Share

BAB 6

Author: shalunace
last update Last Updated: 2024-08-12 09:20:33

BESOKNYA dengan langit biru serta cahaya mentari nan berpendar cerah menerangi separuh bumi, dapat Arzan lihat Rosa sedang duduk di bawah pohon rindang. Telinganya di sumpal dengan AirPods putih gading dan mata gadis itu tertutup rapat. Seolah benar-benar ingin menikmati acara kecil-kecilannya dengan tenang tanpa gangguan apa pun. Selama bertahun-tahun mengamati Rosa. Arzan tahu betul bahwa tempat favorite gadis itu di sekolah ini adalah sebuah pohon besar yang letaknya cukup tersudut namun lumayan dekat dengan lapangan bola.

Banyak rumor yang mengatakan tempat itu angker karena katanya pohon itu sudah tumbuh di sana bahkan sebelum sekolah di dirikan. Kendati begitu Arzan tak sepenuhnya percaya. Sementara perempuan nan mirip tupai tersebut tampaknya tak terganggu sedikit pun dan seringkali menjadi penunggu sesaat di sana. Bukan tanpa sebab, pohon tersebut tumbuh tinggi menjulang dan besar, memiliki dedaunan yang rindang sekali. Angin sepoi-sepoi yang jelas-jelas akan mampir di sana membuat siapa saja akan merasa nyaman bahkan Arzan acapkali melihat Rosa sampai tertidur di sana. Sehingga, mau tak mau ia memerhatikan perempuan itu sampai bangun.

Memang, tidak akan ada satu pun orang yang berani mengerjai atau sekadar berbuat jahil pada gadis itu. Selain karena Arzan yang mewanti-wanti siapa saja, tentunya, mereka lebih takut pada Jessica. Puan berwajah manis dengan kekuatan hulk. Tak ada yang berani macam-macam dengan Jessica kecuali Alvin. Hanya saja ia ingin memastikan bahwa Rosa aman, hingga memilih memantau dari jarak yang cukup jauh sudah membuatnya sedikit bernapas legas. 

Arzan sebenarnya ingin sekali menghampiri Rosa dan bertanya mengenai keadaan gadis itu. Usai menjumpai anak perempuan itu berkeliaran malam-malam dengan pakaian tipis dan air muka keruh, bahkan menangis di sepanjang perjalanan mana mungkin tidak membuat Arzan khawatir. Tidurnya saja malam kemarin tidak begitu nyenyak lantaran terlampau memikirkan bagaimana keadaa gadis itu. Namun niatnya terurung, ia ingin Rosa lebih punya banyak waktu untuk dirinya sendiri. Mungkin itu lebih baik. Karena siapa dia sampai-sampai harus mendapat penjelasan, bukan?

Arzan masih tahu diri di mana posisinya sekarang ini.

"Zan?"

Arzan menoleh cepat dan meringis sesaat ketika melihat Chika menatapnya lamat-lamat.

"Ah! Maaf, Chik," ujarnya menyesal. Lagi-lagi fokus Arzan terganggu.

Chika tersenyum maklum, menggeleng pelan untuk menenangkan dan berkata. "Nggak papa, gue cuma mau bilang lagi. Kepsek mau nanti pas acara sekolah, semuanya udah beres."

"Oke, kita rapat besok, ya, Chik," cetus Arzan seraya merapikan lembaran kertas di meja. "Umumin di grup juga, ya, Chik. Makasih."

"Oke, gue duluan ya." Chika pun melempar sebuah senyuman sebelum pergi.

Chika tersenyum sendu. Perasaannya pada Arzan akan terus terpendam meski ia tahu, cowok itu pasti peka terhadap perasaannya. Namun seperti ini lebih baik, ia tidak ingin menyatakan apa-apa lagi pada Arzan yang telah memiliki tambatan hati.

Chika terhenti berjalan saat Ody berada di depan ruang OSIS. "Ody? Ngapain?"

