“Safina, aku di teras rumahmu. Kamu di mana?”Randy dengan tiba-tiba menghampiri Safina, tanpa sepengetahuan Safina. Randy menghubungi Safina dalam keadaan sedih, sebab kekhawatirannya kepada sahabatnya.Safina meloncat dari tidurnya. Ia segera membukakan pintu rumah. Parasnya tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagia. Akhirnya, Randy muncul.“Randy. Aku pikir kamu marah sama aku. Kenapa ke sini tanpa memberitahukanku?”Randy tersenyum. Tidak menyangka Safina takut kehilangan dirinya. Padahal, setelah mendengar penjelasan Safina mengenai suaminya, ia bahagia dan langsung berpikir ingin menemui Safina.Kedatangan Randy di rumah itu, justru membuat Safina gelisah, sebab belum ada kepastian bercerai resmi dengan Angga, sedangkan Randy sudah berani menampakkan dirinya. Bagaimana seandainya tetangga melihat Randy? Komentar apa saja yang mereka keluarkan?“Randy, kamu jangan dulu ke sini! Gimana kalau Angga tiba-tiba datang dan tetanggaku curiga denganmu?” gelisah Safina, tetapi bahagia me
“Tenangkan dirimu, Mas! Ikuti aja petunjuk dokter!”Safina memberanikan diri berkomentar, sebab solusi itu tidak masuk akal. Berharap cukup konsumsi obat bisa menyembuhkan sakit Sandra. Angga tersinggung dengan perkataan Safina. Ia malah menyuruh istri pertamanya meninggalkan rumah sakit.Angga memberikan sindiran kepada Safina untuk mengonsumsi obat agar luka bakar di wajahnya bisa sembuh dan tidak ada yang mengharapkan kehadirannya di rumah sakit. Bahkan, menurut Angga dengan adanya Safina di rumah sakit tersebut membuat istri kesayangannya gelisah karena memikirkan tidak ada seseorang yang menjaga bayinya di rumah.“Sana, kamu! Nggak ada yang harapkan kamu di sini.” Mendengar Angga marah, Merliam sengaja menambahkan amarah Angga, sehingga tidak sengaja pria arogan tersebut menyuruh Safina tidak menampakkan lagi parasnya di kehidupannya. Merliam berharap Safina keluar dari rumah, agar bisa kembali menagih ganti rugi karena Safina dianggap tidak memenuhi perjanjian pernikahannya.Sa
“Jangan sakit sayang!” Menggendong dan mencium kening Sandra. Angga seorang diri membawa istrinya ke rumah sakit. Safina menyaksikan dengan matanya sendiri bahwa pria itu sepenuhnya menjadi dirinya yang sejati hanya di hadapan orang yang dicintainya. Sikap dan gaya bicaranya sangat tulus dan mendalam kepada Sandra. “Izinkan aku mengambil bayimu dan tidur bersamaku di kamar, Mas!” pinta Safina dengan ikhlas. Jelas Angga tidak merespon permintaan Safina, karena ia fokus dengan kondisi Sandra. Ia pun melajukan mobilnya ke rumah sakit. Safina sudah terbiasa dengan sikap Angga seperti itu. Walaupun, tidak ada jawaban ia mengambil bayi tersebut dan mengurusnya. Bayi itu merasa tenang ketika dipeluk, digendong, dan sesekali keningnya di cium oleh Safina. “Hey, cantik! Kamu jangan rewel, yah! Pokoknya, seharian kita bisa bersama,” kata Safina dengan suara lembutnya. Safina tinggal sendiri di rumah. Dia punya waktu untuk memberikan kabar kepada sahabatnya. Kring! Kring! “Yah, Safina?
“Kurang apalagi aku, Mas?! Bahkan, aku rela mengurus bayimu dengan cinta.” Saat ini, pengorbanan yang dilakukan Safina tidak mengharapkan lagi apa pun dari suaminya. Bahkan, ketika suami dan istri keduanya yang sakit-sakitan kerap memintanya untuk mengurus semua kebutuhan mereka, itu bukan karena ingin mendapatkan belas kasian Angga dan Sandra, melainkan untuk menepati janji. Pada saat Sandra ingin keluar kamar mengambil anaknya yang sedang bersama Safina, tiba-tiba menjerit kesakitan karena tubuhnya sangat lemas setelah berkali-kali muntah, padahal belum ada makanan yang ditelan oleh tenggorokannya. “Safina?! Mana anakku?!” teriak Sandra dengan lemas. Safina terkejut mendengar suara Sandra yang tidak biasanya berteriak dengan nada rendah. Ia meninggalkan pakaian yang sedang dilipatnya, kemudian menggendong dengan perlahan bayi Sandra. Setelah melihat Sandra berdiri dengan membungkukkan sedikit badannya dan paras kemerah-merahan. Ia cepat menidurkan kembali bayi Sandra di kamar,
