Badan gemetaran, pucat, dan lusuh.
“Mas, semoga kamu tidak salah memilih pasangan. Aku mencoba ikhlas melepaskanmu untuk wanita itu,” kata Safina dengan memandang foto pernikahan mereka saat melangsungkan proses ijab kabul. Sehari setelah acara Anniversary Safina dan Angga sekaligus lamaran ke calon istri keduanya. Badan Safina memberikan sinyal untuk beristirahat. Ketika ingin memejamkan mata, ia tiba-tiba kepikiran tentang Randy. Safina: Randy, aku mohon sama kamu, tolong kamu jangan menampakkan dirimu ke aku! Aku takut Angga lihat dan berprasangka buruk denganmu. Safina segera mengirimkan pesan singkat kepada Randy. Tidak lama, muncul pesan balasan dari Randy. Randy: Baiklah kalo itu maumu. Aku akan selalu menunggumu, Safina. Safina sering mencurahkan isi hatinya kepada Randy. Randy pun sering memberikan nasehat kepada Safina. Ayahnya Safina pada waktu bekerja di toko tersebut mengetahui persahabatan mereka. Beliau memberikan pesan kepada Randy untuk menjaga putri kesayangannya itu. Itulah sebabnya, Randy selalu mengingat dan menjaga amanah tersebut. Namun, dengan melihat kondisi Safina sekarang, ia menyesali dan merasa telah mengingkari amanah yang diberikan ayah dari sahabatnya itu. “Dari tadi, aku panggil kamu, tapi tidak nyahut. Oh, ternyata lagi asyik main ponsel toh,” Angga mencoba menarik ponsel Safina, tetapi kali ini Safina mulai memberontak. “Jangan sentuh ponselku, Mas! Kamu, kan jijik sama aku. Berarti, kamu jijik juga sama barang yang sudah kupegang,” Safina tidak sadar meninggikan suaranya. Prak! Angga memberikan tamparan keras pada pipi Safina, “beraninya kamu melawanku.” Suasana berubah menjadi hening. “Cukup!” Suara wanita merdu tiba-tiba berteriak di depan pintu kamar. “Mas Angga, kenapa sih kamu mengotori tanganmu dengan menampar pipi wanita itu yang penuh luka bakar?” Safina merasa ingin sekali memberontak dan mencabik bibir dan paras Sandra. Namun, dia sangat takut melihat netra Sandra yang begitu tajam menatapnya. “Apa sebenarnya mau kalian?” kata Safina dengan memegang pipinya bekas tamparan Angga. “Lagian kenapa juga kamu di kamar terus? Turun dan bersihkan seluruh ruangan!” Angga menyuruhnya dengan nada yang kasar. Setelah acara tersebut, rumahnya masih nampak berantakan. Safina lebih memilih meninggalkan mereka tanpa sepatah kata dan membereskan rumahnya. "Tidak ada gunanya aku berlama-lama di sini berdebat denganmu," Safina berdiri bangkit kemudian berjalan menghampiri Sandra. Safina membatin, ‘sekarang aku tidak sendirian. Tenagaku udah cukup untuk melawanmu, Mas!’ Tubuh Safina terasa kuat, setelah Randy kembali hadir memberikan semangat. Pikirannya menguasai badannya untuk menyerang sedikit Sandra sebagai pelajaran. “Mas. Dia ....” Sandra terjatuh setelah badan Safina menyenggolnya. Bola mata yang tajam, tangan digenggam erat, dan wajah memerah. “Safina, berani sekali kamu menyakiti calon istriku!” teriak Angga dengan nada marah. Safina tidak menghiraukan perkataan Angga lagi. Sebagai manusia, sabar ada batasnya. Ia selalu mengingat pesan Randy, bahwa dirinya harus membuka mata dan pikirannya, serta ia juga harus kuat. Sudah cukup air mata selalu tumpah selama setahun. Walaupun saat ini Safina sangat benci dengan suaminya, ia tetap mengingat tugasnya sebagai seorang istri. Safina membersihkan rumah mertua dan menyiapkan makanan untuk mereka. “Safina, kok makanan belum ada di atas meja?” tanya Angga dengan memukul keras meja makanan. Safina berjalanan cepat membawa makanan yang sudah di pesan Angga, “Sabar dikit, kenapa Mas! Makanannya baru jadi,” Angga dan calon istri keduanya makan di meja makan, tanpa mengajak Safina untuk makan bersama. Safina mendengar suara piring jatuh tergeletak di lantai, tanpa perintah ia segera membersihkannya. Safina