"Nungguin temen gue," ujarnya dengan kekehan. "Gimana doi lo?”

"Arzan?”

Ody mengangguk. “Jadi lo beliin dia minuman?”

Chika mengangguk sebagai respon awal. Ia membelikan Arzan sebotol minuman dingin di kantin sebelum bergegas menuju ruangan OSIS. Minuman favorite cowok itu malahan. Akan tetapi ia enggan untuk memberikannya hingga Chika memilih untuk menyimpannya untuk dirinya sendiri. “Udah kok,”

“Chik, lo harus gercep dikit,” ucap Ody seraya mencengkeram sebelah bahu Chika. “Lo harus optimis.”

Ody memang tahu kebenaran perasaannya terhadap Arzan dan selalu mendukungnya penuh agar bisa dekat dengan Arzan. Apalagi sekolah pernah di gemparkan dengan Arzan yang terang-terangan mengatakan bahwa ia menyukai Rosa. Ody semakin gencar-gencarnya memperjuangkan dan menyemangati Chika agar lekas bersama Arzan. Memberikan pendapat dan saran untuknya setiap waktu.

Akan tetapi, sebagaimana pun Chika berjuang perasaan untuk Arzan. Pemuda itu tidak akan memandangnya sebagaimana ia menatap Arzan sekarang ini.

“Dia suka Rosa, Dy,” ujar Chika dengan seulas senyum getir.

Ody mendecak sebal. “Halah! Buta kali si Arzan. Bisa-bisanya suka sama cewek nggak bener kayak Rosa.”

"Dy, nggak boleh gitu. Rosa baik kok, kemarin gue liat dia nolongin anak kucing di jalanan.” Chika memberi peringatan.

“Habisnya ada-ada aja, sih, ngapain dia malah sama si Rosa. Udah jelas-jelas lo nungguin dia dari kelas satu. Heran gue,” ujar Ody tak habis pikir. “Model kek Raisa, kek, jelas.”

“Rosa cantik, kok, Dy,” kata Chika. Sejujurnya, tidak mengerti mengapa Ody begitu membenci Rosa sebegininya.

“Dia cewek nggak bener, kasar, tukang rusuh, sok-sok sama gengnya tuh,” ralat Ody enteng.

“Emang.”

Keduanya sontak menoleh pada presensi baru di sekitar mereka. Mata Chika membola sempurna kala melihat Rosa yang berdiri tak jauh dari mereka. Gadis tersebut bersandar pada dinding sembari meniupi kuku-kuku jarinya yang di poles cat kuku berwarna ungu.

“Kan, orangnya denger, Dy,” bisik Chika setengah gugup pada Ody.

Ody berdecak pelan. "Apasih yang lo takutin, Chik,” balasnya kesal. Ody kembali mengalihkan pandangan pada Rosa. “Oh! Jadi lo denger?” tanya Ody dengan nada menantang.

Rosa pura-pura berpikir sebelum menjawab singkat, "Kayaknya sih.”

“Sadar diri. Arzan nggak cocok buat lo,” tukasnya sinis.

Rosa tergelak tidak lama kemudian dan menatap Ody mengejek. "Idih! Najis banget gue di cocok-cocokin sama si bangsat itu.”

“Woy! Mulut lo jaga!“

Memutar bola matanya malas, setengah tidak habis pikir dengan arah percekcoan mereka ini, Rosa pun menghampiri mereka. Tatapannya mantap memandang menghina pada Ody yang jauh lebih pendek dari dirinya. "Bego ya lo? Atau punya masalah otak serius?” tanyanya penasaran, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pelipis sebagai gestur seiring pertanyannya terlempar.

"Apaㅡ”

"Bukannya lo yang barusan ngehina-hina gue, tapi sekarang malah nyuruh gue jaga mulut gue,” Rosa mengetuk pelipisnya lagi. Rosa menaikkan sebelah alis. "Waras?”

