Share

"Minta maaf lah!"

Suara azan subuh membangunkan Lina, seperti biasa dia akan terbangun di jam-jam seperti itu, entah lebih cepat atau lambat sesekali, dia membuka matanya dan menatap putranya yang masih terlelap dalam pelukannya.

"Ugh ..."

Suara rintihan keluar dari mulutnya tidak lama setelah dia menggerakkan tubuhnya untuk bangun.

Wajahnya tampak kelelahan, sepertinya hasil dari kemarin dia sibuk ke sana ke mari menyiapkan acara suaminya. Meski begitu dia tidak kembali membaringkan tubuhnya.

Lina beranjak dari kasur dan melakukan rutinitas seperti biasanya. Dia menunaikan Shalat subuh, setelah itu dia lalu berjalan ke dapur untuk memasak.

Sambil berjalan, matanya tertuju pada pintu kamar yang letaknya tepat di sebelah dapur. Pintu bercat hijau yang masih tertutup rapat, pintu kamar yang ditempati pasangan baru, yang masih gelap dan sunyi seolah tidak ada kehidupan.

Lina hanya menatapnya dan berlalu begitu saja, meski kejadian semalam masih tergambar jelas di otak Lina, tapi dia mengabaikannya dan bergegas ke dapur untuk memulai memasak.

Waktu berlalu begitu saja saat Lina menghabiskan waktunya di dapur, semua makanan sudah siap tapi rumah masih saja sepi, Lina melirik pintu bercat hijau itu lagi dan suasananya masih sama.

Subuh sebentar lagi habis, tapi suaminya tidak juga bangun.

Tidak biasanya suaminya bangun kesiangan, apalagi sampai meninggalkan Shalat, padahal biasanya mereka melakukan Shalat subuh berjamaah.

Ketuk! Ketuk!

Takut waktu subuh habis, Lina mengetuk pintu kamar yang sedari tadi dia amati, meski sebelumnya dia sempat ragu karena takut mengganggu.

"Mas Zaky ..."

"Mas, bangun mas.”

Sambil terus mengetuk, Lina memanggil Zaky karena tidak ada jawaban dari dalam.

Sementara di dalam kamar itu, Zaky masih tertidur pulas, sementara satu pasang mata terbuka, wajahnya terlihat kesal.

Merasa terganggu dan tidak bisa tidur lebih lama, Nanda, dengan tubuh telanjang menendang selimut sambil mengumpat pelan.

"Mbak, berhenti mengganggu, mas Zaky masih capek."

Nanda membuka pelan pintu dan berkata pada Lina dengan ketus.

Lina membeku menatap tubuh Nanda yang telanjang tepat di depan matanya, ada banyak tanda merah memenuhi tubuhnya yang berwarna kuning langsat.

Tiba-tiba perasaan kecewa kembali muncul, membuat Lina segera memalingkan pandangannya dari tubuh molek Nanda yang terlihat masih sangat segar. Berbanding dengan tubuh milik Lina yang sudah mulai tampak tanda-tanda penuaan.

Tapi bukannya menutupi tubuhnya, Nanda malah sengaja memperlihatkan tubuh telanjangnya, tanpa rasa malu dia memperlihatkan tubuhnya yang penuh kiss mark pada Lina dengan mendekati Lina sambil mengikuti arah tatapan Lina.

"Subuh sudah mau habis, apa tidak Shalat dulu?" 

Tatapan Lina masih ke arah lain, meskipun sesama perempuan dia merasa malu dan tidak enak untuk melihat orang dewasa telanjang bulat di depan matanya, selain itu dia juga tidak ingin melihat sisa-sisa bekas suaminya ditubuh wanita lain.

"Mbak, kenapa lihat ke sana? Mbak begitu tidak sukanya ke aku ya? Padahal aku juga korban di sini, kalau saja mas Zaky jujur dengan identitasnya pasti aku tidak akan mau dia dekati."

Dengan nada sedih suara Nanda bergema di telinga Lina.

Lina pun menoleh ke arahnya, melihat sosoknya dan mencoba menjelaskan, namun, sebelum Lina bisa membuka mulutnya, Nanda menyelanya. "Meskipun membenciku tapi tolong jangan perlihatkan rasa benci mbak kepadaku."

"Bukan begitu."

Saat Lina bingung ingin menjelaskan, dengan tangannya yang kecil, tiba-tiba Nanda membuka lebar pintu kamarnya.

Mengabaikan perkataan Nanda, segera tatapan Lina tertuju pada sosok di dalam kamar. Zaky yang masih tertidur pulas di atas kasur lantai dengan tanpa busana sehelai pun di tubuhnya sedang mendengkur pelan.