sudah capek mendengar teriakan keras Angga apabila memanggilnya mengerjakan sesuatu. Safina awalnya bisa kuat bekerja di depan suami dan calon istri keduanya, air matanya pun tetap membasahi pipinya menandakan bahwa di dalam hatinya sebenarnya ada rasa cemburu yang meronta-ronta. Safina berlari menuju kamar dan mengeluarkan tangisannya. “Hati siapa, Mas senang melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain yang akan dipilihnya menjadi istri kedua,” gumam Safina disertai air mata. Kring! Kring! Ponsel Safina berbunyi, ada pesan masuk. Ternyata Randy mengirimkan pesan untuk memberikan semangat kepada Safina. “Mas, terima kasih kamu masih perhatikan aku, walaupun sekarang aku sudah menjadi istri Angga,” Safina membalas ponsel Randy. Prok! Prok! Sandra bertepuk tangan. Wanita yang anggun, ternyata ia tidak tahu adab masuk di dalam kamar. “Kenapa kamu ke sini? Apa kamu nggak puas merebut suami orang?” Safina berani melawan ejekan Sandra. Sandra menarik hijab Safina, “Bukan aku yang menginginkan suamimu, tapi dia mengajakku menikah, karena istri pertamanya nggak bisa melayaninya.” Safina menghempaskan tangan Sandra dan meminta ia keluar dari kamarnya. Hati Safina teriris mendengar perkataan Sandra. Bukan Safina tidak bisa melayani suaminya, tetapi Angga tidak ingin menyentuh Safina. “Berani kamu melawan? Aku teriak panggil Angga!” Sandra menarik tangan Safina dan berbisik, “Berhenti menangis dan sisakan tenagamu untuk persiapan pernikahanku dengan Suamimu.”“Kenapa? Cepat sana ganti baju!” Randy mengira Safina tidak ingin ikut ke kafe. Randy merasa ada yang salah dengan tingkahnya. Ia berpikir Safina sudah bisa untuk diajak makan bersama di kafe, setelah beberapa lama Safina disibukkan dengan karirnya. Randy berdiri dan segera pergi, “Yah, udah kalo kamu belum ingin keluar makan bersamaku. Aku pamit dulu!” “Tunggu, Ran! Aku ikut,” cegah Safina. Bukannya Safina tidak ingin ikut, tetapi ada sesuatu yang ia ragukan. Akhirnya, ia ikut ke kafe dan berharap Randy tidak marah ketika Safina mengatakan ingin bertemu dengan Angga esok hari. Ia masuk ke kamar mengganti bajunya. Ia memasukkan tangannya ke dalam lemari, satu per satu pakaian dikeluarkannya untuk memilih yang paling nyaman digunakan. Safina keluar dengan penampilannya yang sederhana, namun sangat memukau. Kemudian, Randy berbalik ketika mendengar suara Safina. “Aku sudah siap, Ran!” ‘Waw! Safina memang sudah perlahan mengubah penampilannya. Aku yakin suatu saat kamu akan meneri
“Aku capek, Ran!”Safina merasa kelelahan dan kembali memikirkan orang yang ada di masa lalunya. Di saat ingin menikmati kesuksesan bersama Randy, Angga kembali hadir di kehidupannya. Angga terkenal dengan keinginannya harus segera tercapai. Randy tahu apa yang harus ia lakukan. Ia sigap menemukan solusi untuk keamanan dan kenyamanan Safina. “Untuk sementara kamu di sini aja dulu tinggal. Ntar aku ke satpam untuk minta tolong penjagaan ketat,” kata Randy.Randy mengambil ponsel di saku celananya.“Aku sempat merekam video kejadian tadi dan mengambil foto mobil Angga dan Sandra. Aku akan tunjukkan ke satpam nanti.”Dengan cara Randy melapor ke satpam tempat tinggal Safina, ia harap satpam tersebut melarang Angga dan Sandra masuk ke dalam kompleks. Sewaktu-waktu Randy akan mengajak Safina untuk pindah rumah dekat dari tempat tinggalnya.Safina berniat ingin istirahat sejenak dan meminta Randy untuk kembali ke kantornya. Namun, ketika Randy sudah melajukan mobilnya, beberapa warga mene