Ody terbakar emosi dan membalas sengit. “Toh! Faktanya emang bener 'kan, lo cuma biang masalah.”

Diam-diam Rosa tersenyum melihat lawan bicaranya terbakar emosi seperti ini. Ia seperti mendapat objek baru untuk melampiaskan rasa kesalnya. Apalagi cewek pendek di depannya ini mudah terpancing emosinya. Yah, walau masih belum bisa mengalahkan Jessica dalam pertandingan manusia dengan sumbu emosi terpendek di dunia. Setidaknya ia akan mengapresiasi hal kecil ini. 

Rosa mengedikkan bahunya tak peduli. Sudah pasti tindakannya sekarang akan semakin mengundang amarah lawan bicara. "Yah, hidup gue udah terlalu enak sih. Jadi cari yang seru aja. Kenapa? Iri ya? Kasian. Pasti hidup lo susah banget. Ya, 'kan?”

Ody mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih sempurna. Chika yang sejak tadi memperhatikan pun segera menarik pelan lengan Ody. Ia mulai cemas akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan kalau-kalau tidak buru-buru mencegahnya. "Dy, ayo pergi aja. Jangan di lanjutin lagi.”

"Tapi cewek ular ini ngeselin, Chik!” sahut Ody dengan nada meninggi.

Chika makin panik ketika suasananya justru semakin memanas. Chika jelas tak mau terjadi aksi saling pukul antara kedua gadis itu. Terlebih-lebih lagi lokasi perdebatan ini cukup dekat dengan ruang OSIS. Ini jelas merupakan bukan pertanda yang bagus bagi mereka. 

Ody kembali menyorot marah Rosa sementara yang di tatap hanya acuh tak acuh berdiri di posisinya. “Asal lo tau, ya, temen gue harus sakit hati gara-gara lo! Melet Arzan lo?!”

Rosa tertawa mengejek, "Bentar deh,” Gadis itu mengangkat tangannya di udara dengan ekspresi bingung di buat-buat. Alisnya menukik seiras dengan kepala sang gadis nan pelan-pelan miring ke samping. “Yang suka temen lo, kenapa lo yang ribut?”

Mata gadis serupa tupai tersebut pun menyorot Ody lewat tatapan mengejek sekaligus sinis. "Atau jangan-jangan lo lagi yang suka Arzan? Biasanya musuh dalam selimut,” Rosa beralih menatap Chika ura-pura iba dan menepuk pundak gadis itu dua kali, kali ini bibirnya melengkung ke bawah. “Hati-hati, ya,” sambungnya dan mengedipkan mata pada Chika.

Rosa kembali menatap iris mata Ody. Cewek di depannya ini tampak gugup dan sempat tersentak tadi. Eh?

“Lo-!”

"Gue apa?!” tanya Rosa balik menantang dan bersedekap tangan. "Ada yang salah dengan kata-kata guekah?"

Dan tepat setelah itu kalimat itu selesai, Arzan keluar dari ruangan OSIS dengan raut wajah terkejut bercampur bingung. Rosa san Ody saling mengibarkan bendera peperangan, tampak terlihat sekali dari aura tidak mengenakan dari dua gadis tersebut dan suara keributannya bahkan sampai terdengar ke dalam.

“Eh, ada apaan nih? Kalian berantem?” tanyanya setengah cemas.

Rosa mundur selangkah dan menatap malas orang-orang di depannya ini, terutama terhadap Arzan. Ia menatap pemuda itu jengkel entah karena apa padahal yang Arzan lakukannya hanyalah berdiri. “Lo urusin noh temen lo,”

"Heh! Maksud lo apa?!” Ody kembali emosi.

“Ah! Ribet amat hidup lo! Ngurusin hidup orang aja!” sentak Rosa sebal. Akhirnya terbawa emosi juga.

“Lo berani karena sembunyi di balik punggung temen berandalan lo itu!” teriaknya penuh amarah.

