Share

Bab 4

Author: Coco An
Andre tampak terkejut.

Aku tidak pernah mengabaikannya seperti ini sebelumnya.

Dia berdiri di depan pintu. Keningnya berkerut, suaranya rendah dan serak. "Viona, aku minta maaf. Jangan marah, aku nggak bermaksud membuatmu sedih."

Tepat saat aku hendak bicara, suara teriakan memecah suasana.

Suara Kirana.

Keisya berjongkok dan menepuk punggung anaknya dengan lembut, berkata pelan, "Jangan nangis, Ibu nggak apa-apa. Tante cuma agak marah."

Suaranya penuh kasih, seperti sedang membujuk anak kecil, tapi setiap kata menyiratkan bahwa semua ini salahku.

Kirana cemberut, air mata mengalir di pipinya, isak tangisnya semakin keras.

Andre sedang mengangkat tangannya untuk membuka pintu, tapi menurunkannya kembali di tengah tangisan anak itu.

Tangisan anak itu menarik perhatian ibuku.

Ketika melihat mata Keisya dan Kirana yang merah, matanya langsung menajam.

"Viona, ini masalahmu."

Suaranya tidak kasar, tapi terdengar sepenuhnya menyalahkan. "Kamu sukanya emosional. Keisya barusan pulang, apa nggak bisa kamu biarkan dia hidup tenang sebentar?"

"Kamu selalu begini sejak kecil, selalu saja merepotkan. Beda dari Keisya, sejak kecil sudah tahu pengertian."

Kata-kata itu terucap dengan ringan, seolah-olah itu adalah fakta.

Tapi hal itu mengukir luka yang mendalam di hatiku.

Aku membuka mulutku untuk menjelaskan, tapi kemudian aku sadar.

Di matanya, aku selalu "anak yang merepotkan".

Andre ingin mengatakan sesuatu. Bibirnya bergerak beberapa kali, tapi dia mengurungkan niatnya.

Aku melihatnya menunduk, seakan sedang menimbang siapa yang harus dia hibur lebih dahulu.

Udara tiba-tiba membeku.

Adik laki-lakiku, Nino, berlari turun dari lantai atas. Matanya berbinar begitu melihat Keisya.

"Kak Keisya! Kamu sudah pulang!"

Dia berjalan melewatiku dan berlari ke arah Keisya.

Keisya tersenyum dan menepuk kepala Nino sambil berkata perhatian, "Nino sudah besar, ya."

Nino kemudian menyadari aku di sana, dan ekspresinya sedikit berubah.

"Kak, kenapa kamu di sini?"

Suaranya mengandung kewaspadaan seperti refleks.

"Kak, tolong jangan ganggu Kak Keisya lagi, ya?"

"Dia baru pulang."

Aku menatapnya dan tidak bisa menahan tawa.

Tawa itu pasrah dan tidak berdaya, menertawakan diriku sendiri.

Aku jelas-jelas anak kandung dan adik kandung mereka.

Tapi mereka semua melindungi Keisya.

Selama bertahun-tahun, aku selalu patuh dan berusaha.

Kukira, jika aku cukup pengertian, mereka akan menyukaiku.

Tapi sekarang aku mengerti.

Apa yang disebut "pengertian" hanyalah alasan bagi mereka untuk mengabaikanku tanpa rasa bersalah.

Aku tersenyum dan berkata lembut, "Bu, aku nggak ngapa-ngapain ke Keisya."

"Aku cuma sudah lama nggak ketemu Keisya, jadi terlalu emosi."

"Keisya sudah pulang, suruh dia tinggal di sini lagi saja."

Ruangan itu benar-benar sunyi.

Ibuku terdiam, tampak tidak menduga aku akan berkata seperti itu.

Dia menatapku, lalu menatap Keisya, dan akhirnya mengangguk. "Iya, kalian berdua harus akur mulai sekarang."

Keisya menundukkan kepalanya dan bergumam, "Terima kasih, Tante."

Secercah rasa bangga melintas di matanya, ekspresi yang dia pikir sudah tersembunyi sangat dalam.

Saat menyaksikan hal itu, rasa dingin merayap dalam hatiku.

Mereka semua mengira aku adalah kakak yang bijak dan penuh pengertian.

Tapi, tidak seorang pun tahu.

"Perhatian" ini sesungguhnya berarti aku telah memutuskan untuk pergi.

Aku kembali ke kamar, mengemas beberapa pakaian, kartu bank, dan ponselku.

Saat keluar kamar, aku pura-pura tidak terjadi apa-apa.

"Bu, aku mau keluar sebentar."

