"Sebaiknya kau keluar," ucap Zaky pada Lina.
Dengan wajah malu-malu Zaky menyembunyikan tubuhnya di belakang Nanda sembari berusaha keras menutupi beberapa bagian tubuhnya dengan tangannya, setelah baru saja menyadari bahwa dia tidak memakai apa pun di tubuhnya.
Segera Lina menuruti perintah Zaky, dan berjalan keluar dari kamar itu, meski dengan hati yang mengganjal.
Setelah Lina keluar, Zaky melepas pelukannya lalu menutup pintu kamar.
Zaky memeluk kembali Nanda dan membawanya ke tempat tidur sambil mencoba menenangkannya.
"Kau baik-baik saja kan? Sudah jangan menangis."
Ucap Zaky setelah mengamati tubuh Nanda dari ujung kaki hingga ujung kepala, dia tidak menemukan luka apa pun, hanya memar merah sedikit di bahunya yang mungkin tadi terbentur dinding.
"Tapi di sini sakit mas," keluh Nanda memegang lengannya yang sedikit memerah sambil mengusap air matanya.
Zaky yang orangnya tidak tegahan, segera mengelusnya sambil meniup-niupnya. Di situ, tanpa Zaky tahu, Nanda menarik ujung bibirnya dan tersenyum. Namun, tidak lama senyuman itu segera menghilang setelah Zaky berkata. "Aku minta maaf atas perilaku Lina, tolong jangan di ambil hati, sepertinya dia benar-benar tidak sengaja."
Bagi Zaky, bagaimanapun Lina tetap istrinya dan cinta pertamanya, meski dia menyukai Nanda tapi dia juga masih menyayangi Lina, jadi meskipun Lina salah, dia merasa masih harus membela Lina, dia juga tidak ingin kedua istrinya berselisih.
"Baik mas, aku tidak marah ke mbak Lina kok," balas Nanda.
Nanda mengeratkan pelukannya dan mengubur wajahnya ke dada Zaky seolah menyembunyikan raut wajahnya. Zaky membalas pelukannya dan mengelus lembut rambut panjang Nanda.
"Mas, aku masih mengantuk dan lelah, ayo kita lanjutkan tidur kembali mas."
"Mas mau Shalat subuh dulu, kamu juga, yuk bareng mas kita Shalat berjamaah,” ajak Zaky.
Zaky mengingat perkataan Lina, benar kata Lina, waktu subuh sebentar lagu lewat, setelah dia mengamati sekitar dan mengecek waktu di ponselnya. Bagaimana pun Zaky adalah salah satu orang yang cukup rajin dalam beribadah.
"Mas, tapi aku masih sakit, lagian subuh juga sudah lewat, tidak apa-apa mas, kita tidur lagi saja ya?" bujuk Nanda.
"Tidak apa-apa, masih ada waktu." Tolak Zaky.
Tapi bukannya bergegas untuk mengejar waktu subuh, Nanda malah menggoda Zaky.
Dia menempelkan dadanya ke tubuh Zaky, lalu mencium bibir Zaky.
"emmm."
Awalnya Zaky tidak menanggapinya tapi semakin lama Nanda semakin brutal, tangannya yang kecil dan lembut mulai jahil memegang kemaluan Zaky yang mulai mengeras dan menengang. Pada akhirnya Zaky tidak tahan, dia pun mengikuti Nanda dan melupakan apa yang akan tadi dia lakukan.
Mereka mulai bercinta kembali seolah melanjutkan yang semalam dengan penuh gairah yang membara.
Sementara Lina yang baru saja keluar dari kamar mereka hanya bisa terdiam dan mengelus dada, tidak tahu apa yang harus dia lakukan, bukannya tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar itu, dia sungguh tahu segalanya, siapa yang tidak mendengarnya ketika berada di bawah atap yang sama, dengan kamar mereka yang tidak kedap suara, desahan dan rintihan Nanda yang begitu keras sampai memenuhi rumah yang masih sunyi.
