Jam 12.30. Brata masih sibuk dengan pekerjaannya karena mengenang masa lalu beberapa pekerjaannya jadi terbengkalai. Dia harus memeriksa beberapa laporan dari pegawainya untuk proyek-proyek nya. Tok..tok...Brata kaget melihat ke pintu. "Ya silahkan masuk" Brata melihat Lia masuk dengan anggunnya. Seperti yang dia janjikan dia datang tepat waktu. "Maaf pak sudah mengganggu" Lia berdiri. "O..iya. Duduklah dulu saya siapkan ini sebentar." Brata kembali asyik dengan pekerjaannya, sedang Lia duduk dihadapan Brata. Lia menatap Brata, Brata terlihat gagah dan begitu berwibawa. Tak sadar Lia mengagumi kegantengan Brata. Brata dapat merasakan tatapan Lia, dia merasa senang dan tersenyum disudut bibirnya. "Sudah puas menatap saya" Tiba-tiba Brata berbicara, Lia kaget sekali tak menyangka Brata menyadari tatapan kagum Lia. Wajah Lia memerah menahan malu, dia tertunduk. "Maaf pak" Brata tersenyum. "Gak apa-apa, saya memang ganteng" Brata tersenyum jahil, Lia hanya tertunduk rasanya ingi
Lia kelihatan tegang, Brata memegang tangan Lia yang terasa begitu dingin. "Aku masih menunggu penjelasan mu mas" Lia gemetar"Baiklah Lia, aku tidak akan menyembunyikan apapun lagi. Ibu akhirnya dikebumikan disaat aku masih tidak sadarkan diri. Selama beberapa minggu aku tak sadarkan diri, Ini Nina perawat yang begitu telaten menjaga dan merawat ku hingga sembuh." Irwan memegang tangan wanita yang bernama Nina. Nina tersenyum penuh kasih. "Ketika sadar dialah orang pertama yang kulihat. Tanpa kami sadari rasa cinta datang karena selalu bersama. Aku melupakan rasa cintaku padamu Lia. Aku sungguh-sungguh minta maaf" Irwan tertunduk, dia sungguh malu telah mengecewakan Lia. Lia tanpa sadar meneteskan air mata. Disaat bersamaan kehilangan dua orang yang begitu dia harapkan. Ibu yang telah begitu dia rindukan dan Irwan yang dia harapkan akan menemani hari -harinya. "Lanjutkan mas, aku masih kuat" Suara Lia parau. "Sekali lagi maafkan aku Lia, Setelah sembuh aku pun pulang ke Indonesia
Anak-anak sudah tidur ketika Lia memasuki rumah. Rumah terasa begitu sepi. Lia duduk di sofa, dia begitu malas untuk sekedar melangkah kamar nya. Di kepalanya berputar-putar semua cerita yang terjadi dalam hidupnya. Kenangan dengan suaminya Madi, yang hanya bisa dia rasakan 5 tahun. Madi yang merupakan anak dari pembantu dan supirnya. Lia menikah dengan Madi sebagai wujud balas budi karena telah diselamatkan dari kekejaman tantenya sendiri. Dari perkawinan itu lahirlah anak-anak yang begitu Lia cintai. Bersama Madi yang pendiam Lia tidak menemukan bagaimana rasanya dimanja ataupun disayangi karena hari-hari yang Lia lalui adalah merawat Madi yang sakit. Perkawinan itu akhirnya kandas setelah kematian Madi karena sakit yang disusul oleh kematian kedua mertuanya yang juga sakit. Lia dan anak-anaknya yang kemudian diusir oleh saudara perempuan Madi sendiri. Pertemuan nya dengan Sandi juga hanya melahirkan penderitaan yang masih membekas hingga saat ini. Sekarang disusul oleh Irwan te
Brata menunggu di restoran yang ada dilantai dasar kantor Lia, dia menunggu orang-orang yang ikut rapat keluar. Dia tidak kembali ke kantor nya. Brata baru merasakan lapar setelah melihat Lia. Brata makan sambil tersenyum lucu mengingat tingkahnya. "Aku ini mungkin sudah gila hehehehe" Tanpa sadar Brata berbicara sendiri. Wanita yang hendak duduk di meja yang ada disampingnya sampai keheranan dan bergegas pindah ke tempat lain.Dia mungkin takut kalau Brata benar-benar gila karena ngomong dan ketawa sendiri. Brata yang melihat itu tambah merasa lucu. Dia melanjutkan makannya sambil tersenyum. Tak lama setelah Brata selesai makan, dia melihat beberapa orang yang dia lihat tadi diruangan Lia berjalan menuju lobi gedung. Brata segera bergegas menuju menuju ruangan Lia, dia sudah tidak sabar bertemu. Ketika sampai, seorang wanita yang merupakan sekertaris Lia menahan Brata. "Maaf pak, ada keperluan apa mau bertemu ibu?" Dia memang belum mengenal Brata. "Ada keperluan hati, " Wanit