Aku berkata dengan senyuman, "Keisya akhirnya pulang, jadi aku mau beli makanan buat merayakan."

Wajah ibuku langsung melembut.

"Ya sudah, tapi cepat pulang. Jangan kemana-mana."

Dia menatap Keisya, suaranya semakin lembut. "Keisya, kamu mau makan apa? Biar Viona yang beli."

Keisya tersenyum. "Apa saja boleh. Apa pun yang Kakak suka, aku juga suka."

Jawaban itu terdengar polos, tapi sebenarnya menyembunyikan deklarasi kemenangan.

Aku tidak menjawab, hanya berbalik dan keluar pintu.

Andre bergegas menyusulku.

"Viona, ayo kuantar."

Suaranya terdengar agak cemas.

Saat aku membuka mulut, teriakan yang sama bergema di belakang kami.

Kirana.

Keisya berjongkok di sampingnya, membujuknya pelan. "Sayang, kamu tidak rela Om pergi ya?"

Tangisan anak itu tiba-tiba semakin keras. Isak tangisnya terdengar serak, sangat tidak ingin berpisah.

Andre menghentikan langkahnya.

Aku melihat kebimbangan dan pergolakan batinnya.

Dia berkata pada dirinya sendiri, dia masih bisa menyusulku setelah menenangkan anak itu.

Dia tidak tahu.

Karena kebimbangannya itulah.

Aku menyerah sepenuhnya.

"Nggak usah," kataku dengan tenang. "Aku bisa sendirian."

Aku melangkah keluar rumahku.

Mengambil napas dalam-dalam.

Aku akhirnya mengerti.

Mereka semua memujiku karena bersikap pengertian.

Tapi tak seorang pun tahu bahwa pengertianku berarti pergi tanpa mengganggu siapa pun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 10

    Andre entah dari mana tahu bahwa aku akan menikah dan mulai menghubungiku lagi."Viona, kamu mau menikah?"Andre tampak sedih, matanya tampak putus asa."Viona, tolong beri aku satu kesempatan lagi.""Aku janji nggak akan membuat kesalahan yang sama."Aku menatapnya, tidak merasa tergerak sama sekali."Andre, kita nggak bisa balik lagi.""Aku sudah punya tunangan. Kita sudah nggak mungkin lagi."Andre membeku, menundukkan kepalanya. Suaranya pecah saat berbicara, "Kamu sebenci itu kepadaku?"Aku mendesah dan menggelengkan kepala."Aku nggak benci, aku cuma nggak mencintaimu lagi."Andre terdiam cukup lama sebelum perlahan mengangkat kepalanya."Oke, aku doakan yang terbaik untukmu."Dengan itu, dia berbalik dan pergi.Punggungnya yang menjauh tampak hancur dan kesepian.Setelah Andre pergi, berita bahwa pewaris Keluarga Devandra akan menggelar upacara pertunangan menyebar ke seluruh kalangan.Baru pada saat itulah semua orang menyadari bahwa aku akan menjadi Nyonya Devandra.Mereka yan

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 9

    Setelah meninggalkan rumah Andre, aku berpapasan dengan seseorang yang kukenal.Nino.Dia bukan anak manja seperti dulu lagi. Dia sudah jauh lebih dewasa dan tenang.Saat melihatku, dia sekilas tampak kaget, lalu dia tersenyum."Viona, kamu kembali.""Kamu tambah cantik, aku hampir nggak kenal."Aku tersenyum tipis. "Nino, kamu juga sudah berubah."Nino menggaruk kepalanya, tampak sedikit malu."Mungkin, kehidupan memaksaku belajar lebih dewasa."Dia melirikku dan tiba-tiba berkata, "Viona, mau ikut aku pulang?""Ayah dan Ibu kangen kamu."Aku sedikit terkejut, tapi tetap mengangguk."Oke."Aku memang sudah berencana untuk pergi ke rumah agar orang tuaku tahu bahwa aku aman.Saat kami tiba di rumah, kami mendapati keributan di depan pintu."Tante, tolong izinkan kami masuk.""Kami sudah sadar kesalahan kami, kami minta maaf."Itu suara Keisya dan anaknya.Mereka dilarang masuk, tapi mereka tetap menolak untuk pergi.Keisya melihatku, sekilas rasa kebencian terpancar di matanya."Viona,