Tidak jauh berbeda dengan tubuh Nanda, tubuh Zaky juga penuh tanda merah, meski dari kejauhan, Lina bisa melihatnya dengan jelas.

Di sisi lain, Nanda yang membuka lebar pintu kamarnya, seolah sengaja ingin memperlihatkan sosok Zaky pada Lina. Dia diam-diam tersenyum aneh sambil mengamati ekspresi Lina.

"Mbak, mbak Lina!" teriak Nanda.

Lina yang bengong melihat sosok suaminya tersadar setelah mendengar panggilan Nanda.

"Mbak mau ke mana?"

Nanda menghalangi dan menghentikan langkah Lina yang mencoba masuk ke dalam kamarnya.

"Eh, aku mau membangunkan mas Zaky."

"Tidak perlu mbak, biar aku saja, lagian kasihan mas Zaky, dia masih kelelahan, dia juga baru 2 jam tertidur, mbak tidak perlu khawatir biar aku saja yang mengurus mas Zaky, mbak urus saja yang lain."

Dengan paksa Nanda mendorong tubuh Lina keluar setelah selangkah memasuki kamar.

"Tidak bisa, mas Zaky harus bangun, waktu subuh sebentar lagi habis jadi aku harus membangunkannya, mas Zaky tidak boleh meninggalkan Shalat." Tolak Lina.

Suara kesal Lina terdengar sangat jelas setelah Nanda melarangnya bahkan berani mengusirnya.

"Jadi kamu cepat minggir!"

Lina menyingkirkan tubuh Nanda yang menghalangi jalannya, sangat mudah bagi Lina melakukannya. Tubuh Lina yang lebih tinggi dan lebih berisi dibanding dengan ukuran tubuh Nanda yang kecil segera tersingkirkan dari jalannya.

"ughh ..." rintih Nanda kesakitan.

Tubuh Nanda membentur dinding cukup keras, Lina yang kaget segera membantunya. Padahal dia tidak menggunakan banyak kekuatan tapi kenapa tubuh nanda sampai terlempar ke dinding.

"Aduh ... sakit." 

Sambil merintih, suara tangis cukup kencang keluar dari mulut Nanda, membuat Zaky yang tertidur pulas terbangun.

"Ada apa ini? Kenapa berisik sekali?"

Wajah kaget dan kesal Zaky tergambar jelas di wajahnya.

"Sakit ... mbak Lina kamu jahat sekali." 

Suara tangis Nanda semakin keras setelah melihat Zaky terbangun.

Setelah kesadaran penuh, Zaky yang mendengar tangis Nanda segera berlari menghampiri keduanya, meski tanpa memedulikan penampilannya yang telanjang, dia menyingkirkan Lina memegang tubuh Nanda dan memeluk erat Nanda.

"Di mana yang sakit? Sebelah mana? Di sini? atau di sini?"

Zaky yang khawatir memegang perut Nanda dan bagian tubuh lainnya menanyakan ini itu, tanpa memedulikan Lina yang terjatuh di lantai akibat dorongannya.

Sementara tangis Nanda semakin keras, Lina beranjak berdiri, merasa bersalah dan mendekat.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Lina.

Meski kesal karena di perlakukan kasar oleh Zaky Lina sedikit merasa bersalah dan mencoba meminta maaf. "Maaf, aku tidak sengaja."

"Lin, sebenarnya apa yang kamu lakukan? Kamu sungguh tidak punya hati, bagaimana bisa kamu melukai orang yang sedang hamil? Kenapa kamu menjadi seperti ini? Kamu juga tahu bagaimana beratnya saat hamil, bagaimana jika dia sampai keguguran? Sungguh sangat keterlaluan kamu Lin!"

Dengan keras Zaky membentak Lina sambil memeluk tubuh Nanda.

"Mas, aku tidak sengaja, tadi aku cuma mau membangunkan mas tapi Nanda menghalangi jadi aku menyuruhnya minggir, tidak tahu kalau sampai membuat dia terjatuh."

"Seharusnya kamu tidak mendorongnya, Nanda itu sangat lemah jangan bandingkan dengan dirimu!"

"Maaf mas, aku benar-benar tidak sengaja,"

"Minta maaf lah pada Nanda!"

"Maafkan aku Nanda, aku tidak sengaja."

Sebenarnya Lina merasa aneh untuk memohon maaf, dia masih memikirkan bahwa dia tidak pernah mendorong Nanda dengan keras tapi dia tidak punya pilihan. Dia menjadi semakin kesal dan sakit hati, terutama pada Zaky.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status