita ang pilit niyang ngiti. Dahil nasasaktan lang ako. Nalulungkot lang ako kapag nakikita ko ang mga mata niya.“Kailan mo ba ibibigay sa akin ang nais ko? Ready na po ako, ready na ako na maging isang ina. Ito na lang ang kulang sa amin. Kaya sana ibigay mo na sa amin. Para maging masaya na ang asawa ko. Para maging masaya na ang bahay na ito kasi sa totoo lang mal
“Nangako ka na ako lang. Ako lang ang mamahalin mo. Pero ano ang nangyari sa pangako mo?” SUNNY POV =MY WEDDING DAY= Suot ang isang wedding gown na ako mismo ang gumawa ay nakatayo ako ngayon sa pinto ng simbahan. Ngayon ang araw ng kasal ko sa lalaking mahal ko. Ang lalaki na pangarap ko. Ang lalaki na nagbigay sa akin ng pagmamahal. Today is one of the most perfect days of my life. Natatanaw ko mula sa kinatatayuan ko ang lalaking papakasalan ko. Nakangiti siya sa akin at napakagwapo niya sa suot niyang tuxedo. Everything is perfect. Habang naglalakad ako papunta sa kanya ay pilit kong pinipigilan ang luha ko. Ayaw kong masira ang make-up ko. “I love you,” malambing na sabi niya sa akin nang tuluyan akong nakarating sa kanya. “I love you more,” malambing na sabi ko sa kanya. Hawak niya ang kamay ko at sabay kaming pumunta sa may harap ng altar. Si Vince ang lalaking pangarap ko na iharap sa altar. Ang lalaking pangarap kong makasama habang buhay at magiging ama ng magi
Maligayang pagdating sa aming mundo ng katha - Goodnovel. Kung gusto mo ang nobelang ito o ikaw ay isang idealista,nais tuklasin ang isang perpektong mundo, at gusto mo ring maging isang manunulat ng nobela online upang kumita, maaari kang sumali sa aming pamilya upang magbasa o lumikha ng iba't ibang uri ng mga libro, tulad ng romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel at iba pa. Kung ikaw ay isang mambabasa, ang mga magandang nobela ay maaaring mapili dito. Kung ikaw ay isang may-akda, maaari kang makakuha ng higit na inspirasyon mula sa iba para makalikha ng mas makikinang na mga gawa, at higit pa, ang iyong mga gawa sa aming platform ay mas maraming pansin at makakakuha ng higit na paghanga mula sa mga mambabasa.
Komen