Lina sudah berada di kamarnya, duduk termenung sambil menatap putranya Fahmi.
Dia merasa sakit hati dan marah, ternyata suaminya tidak jadi melaksanakan shalatnya tapi malah melakukan hal lain, dia mengingat Nanda yang mengatakan capek dan lelah tapi nyatanya mereka masih memiliki tenaga untuk bercinta.
Lina tahu bagaimana nafsu suaminya yang sangat mudah tergoda, tapi dia juga tahu bahwa meski nafsu Zaky sangat besar, dia tidak akan mudah tergoda jika bukan karena ada yang memulai, pada akhirnya dia menjadi semakin kesal pada Nanda.
Mengabaikan apa yang sedang terjadi, Lina membangunkan Fahmi, dan memulai melanjutkan rutinitas seperti biasanya.
"Nak, ayo bangun."
Dia mengangkat tubuh anaknya yang masih berusia 5 bulan dan menggendongnya sembari menggoyangkan tubuhnya agar Fahmi bangun.
Tidak lama Fahmi membuka matanya dengan malas, meski begitu dia tidak menangis, mungkin karena sudah terbiasa dibangunkan seperti itu di jam yang biasanya, jadi bukan tangisan yang keluar melainkan senyuman lebar saat dia melihat wajah Lina, membuat hati Lina yang tadi kesal segera menghilang.
Lina melangkah keluar kamarnya menggendong anaknya, membawa ke kamar mandi. Suara teriakan dan desahan Nanda masih terdengar jadi dia menutup rapat telinga Fahmi.
"Sampai kapan mereka akan melakukannya?" batin Lina.
Meskipun dia sudah beberapa kali mendengar mereka bercinta, entah kenapa rasa kecewa dan sakit hati masih terasa begitu menyakitkan untuknya, dia tidak bisa terbiasa dengan semua itu.
"Ahhh!"
Tepat saat Lina melewati kamar mereka, suara jeritan Nanda membuat Lina kaget sampai dia diam membeku tepat di depan kamar mereka beberapa saat sampai akhirnya dia tersadar dan berlari ke kamar mandi.
Padahal dia sudah berusaha keras untuk mengabaikannya tapi menjadi sangat sulit karena Nanda yang begitu berisik. Bahkan saat Lina dan putranya sudah di dalam kamar mandi, suara teriakan Nanda masih terdengar sangat jelas.
Lina yang tidak ingin Fahmi mendengarnya, buru-buru memandikan Fahmi dengan cepat lalu kembali ke kamarnya, menutup rapat kamar dan menyalakan musik cukup keras hingga tidak terdengar suara-suara mesum Nanda.
Setelah selesai mengurus Fahmi, dia menyusui anaknya sambil merenung, menatap kosong ke depan.
Baru sehari Nanda menjadi istri suaminya tapi Lina sudah merasa tidak nyaman dengan kehadirannya, kemarin saat dia menyetujuinya, dia berpikir tidak apa-apa, toh umur Nanda jauh lebih muda darinya jadi dia hanya menganggap Nanda hanya gadis polos yang mudah dikendalikan. Tapi sepertinya dia salah besar.
Di saat Lina masih termenung, bunyi ponsel tanda sebuah pesan masuk membuatnya tersadar.
Nomor baru tidak tersimpan mengirim chat padanya. [Lin, bagaimana kabarmu?].
Tanpa membukanya Lina mengabaikannya, namun tidak lama si pemilik nomor tidak tersimpan kembali mengirim pesan. [Ini aku, Rian, ada yang bilang kau ingin kembali bernyanyi, benarkah? Kalau iya aku bisa membantumu.
Mengetahui nama si pengirim pesan, ekspresi Lina menjadi waspada seolah ingin menyembunyikan sesuatu.
Sebenarnya Lina sudah lama menghapus nomor Rian, bukan karena alasan apa pun, tapi karena Zaky yang meminta padanya untuk menghapus semua kontak pria di ponselnya dan berhenti berhubungan dengan mereka, salah satunya kontak milik Rian itu. Terpaksa dia mengikuti kemauan suaminya karena dia juga tidak ingin suaminya cemburu padanya.