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 8

    Andre meninggalkan rumah keluargaku dalam keadaan bingung dan sedih, sambil memegangi gaun pengantin.Tempat itu kembali tenang seperti semula setelah kepergiannya.Tapi aku tetap tidak kembali dan tidak pula memperhatikan urusan mereka.Aku kembali ke kota kecil tempat aku tinggal semasa kecil, tempat yang dulu memberiku penderitaan tiada akhir, tapi juga tempat yang sangat kukenal.Sekarang, aku sudah dewasa dan bukan anak kurus yang kelaparan itu.Orang-orang di sini telah lama melupakan gadis kecil yang diculik dan dijual ke sini bertahun-tahun yang lalu.Aku menggunakan tabunganku untuk membeli rumah kecil.Aku sudah lolos sertifikasi guru dan menjadi guru di sekolah dasar terdekat.Orang-orang di sini sederhana dan ramah. Senyum anak-anaknya polos dan murni.Bersama mereka setiap hari, aku perlahan melupakan rasa sakit masa laluku.Seminggu kemudian, aku melihat ponselku dan melihat Andre telah mengirimi lebih dari seratus pesan.[Viona, kamu di mana?][Viona, kumohon kembalilah.

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 7

    Andre datang ke kamarku sambil membawa gaun pengantin yang rusak itu.Dia membuka pintu dan tertegun oleh pemandangan di hadapannya.Kamarku telah diubah menjadi studio tari anak-anak.Dindingnya dipenuhi foto-foto Kirana yang sedang menari. Sepatu menari serta mainan Kirana berserakan di karpet berwarna merah muda.Barang-barangku telah lama hilang tanpa jejak.Andre menatap dengan mata terbelalak, tidak percaya pada apa yang dilihatnya.Dia memegangi dadanya, rasa nyeri berdenyut ke jantungnya.Ternyata, Viona di rumah ini tidak begitu diperhatikan.Dia tiba-tiba mengerti betapa putus asa dan hancurnya Viona saat ditinggalkan sendirian.Andre memeluk gaun itu dan perlahan keluar dari ruangan.Saat melewati ruang tamu, Nino melihatnya dan berhenti.Andre menatapnya dengan dingin dan berkata dengan suara rendah, "Nino, apa Viona benar-benar keluarga kandungmu?"Mendengar ini, wajah Nino langsung menjadi gelap.Dia kemudian teringat bahwa kamar Viona telah diubah menjadi studio tari.Wa

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 6

    Setelah gagal meyakinkan orang tuanya sendiri, Andre datang memohon kepada orang tuaku.Begitu dia melangkah masuk, Kirana berlari menghampiri dan mengulurkan tangan untuk meminta gendong."Kak Andre, akhirnya kamu datang! Kirana kangen kamu!"Tapi, pikiran dan mata Andre sepenuhnya terfokus padaku. Dia tidak sempat memperhatikan Kirana.Dia langsung masuk ke ruang tamu. Melihat keadaan ruangan yang berantakan, raut wajahnya langsung kelam."Om, Tante."Orang tuaku meliriknya, tapi tidak berkata apa-apa.Andre tidak peduli. Dia melihat sekeliling dan tiba-tiba melihat selimutnya di sudut ruang tamu yang berantakan.Itu adalah selimut yang aku rajut sendiri untuknya, dan dia sangat menghargainya.Tapi kini, selimut itu tergeletak kotor di sudut ruang tamu.Dia melotot ke arah pelayan, suaranya tajam."Siapa suruh kamu sentuh barang-barangku?!"Kirana ketakutan melihat sikapnya dan menangis.Nino mendengar keributan dan berlari menghampiri.Dia menatap Andre dengan tajam, suaranya kesal.

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 5

    Hingga waktu makan malam tiba, aku masih belum pulang.Ibu terdengar sedikit kesal. "Kenapa Viona belum pulang-pulang?"Nino yang sedang asyik bermain game menjawab tanpa mengalihkan pandangannya."Dia pasti sengaja, biar makan kita nggak enak.""Bu, biarkan saja dia. Sebentar lagi juga pasti pulang."Ayahku mengerutkan kening dan meletakkan sendoknya."Pergi ke mana sih? Kenapa belum pulang?""Bukannya sudah disusul Andre? Kenapa belum pulang juga?"Ibuku membalas dengan kesal."Siapa yang tahu? Mungkin sudah disusul Andre, lalu dia sengaja ngulur-ngulur waktu.""Sudah dewasa, masih saja cari-cari perhatian.""Andre juga, kenapa dia belum pulang lagi?"Mereka sama sekali tidak mengkhawatirkanku. Mereka malah mengkhawatirkan Andre.Pada saat itu, Andre sedang menyisir seluruh kota untuk mencariku.Untuk menghiburku, dia pergi ke lelang dan membelikan aku kalung rubi mahal.Dia mencoba meneleponku, tapi nomorku tidak aktif.Dia pergi ke tempat-tempat yang sering aku kunjungi, tapi tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status