Rosa mengangguk dua kali. Ia mulai kebosanan menghadapi gadis pendek itu. “Suka-suka gue dong. Selagi punya temen, ya, manfaatin. Tapi gue terang-terangan, nggak kayak lo diam-diam menghanyutkan. Eh?”

Ody tertohok. Tangannya terangkat dan dengan kilat mengarah pada wajah Rosa. Namun sebelum berhasil mengenai lawan, tubuh Ody terjerembab cepat ke lantai. Seseorang menendang pinggang cewek itu tanpa aba-aba. Dan hanya satu orang yang berani melakukan kekerasan di sekolah ini terang-terangan.

Jessica.

Cewek itu tersenyum penuh kemenangan, seolah apa yang dil akukannya tadi bukanlah perkara yang besar. “Yes! Tepat sasaran!”

"Jessica, lo apa-apaan sih?!” bentak Arzan seraya membantu Ody berdiri.

Jessica mengedikkan bahunya tak peduli dan mendekati Rosa. Cewek itu menoyor kepala gadis itu. “Lama amat, anjir! Gue tungguin juga.”

“Dih! Ngabarin aja kagak lo,” balas Rosa tak terima di salahkan secara tersirat.

“Udah gue WA, anjir! Nggak lo bales-bales,” kesal Jessica.

Keduanya berdebat mengenai siapa yang salah dan benar. Seolah kejadian tadi hanyalah ilusi belaka.

Bagaimana bisa Jessica tetap tenang bahkan setelah menendang Ody ke lantai?

Chika tak paham lagi dengan apa yang terjadi. Semuanya berlalu begitu cepat.

“Jes, lo minta maaf. Lo nggak boleh kayak gitu ke orang lain,” ujar Arzan penuh penekanan.

Jessica mengernyitkan dahinya. “Dia orang lain, 'kan? Jadi ngapain harus gue peduliin, toh, orang asing.”

“Lo mau gue masukin daftar kasus lagi, ya, Jes?” ancam Arzan. Kepalanya mendadak berdenyut pening melihat tingkah laku Jessica.

“Silahkan!”

Berikutnya Jessica pun berjalan perlahan dan berdiri tepat di depan Ody. Jessica menunduk sedikit demi melihat wajah Ody yang tengah menahan sakit dengan tangan memegangi bekas tendangannya tadi.

“Sakit?” tanyanya mengejek.

Secepat angin berlalu. Tidak ada yang bisa mencegah saat Jessica menjambak kasar rambut Ody ke atas dan melayangkan tinjuan di wajah gadis malang itu. Manusia yang berada di sana kaget kecuali Rosa yang hanya diam memerhatikan.

"Heh! Harusnya lo tau rule buat sekolah tenang di sini,” ketus Jessica seraya mencengkeram kuat dagu Ody hingga empunya balas menatapnya. “Jangan pikir gue nggak di sekolah, gue nggak tau berita. Selama ini gue tahan, ya, anjing!”

Jessica menghempaskan kepala Ody kasar sementara gadis itu mengalami tremor.

Kali ini Jessica menatap Arzan muak. “Harusnya lo tau, kalau gue nggak bakalan main fisik sama orang tanpa sebab, Zan. Tapi kelakuan temen lo udah mancing-mancing emosi gue dari kelas satu. Temen lo itu udah dari dulu nyebarin rumor nggak bener di sekolah.”

Jessica berlalu begitu saja sedangkan Rosa masih bertahan di sana. Menatap semua kejadian dengan tenang.

Beberapa belas detik berlalu Rosa pun menghampiri Arzan dan menepuk pundak Arzan dua kali sebelum berkata, "Gue orang jahat Arzan, bahkan Jessica bisa ngebunuh dia kalau gue suruh.“

Gadis tersebut mendongak demi menatap iris Arzan yang sedikit terkejut. “Daripada gue, mending lo segera sadar. Jangan nyia-nyiain cewek tulus di sekitar lo.”