“Dari mana kamu?”Merliam dan Sandra menyambut Safina. Mereka tidak senang melihat Safina bersantai tanpa mengerjakan pekerjaan rumah. Sandra memberikan tumpukan baju bayi kotor untuk di cuci manual, ia tidak ingin baju anaknya dimasukkan ke dalam mesin cuci.“Mbak! Cucikan baju anakku, yah! Jangan dicuci pakai mesin cuci nanti cepat rusak!” perintah Sandra.Safina menghelakan napasnya. Terpaksa ia harus menerima tambahan pekerjaan rumah. Lantas, Bagaimana dengan karya tulisannya? Safina tidak punya banyak waktu di sana untuk fokus menyelesaikan tulisannya.Walaupun sudah ada asisten rumah tangga yang menemaninya, tetapi Merliam tetap mengharuskan Safina ikut mengerjakan pekerjaan rumah, sebab sudah menjadi perjanjian di pernikahannya dengan Angga.“Mas, di sini, kan sudah ada Mbok Inam yang membantu pekerjaan di rumah. Bisakan aku berbagi pekerjaan?” pinta Safina.Angga berdiri dengan pakaian yang sudah rapi. Ia malas untuk berdebat dengan Safina.“Bukan urusan aku. Ingat perjanjian
Bayi cantik dan putih. Pelengkap kebahagiaan suami dan istri keduanya. “Andai kamu ikhlas menggauliku, mungkin kamu juga punya anak dariku.” ucap Safina, mengharapkan yang tidak pasti. Ngeak! Suara tangis bayi terngiang-ngiang di telinga Safina. “Bayi cantik itu menangis. Aku pingin menggendongnya,” kata Safina, perlahan memasuki kamar Angga. Safina meremas jemari lentiknya. Bibir berusaha tersenyum. Mungkin ia terharu dan bahagia melihat bayi itu. Ia melupakan sejenak kebenciannya kepada ketiga orang yang selalu menyakitinya, karena ingin turut merasakan kebahagiaan atas kehadiran bayi di rumah. “Boleh aku menggendongnya?” tanya Safina. Sandra menoleh ke Safina. Tersenyum sinis. Safina mengira ada perubahan sikap pada Sandra setelah melahirkan. “Jangan sentuh anakku! Gak usah sok baik di situ!” gertak Sandra. Angga menyindir Safina, “Ngapain kamu di situ? Di dapur aja masak!” Pekerjaan Safina sudah selesai. Ia ingin kembali ke rumah tua kosong tersebut untuk mengambil pons
“Sayang?”Safina penasaran dengan maksud pernyataan Randy yang terdengar begitu serius. Belum pernah ia mendengar Randy mengucapkan hal serupa sebelumnya.“Serius gak sih Randy dengan ucapannya tadi?” tanya Safina.Safina mengggosok-gosok paras dan daun telinganya, berharap ia salah dengar. Namun, pernyataan Randy terus berputar di kepalanya, mengingat kembali sikap dan kebaikannya selama ini.Safina meluruskan pikirannya, tenang, dan bersikap seperti biasanya.Dalam hati Safina bertanya, kemudian tertawa, “Jangan pikir macam-macam kamu, Safina!”Sedangkan Randy pada saat mengemudi mobilnya, baru menyadari ucapannya kepada Safina. Ia sendiri bingung mengapa kata-kata itu bisa keluar begitu saja dari mulutnya. Meskipun, tidak ada niat tertentu, tetapi dia sadar bahwa perasaannya terhadap Safina lebih dari sekadar teman.Randy menganggap Safina adalah sahabatnya yang baik dan layak diperlakukan dengan baik pula. Sehingga, sangat menyayangkan seseorang dengan mudah menyakitinya. Ia tidak
“Mas!”Berontak Safina tidak ada artinya untuk Angga. “Tolong, aku Rand! Oh, Tuhan kapan aku bisa menikmati duniaku dengan bahagia?” jerit Safina, air mata menemani kesedihan Safina.Angga, selain dengan watak yang angkuh, ia mempunyai kepribadian ganda. Kenapa seperti itu? Di satu sisi kata-kata dan sikapnya menunjukkan ketidakpedulian, bahkan kebencian, tetapi di sisi lain tindakannya menunjukkan bahwa dia masih membutuhkan Safina dalam hidupnya.“Setiap hari kalian harus ke sini mengawasi perempuan itu, agar dia tidak kabur dari rumah ini! Mengerti?!” tegas Angga kepada pengawal.Safina mendengarkan perintah Angga kepada pengawal. Setelah Angga berbicara, pengawal Angga memberikan kode kapada Safina.“Apa maksud isyarat pengawal tersebut?” tanya Safina, menatap dengan perasaan jijik.Walaupun Angga tidak mencinta Safina bahkan membiarkan Safina terusir dari rumah mertua dan tinggal seorang diri, setelah berpulang dari luar kota, ia memerintahkan pengawalnya setiap hari mengunjungi
“Rasanya, aku ingin kabur dari rumah ini.”Karena Safina berpikir sudah lama ia berbakti di keluarga Dwicahyo. Sudah banyak pengorbanan air mata dan tenaga ia keluarkan untuk keluarga tajir tersebut.“Randy, bisa gak kamu bantu aku jauh dari keluarga Dwicahyo?” pinta Safina kepada Randy.Randy masih berpikir. Apakah ia harus mengikuti keinginan Safina yang dadakan atau adakah solusi lain buat ketenangan Safina?“Kamu mau ke mana?” tanya balik Randy.Safina pun tidak tahu entah ke mana ia harus pergi. Kembali ke rumah orang tua juga tidak mungkin, sebab mereka masih mudah menemukannya.“Entah ke mana aja, Ran. Lagian mereka tidak mencariku, kok. Aku ini tidak ada artinya untuk keluarga berada seperti mereka,” jawab Safina.Mendengar jawaban Safina, Randy belum bisa membiarkan Safina meninggalkan rumah itu dan mengingat Safina belum resmi bercerai dengan Angga. Ia hanya bisa menjaga Safina dan segera ada untuknya ketika Safina meminta pertolongan.“Kamu jangan dulu keluar dari rumah itu