SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3

SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3

last updateLast Updated : 2025-05-03
By:  Devi AndrianiOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Not enough ratings
42Chapters
1.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Atik adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang bersuamikan Reno seorang guru honorer. Namun harinya mulai berubah, ketika bertemu dengan istri dari teman suaminya yang menyangka ia akan membeli emas di pasar, ibu itu juga menyangka Atik dan suaminya sudah mendapat pencairan dari hasil menggadaikan SK suami yang sudah berubah status guru honor menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Bagaimana bisa suaminya Atik bisa menjadi P3K sedangkan Reno hanyalah lulusan D3? Yuk, baca cerita lengkapnya SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 dengan mengsubscribe cerita ini. Jangan lupa juga follow akunku, ya!🥰🙏

View More

Chapter 1

Bab 1

SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3

Bab 1

“Hai, Bu Reno, kebeneran banget kita ketemu di depan toko emas di sini. Pasti mau beli emas kayak aku, ya? Haha …. Alhamdulillah banget, ya, Bu. Akhirnya suami kita bisa jadi P3K juga,” ucap Bu Ridwan bersemangat.

Keningku berkerut. “Su-suami kita?” tanyaku heran dan terbata.

Sungguh pernyataan yang aneh kudengar ini tidak masuk akal. Apa mungkin Bu Ridwan salah orang?! Mungkin yang dia maksud Bu Reno yang lain, bukan aku.

“Ish, Bu Reno ini.” Bu Ridwan mencubit kecil lenganku. “Maksud saya, Pak Reno–suami ibu dan suami saya, kok Bu Reno kelihatan bingung, sih? Sekarang kan mereka sudah turun SK P3K-nya. Bisa kita gadaikan, tuh, Bu ke bank. Emangnya Bu Reno nggak punya niat beli kebun, sawah dan sebagainya pakai uang pinjaman dari bank?” Bu Ridwan kembali menjelaskan hal yang tidak aku mengerti.

Aku sempat tersenyum membayangkan bisa memiliki kebun dan sawah seperti yang Bu Ridwan katakan. Siapa juga yang tidak mau punya sawah dan kebun sendiri? Tapi, siapalah aku? Untuk makan pagi sore saja aku susah, jadi harus sadar diri, kalau semua itu tidaklah mungkin terjadi. Mana bisa aku membeli itu semua dengan hanya mengkhayal tanpa bekerja dan ikhtiar.

Aku menghela nafas dan ber-do’a dalam hati, semoga semua itu bisa terjadi dalam hidupku, kalau pun itu semua bisa terwujud, pasti karena Allah yang merencanakan, walaupun semua itu semua bak jauh panggang dari api.

Tak terasa aku jadi senyum-senyum sendiri. Tapi rasanya itu tidak mungkin, senyumku pun mengendur.

Kemudian kembali aku mengingat kata Bu Ridwan tentang suamiku dan suaminya yang sudah menjadi P3K. Bagaimana bisa Mas Reno jadi P3K sedangkan suamiku itu hanya lulusan D3? Ah, Bu Ridwan pasti salah orang.

Aku menggeleng tak mengerti. SK, uang pinjaman?! Bikin aku tambah bingung saja. Lebih baik aku menghindari Bu Ridwan. Karena niatku ke pasar bukan untuk membeli emas seperti yang Ibu Ridwan sangka.

“Bu, maaf permisi, ya, saya ada keperluan yang lain!” pamitku.

Bu Ridwan menantapku heran. Lalu aku bergegas membalikan badan dan berjalan cerpat sebelum ia bertanya yang macam-macam lagi.

“Bu, Bu Reno!” panggil Bu Ridwan saat aku sudah melangkah pergi terburu-buru.

Sementara Bu Ridwan terus memanggilku, aku mempercepat langkah dan pura-pura tidak mendengarnya. Bukan apa-apa. Aku hanya khawatir jika berlama lama dengannya, maka aib rumah tanggaku akan diketahuinya.