Pagi harinya Dani sudah heboh dengan persiapannya. Segala macam dia siapakan, hingga membutuhkan koper yang besar. Doni yang melihat persiapan adiknya sampai bengong. "Ini mau liburan atau mau pindah ...kok semua dibawa?" Dani melotot. "Semua harus lengkap, baju, sciencare, boneka, pokok nya harus lengkap " "Hehehe....kita cuma nginap paling lama dua malam, masak bawa pakaian saja udah satu koper" "Pokoknya aku mau bawa semua ini, gak boleh ada yang ditinggal" Dani menarik kopernya keluar dengan kesal. "Loh.... ada apa ini, kok bawa-bawa koper. Non mau kemana?" Mbak Yanti pin keheranan."Aku mau liburan mbak, jadi jadi harus bawa perlengkapan" "Liburan kemana non?" Mbak Yanti membatu Dani mengangkat koper besar itu ke lantai bawah. " Ke Berastagi" " Ha........Mau berapa hari disana non?" Mbak Yanti nampak kaget.b"Dua malam " Dani tersenyum senang. " Oh, kirain sebulan " Mbak Yanti tersenyum lucu. " Kalau sebulan koper nya harus ada 5 lah" "Ha....." Mbak Yanti melongoLia y
Liburan itu membuat pengaruh baik bagi hubungan Lia dengan Brata. Mereka semakin mesra, bahkan Brata dengan bangganya telah mengenalkan Lia kepada orang tua dan keluarga besarnya. Ternyata keluarga nya juga mendukung karena Lia memang wanita yang lemah lembut dan ramah, selain itu walau sudah memiliki anak dia tetap terlihat cantik. Doni dan Dini juga sudah terbiasa dengan Brata. Mereka sudah terbiasa diajak liburan kalau hari libur tiba, baik itu liburan ke luar kota atau sekedar berjalan-jalan ke mall. Lia pun secara berlahan mulai menerima Brata, dia berusaha melupakan trauma akibat hubungan yang gagal. Malam itu mereka duduk berdua dipinggir kolam disamping rumah, anak-anak ada diruang keluarga sedang menonton tv. "Sayang kita menunggu apa lagi. Kita secepatnya menikah ya"Brata memegang bahu Lia dan menatap penuh harap. " Iya memang mas, kita sebaiknya segera menikah. Aku takut juga kita nanti malah jadi berjinah, gak baik untuk anak-anak" " Nah itu kamu tahu sayang, aku sud
Lia ditinggalkan diruangan itu keheranan. Umar dan Alex bergegas menutup pintu. Lia melihat Brata yang masih terpejam tidak sadar ." Mas, bangunlah. Aku takut kamu tinggalkan." Air mata Lia kembali menetes. Dia mengingat semua kenangan indah yang telah mereka lalui. Brata yang tak bosan-bosan menghibur dan memanjakan Lia dan anak-anaknya. Lia menjadi sadar bahwa dia tidak akan sanggup kehilangan Brata. "Lia ...." Brata membuka matanya, Lia yang melihat itu bergegas berdiri dan terharu karena Brata sudah sadar. " Tunggu mas ya, aku panggil dokter dulu memeriksa keadaan mas" Lia hendak memanggil dokter tapi ditahan oleh Brata. " Tunggu, aku ingin bicara sayang" Suara Brata terdengar lemah membuat Lia semakin sedih. "Ada apa mas" Lia duduk kembali. "Lia, maukah kamu menikah denganku?" Lia heran, sakit kok malah nanya menikah. " Maksud kamu apa mas, kamu masih sakit. Kamu sembuh dulu baru kita menikah" Dengan tiba-tiba Brata duduk, alangkah kagetnya Lia. Lia sampai melompat karena
Maaf sudah lama tidak hadir, semoga kedepannya lebih aktif lagi. Terimakasih sudah sabar menanti 🙏***********Brata membawa ibunya Cahaya ke mall untuk menghibur hati ibunya yang sejak bertemu Lia terlihat kesal dan sedih. Di mall yang besar itu, Cahaya kelihatan senang. Dia tidak puas-puas berkeliling mencari baju yang dia sukai. "Ini pantas gak ibu pake" Cahaya menunjukkan sebuah gaun berwarna merah. Dia terlihat ceria sekali, berbeda dengan wajahnya ketika dirumah."Ambil saja semua yang ibu suka" Brata tersenyum. Cahaya akhirnya mengambil beberapa buah baju dan sebuah tas yang lumayan mahal. Brata juga tidak lupa mengajak Cahaya ke toko perhiasan. " Ibu pilihan, perhiasan apa yang ibu mau""Benar, nak?" "Iya Bu" Brata sebenarnya sudah banyak membelikan perhiasan ataupun pakaian untuk ibunya. Tapi ibunya seperti nya selalu merasa kurang. Di umur 50an Cahaya masih terlihat muda. Setelah puas berkeliling Brata mengajak Cahaya masuk ke sebuah restoran. Mereka memesan beberapa m