Selesai dengan kalimatnya. Rosa pun berlalu dengan harapan kecil di hati.

Lo harus dapet yang lebih baik dengan perasaan tulus lo sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   SPECIAL BAB #1

    BEBERAPA hal terkadang berlalu begitu cepat tanpa di sangka-sangka. Seperti, misalnya kau tengah menonton sebuah film tetapi ternyata eksekusi adegannya tidak membuatmu tertarik dan lekas mendatangkan bosan, namun karena masih penasaran dengan ujung cerita pada akhirnya kau akan memilih mempercepat laju jalannya film tersebut tanpa pikir panjang. Iya, seperti itu. Inti adegan dan juga sekelumit kisah yang coba sutradara sampaikan dapat sekilas di pahami dan di ingat. Begitu juga akan kehidupan. Memang saat menjalaninya terasa berat, ingin menyerah dan membuatmu terasa ingin meninggalkan dunia dengan sesegera mungkin. Sebab kewarasan tengah berada di ujung tanduk. Akal sehat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi hati juga hancur lebur di obrak-abrik takdir. Pada akhirnya, hanya kata menyerah dan putus asa yang keluar dari belah bibir. Kehidupan dan takdir memang begitu. Benang merahnya sangat rumit untuk di uraikan dengan rangkaian kata belaka. Namun percayalah. Ketika semua

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   EXTRA BAB #2

    “ROSA! Lo tau nggakㅡ”“ENGGAK! NGGAK TAU! NGGAK TAU! GUE IKAN SOALNYA!”Sementara Arzan mengulum senyum geli, gadis chipmunk tersebut mati-matian menahan gondok. Bukan karena apa, setelah kejadian di mana ia juga mati-matian menggombali Arzan dan ketahuan oleh pemuda itu bahwa Rosa tengah mengerjainya sebagai ajang balas dendam. Arzan marah seharian, mogon bicara dan tahu-tahu besoknya malah menggantikan Rosa dalam hal gombal menggombali.Jantung Rosa tidak kuat. Memang ya, balas dendam itu tidak baik. Rosa malah nyaris spot jantung setiap saat karena Arzan membalasnya dua kali lebih parah daripada apa yang dia lakukan. Bahkan tak ragu-ragu untuk mengejarnya sepanjang sekolah demi berkata :“MAKMUMKU! KAMU MAU KEMANA? KOK CALON IMAMMU INI DITINGGAL?!”Rosa malu. Rosa nyaris sinting. Nyaris mati karena detakan jantungnya tak keruan. Sial. Lihat saja senyum manis Arzan yang masih betah bertengger. Rosa ingin sekali mencakar wajah tampan itu tetapi sayang kalau memiliki goresan. Rosa hany

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   EXTRA BAB #1

    “ZAN, tau nggakㅡ”“Udah dong, Saaa!”Arzan tidak sanggup. Arzan tidak kuat lagi. Arzan sudah tidak bisa menanggungnya lagi. Arzan bisa-bisa stres plus diabetes jika diberi gula terus-menerus. Bukannya apa-apa, hanya saja memang Arzan menyukai perubahan sifat Rosa. Sangat malahan. Manisnya tak tanggung-tanggung membuat Arzan terkadang malu sendiri. Arzan malah seperti anak gadis sementara Rosa seperti cowok yang hobi menggombalinya seperti sekarang.Tingkah manis Rosa terkadang datang begitu saja tanpa permisi, langsung menyerang danㅡtok! Pas sekali mengenai hatinya. Arzan lama-lama bisa jantungan kalau begini caranya.Rosa nyengir, tidak merasa bersalah sama sekali. “Gue 'kan belum selesai ngomong, sayangku. Aduh! Gemoy sekali Anda!” Rosa terbahak.Arzan tersenyum tabah. Sabar sekali menghadapi Rosa.“Zan, lo tau nggakㅡ”“Kalau gue mirip calon imam lo?” sambar Arzan jengah, kalimat ini sering sekali dilontarkan Rosa padanya. Bahkan tak malu mengungkapkannya di depan umum sekalipun. Ben