[Aku baik-baik saja, dan terima kasih, tapi sepertinya aku mengurungkan niatku untuk kembali bernyanyi.] Merasa tidak enak Lina pun membalasnya.
Tidak menunggu lama balasan dari Rian juga datang. [Tidak apa-apa, jika kamu butuh sesuatu katakan saja padaku, jangan salah paham, aku tidak bermaksud mengganggu kehidupan dan rumah tanggamu tapi aku hanya ingin membantumu.]
[Maaf, tapi jangan menghubungiku lagi.]
Setelah membalas seperti itu, Lina segera menghapus riwayat chat mereka dan memblokir nomor pria itu, dia tidak ingin suaminya mengetahuinya.
Siapakah Rian? Sehingga Lina harus bersikap seperti itu.
"Akh! Sakit ... Mas Zaky tolong aku," ucap Nanda meringis kesakitan dengan ponsel yang menempel di telinganya. Dia baru daja menghubungi Zaky.Dengan posisi terduduk di lantai Nanda berteriak mengatakan kesakitan pada Zaky dari balik ponselnya. Darah merah mengalir sangat banyak dari kemaluannya.Lina masih berdiri diam dengan bingung dan gelisah melihat apa yang terjadi pada Nanda di depan matanya, apalagi setelah melihat darah yang sangat banyak mengalir menodai lantai yang berwarna putih."Ada apa sayang? Kamu kenapa?" suara Zaky terdengar gugup dari balik telepon. Nanda sengaja melospiker agar Lina bisa mendengarnya."Mas, aku jatuh dan berdarah, mbak Lina baru saja menendangku sampai jatuh. Tolong cepat pulang mas, aku sakit banget dan sudah tidak tahan," ucap Nanda sesenggukan sambil menangis. Sesekali matanya melirik ke arah Lina yang masih kebingungan."Iya, iya, aku akan segera pulang. Aku akan menghubungi mbak Hesti duku agar kamu bisa segera dibawah ke rumah sakit," suara g
"Dasar pelacur!"Tidak lama suara pintu dibanting dengan sangat keras. Nanda berdiri menatap Lina dengan tatapan penuh emosi.Plak!Tamparan keras mendarat dipipi Lina yang mulus, disudut bibirnya tampak darah merah segar."Siapa kamu sampai berani mengataiku pelacur?" teriak Nanda tepat di depan wajah Lina.Memegang pipinya yang perih Lina membalas tamparannya.Plak! Plak!2 kali tamparan di pipi kanan dan kiri."Kamu memang pelacur, kalau bukan pelacur lalu apa? Sudah mengambil suami orang tapi masih saja cari pria lain dan berselingkuh," balas Lina.Wajah Lina memerah penuh emosi, dia tidak menyangka akan di tampar oleh seseorang yang jauh lebih muda darinya, wanita rendahan yang levelnya jauh dari dia, pwrempuan dengan wajah yang terlihat pilos namun ternyata beracun."Aduh, sakit ... Jangan mengfitnahku mbak, siapa yang selingkuh?" Nanda berkata sambil meringis menahan rasa sakit akibat tamlaran Lina, wajahnya tampak kaget tapi dia masih berusaha keras memasang wajah tenang, mesk
Sebuah cairan hangat berwarna merah menempel ditangan Nanda, meski tidak banyak, tapi wajah Nanda terlihat menjadi ketakutan dan bingung."Bang, aku takut, aku tidak bisa lagi melanjutkannya."Dengan kekuatan yang masih tersisa, Nanda menyingkirkan pria itu, dia berdiri dan berjalan menuju ke kamar mandi.Sebenarnya pria itu masih ingin melanjutkannya lagi, tapi melihat ekspresi Nanda dia terpaksa menghentikannya, ekor matanya yang memerah mengikuti Nanda lalu melirik darah merah yang menodai seprei di bawahnya yang berwarna putih."Brengsek!" Tangannya yang terkepal memukul keras kasur kemudian dia membanting tubuhnya dengan kasar, dia atas seprei itu, tanpa peduli noda yang akan mengotori tubuhnya."Apa ini?" Tubuh Nanda gemetar hebat, keringat mengucur deras dari dahinya, melihat darah ditangannya yang masih menetes, beruntung saat dia menyentuh vaginanya tidak ada darah lagi yang keluar, hanya ada sisa yang menempel di sela-sela pahanya, meski