Apalagi sampai ia tahu niatku ingin ke toko emas bukanlah untuk membeli, melainkan ingin menjual kalungku yang putus.

Ck. Kenapa juga harus bertemu Bu Ridwan di pasar.

***

Ada rasa kesal setelah sesampainya di rumah, gara-gara bertemu istri dari teman ngajar suamiku, aku jadi mengurungakn niatku menjual kalung emasku yang sudah lama putus ini. Tadinya sengaja aku simpan agar suatu saat nanti bisa diperbaiki. Namun sayangnya, uang untuk mematri kalung ini tak kunjung terkumpul, selalu saja terpakai lagi dan lagi. Demi mencukupi kebutuhan sehari-hari terpaksa aku melupakan sejanak memperbaiki kalung kesayanganku ini. Kalung pemberian ibu sebagai kenangan terakhirnya sebelum ibu memutuskan menjadi TKW ketika aku masih remaja.

Hingga saat ini, aku kehilangan kontaknya dan ibu juga tidak pernah menghubungiku lagi. Bahkan, ketika aku menikah dengan Mas Reno pun tidak disaksikan oleh ibuku. Sedangkan bapakku, kuanggap sudah mati karena ia tak pernah ada untukku setelah mempunyai keluarga baru.

Oleh sebab itulah, kesusahan yang aku rasakan sekarang adalah hal biasa dan tak kuanggap beban hidup. Aku menjalani dengan sabar dan ikhlas, berharap suatu saat nanti akan ada perubahan dalam hidupku. Entah kapan aku pun tak tahu.

Sebab itulah tadi pagi kubulatkan tekatku menjual kalung ini untuk kujadikan modal berdagang di kantin sekolah dasar dekat rumah. Pikirku akan lumayan jika aku berdagang, bisa meringankan beban suamiku sebelum ia menerima upahnya sebagai honorer dari mengajar.

Karena upah Mas Reno yang sebulan enam ratus ribu per bulan bisa didapat tiga bulan sekali, itu pun kalau sedang lancar, tapi jika tidak, akan mundur jadi empat bahkan bisa enam bulan baru bisa menerima.

Kalau sudah begitu keadaanya, sebisa mungkin aku akan berusaha hemat dan memperkecil pengeluaran dengan membeli tempe atau tahu yang harganya hanya tiga ribu sepotonganya untuk kami jadikan teman makan nasi sehari tiga kali. Bahkan kadang aku rela berpuasa demi mengalah pada Mas Reno yang menurutku lebih perlu asupan makanan ketimbang aku yang hanya di rumah saja. Atau jika perhitungan stok beras akan cukup sampai tanggal Mas Reno gajian, aku rela mengenyangkan perutku dengan memakan nasi saja dan tahu atau tempe menjadi jatah Mas Reno semua.

Tiba-tiba perutku berbunyi, itu tandanya mengingatkan aku untuk segera mengisinya. Tadi pagi memang tak sempat mengisi perut setelah Mas Reno pamit mengajar. Karena ingin cepat ke pasar dan kembali pulang sebelum Mas Reno datang, jadinya aku menunda makan. Gegas aku ke dapur, mendekat pada meja makan dan membuka tudung saji.

Melihat tempe yang tadi pagi aku masak, semangatku untuk makan kembali hilang. Sebentar lagi Mas Reno pulang. Baiknya aku makan nasi memakai garam saja. Biar tempenya untuk suamiku.

Setelah selesai makan, aku menunggu Mas Reno di teras rumah. Karena jam segini memang waktunya Mas Reno pulang. Sekalian mau langsung membahas apa yang aku dengar dari Bu Ridwan di pasar tadi. Penasaran juga jadinya, Reno yang Bu Ridwan maksud itu sebenarnya Reno yang mana?!

Bersambung ….

Kira-kira Bu Ridwan salah orang nggak, ya?

Koment, ya!

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
42 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status