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   EPILOG

    HARI ini adalah hari pertama Rosa memasuki sekolah setelah libur nyaris satu bulan lamanya. Tak banyak yang berubah. Di pagi hari Rosa sudah bangun lebih dulu untuk memasak sarapan. Membangunkan Jessica agar mau berangkat sekolah tepat waktu namun gadis itulah yang paling susah untuk di atur. Sementara Lion bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Iya, memang Jessica memilih tinggal bersama mereka meski kadang pulang juga. Rosa tak keberatan justru senang-senang saja.Rosa dan Lion tinggal di apartemen Jessicaㅡgadis itu yang memaksa. Rosa dan Lion tidak memiliki sanak saudara sehingga Demian menawarkan diri menjadi wali legal mereka. Setidaknya sampai Rosa lulus kuliah dan bekerja. Awalnya si gadis ragu namun setelah diyakinkan oleh ketiga sahabatnya, Rosa setuju. Hanya sampai ia mendapatkan pekerjaan tetap.Rosa berdecak sebal, masih mengenakan celemek bekas memasak dan saat kembali ke kamar Jessica masih dalam posisi sama persis saat ia tinggalkan tadi. “Jessica! Ih! Buruan mandi!

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   BAB 70

    ROSA kembali berduka. Di hari kepulangannya dari rumah sakit dan di hari yang sama pula Rosa melihat Julian terbaring lemah di atas ranjang. Penuh luka dan tak berdaya. Rosa tak merasakan apapun saat menatap Julian yang jangankan untuk kembali menyakitinya, bergerak saja sulit. Seorang polisi pun mendatanginya dengan sebuah kabar bernuansa gagak hitam. Bahkan Rosa belum betul-betul keluar dari rumah sakit tetapi hal-hal buruk sudah menunggu. Marie bunuh diri di rumah mereka dengan cara gantung diri di ruang tamu. Kematian sang ibu rupanya sudah berjalan selama empat hari dan baru terendus warga kemarin karena bau busuk yang menyengat. Lagi-lagi Rosa tidak bisa merasakan apapun. Gadis tersebut hanya diam, membiarkan polisi membawanya untuk mengidentifikasi mayat. Kemudian Marie dibawa pulang untuk dikebumikan dan Lion menangis di sisinya sepanjang hari pemakaman. Rosa tak menangis. Ia hanya menatap kosong pada tubuh Marie yang ditimbun tanah dengan raut datar. Banyak orang yang

  • HOW BAD DO YOU WANT ME?   BAB 69

    DI karenakan luka jahitan di perut maupun di kepala Rosa sudah mengering. Gadis tersebut diizinkan berjalan-jalan keluar kamar asal tetap pada pengawasan dan larangan yang seharusnya. Gadis chipmunk tersebut tentu senang akhirnya bisa keluar dari kamar super sumpek karena Jessica dengan kurang ajar membawa semua makanan yang di pantangkan untuknya. Rosa berdecih, mengumpat, melempar Jessica dengan vas bunga. Tetapi Jessica tetaplah Jessica. Kelakuannya tetap diulangi lagi ke esokannya. Hari inipun sama. Jessica dengan segenap hati dan baik sekali membawa pasta udang ke dalam kamarnya. Rosa mengumpat, berteriak histeris dan Jessica ngakak di tempat. Sahabat tidak ada akhlak. Rosa meremat kuat lengan Arzan sehingga pemuda tersebut meringis. “Kalau gue bisa, gue sleding kepalanya, Zan! Ih! Nyebelin banget, asli. Kuyang geblek, gue doain poninya hilang! Mampus!” gerutu Rosa, kesal pangkat seratus. “Cuih! Najis! Ishhh! Zaaaaan, mau pasta juga,” rengeknya. Arzan menghela napas berat,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status