“Apa aku tidak salah dengar?”Safina melihat gerak-gerik Angga, tidak percaya dengan perkataan mantan suaminya itu. Semudah itu Angga meminta maaf kepada Safina, setelah bertahun memilikinya hanya untuk disiksa.Safina dan Randy saling bertatap. Randy sepertinya ingin mengusir Angga. Omong kosong yang mungkin akan menjebak Safina.“Kamu pergi dari sini! Aku sudah bilang, jangan ganggu Safina!” gertak Randy, mendorong pundak Angga.“Eh! Aku tidak ada urusan sama kamu. Ini adalah urusan aku dan Safina. Bagaimana pun Safina masih terikat janji dengan keluarga Dwicahyo,” bantah Angga.Safina semakin tidak ingin melihat dan mendengar suara Angga berlama-lama. Akhirnya, ia pun berani mengancam Angga. Safina meminta kepada Angga untuk segera pergi.Angga belum mendapatkan jawaban dari Safina. Ia tidak akan pulang, jika Safina tidak memaafkan Angga.“Kalau Safina sudah memaafkanku baru aku pergi dari sini.”Angga membujuk dengan gaya bicaranya yang menunjukkan kelembutan kepada Safina, “Oh iy
“Momen ini adalah hadiah terindah untukku.” Kesuksesan yang tengah dirasakan Safina adalah kesuksesan yang tertunda. Safina tidak mungkin bisa merasakan kebahagiaan tersebut apabila Randy tidak setia mendampingi dirinya. Dengan memikirkan semua pengorbanan Randy, Safina tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi. Namun, ia menjaga kehormatannya dengan tidak mengatakan langsung perasaannya. Akan ada waktu Safina menerima pernyataan sahabatnya tersebut. ‘Ran. Apa iya kamu bisa mendampingiku? Apa nantinya kamu tidak malu denganku yang sudah berstatus janda?’ tanya Safina dalam hati, netranya menatap Randy. Pada saat perjalanan pulang ke rumah, karena perasaannya menguasai dirinya, Safina tidak menyadari ia terus menatap Randy. “Hey! Napa kamu, Fin?” tegur Randy. Randy melambaikan tangan kirinya di depan paras Safina. Barulah, Safina sadar. Bukannya merespon pertanyaan Randy, ia hanya tersenyum dan seketika menutup bola matanya. “Ran. Aku turun di sini. Kamu ke kantor aja, biar aku
‘Jangan berpikir aneh, Safina! Sedikit lagi kamu melangkah, cita-citamu akan tercapai.’Semestinya Safina memikirkan apa yang akan dikatakan nantinya pada saat konferensi pers. Namun, pikirannya mengenai sikap Randy kepadanya selalu mengganggu konsentrasinya. Ketika Randy mengajak Safina berbincang, Safina kelihatan gugup merespon Randy.Safina yang hendak membuka pintu mobil, Randy tiba-tiba membuka pintu tersebut. Safina menatap wajah Randy.‘Kenapa kamu sangat meratukanku, Ran? Aku takut tidak bisa membalasnya,’ katanya dalam hati.Safina turun dari mobil kemudian berjalan dengan anggun memasuki kantor tempat berlangsungnya konferensi pers. Sementara, Randy berjalan di belakang Safina. Ia mengamati dan mengawasi Safina dari belakang.Safina berjalan menuju kursi yang sudah disiapkan dan para kameramen tertuju kepadanya. Safina terlihat percaya diri dengan berusaha menyembunyikan perasaan gugupnya.“Ibu Safina sudah hadir di tengah-tengah kita. Mari kita sambut dengan meriah Ibu Saf
Kujemput rezekiku dengan semangatku.”Rintik gerimis di pagi hari menemani Safina menanti kedatangan Randy. Duduk manis di ruang tamu dengan penampilan seadanya. Bagaimana dengan pendapat tetangga tersebut ketika melihat lagi Randy menjemputnya dan pergi bersama?“Hmm. Ntar kalau si Randy datang, trus ibu-ibu liat aku lagi bersama Randy. Mereka mau komentar apalagi, yah?” Safina mengkhayalkan sesuatu yang akan terjadi di luar rumah.Setelah tiba di depan rumah, Randy turun dari mobil membawa sekantong plastik dan payung untuk Safina. Rupanya, Randy telah menyiapkan baju baru untuk Safina. Tok! Tok! Randy mengetok pintu rumah Safina. Sementara, Safina sudah lama menunggu di kamarnya, sehingga ia memanfaatkan waktu menunggunya sembari melanjutkan cerita yang akan dibukukan nantinya.“Mana Safina? Gak mungkin dia pergi mana gerimis begini lagi,” Randy panik—ponsel Safina tidak bisa dihubungi.Randy kembali mengetok pintu dengan sedikit keras, barulah Safina mendengar ada seseorang yang