"Nanda selingkuh,” ucap Lina langsung.Mendengar ucapan Lina, Hesti hanya diam membisu, kedua bola matanya memancarkan aura seram menatap Lina yang tepat di depannya.Ponsel milik Lina yang sudah ada dalam genggaman tangannya, dia serahkan kepada Hesti yang masih menatap kosong padanya."Mbak, itu buktinya, silakan mbak lihat sendiri."Satu persatu Hesti melihat semuanya, mulai dari foto hasil jepretan Lina yang baru saja dia lakukan secara diam-diam, juga semua foto hasil screenshots chat Nanda dengan semua pria, Hesti melihat semuanya.Berulang kali Hesti melihatnya, mengulang-ulang satu persatu seolah-olah masih belum bisa mempercayainya, dengan air mata yang jatuh satu persatu. Benar, Hesti menangis, tepat di hadapan Lina. Sama seperti Zaky yang jarang memperlihatkan air matanya di depan orang lain, Hesti juga begitu.Buru-buru Lina mengambil tisu dan mengusap air mata yang membasahi pipi Hesti."Dari awal bertemu dengannya aku sudah tida
"Bang, tolong fokus menyetir."Nanda menyingkirkan telapak tangan pria itu yang tebal dari dadanya.Kaosnya yang ketat sudah terlepas, yang tertinggal hanya bra warna merah muda dengan satu tali yang juga putus, dada berukuran standar dengan puting berwarna cokelat terpampang jelas.Tidak lama setelah keduanya masuk ke dalam mobil, pria itu langsung memulai aksinya, hanya karena godaan kecil dan sentuhan ringan dari Nanda, wajahnya menjadi memerah dan terlihat sangat bernafsu.Melepas paksa kaos Nanda, dan menarik bra dengan kasar, sampai talinya terputus, padahal itu bra baru yang seminggu lalu dibelikan Zaky sebagai hadiah, tapi hanya dengan satu tarikan dari pria itu, tali branya terputus begitu saja.Keduanya berciuman panas di dalam mobil dengan kedua tangan pria itu yang tanpa henti menjelajahi area sensitif Nanda, sampai akhirnya mereka berhenti sebentar setelah merasa tempatnya semakin ramai dan beberapa orang mulai mengawasi me
"Apa itu mbak?"Nanda sudah berdiri tepat di samping Lina, tangannya yang dingin setelah mandi menyentuh pundak Lina yang menunduk, membuat Lina segera mengangkat kepalanya."Apa?" Lina yang kaget bertanya balik sambil menyingkirkan tangan Nanda.Suara Lina terdengar marah hingga membuat Nanda tanpa sadar melangkah mundur darinya."Maaf, mbak menunggu lama ya? Maaf, sudah membuat mbak menunggu, aku tidak tahu bahwa mbak juga belum mandi."Hati Lina menjadi lega, ketakutan yang tadi menyelimutinya menghilang begitu saja setelah mendengar ucapan Nanda. Ternyata perkiraan Lina salah, dia mengira akan ketahuan dan gagal, tapi ternyata Nanda berpikir lain."Iya kamu lama sekali, aku menunggu sangat lama." Lina berbohong dan berpura-pura mengikuti jalan pikiran Nanda, dia yang tadinya ketakutan dengan percaya diri menjawabnya."Maaf mbak," ucap Nanda, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar.Memastikan Nanda sudah memasuki kamarnya