共有

Teman Dekat?

作者: Syamwiek
last update 最終更新日: 2025-10-27 15:03:22

“Bee, gawat! Gawat banget, Bee!”

Safa datang sambil berlari setelah kembali dari kantin. Nafasnya terengah-engah, wajahnya panik seperti baru bertemu dosen killer.

Aku menatapnya lekat dengan kening berkerut. Biasanya kalau dia sudah segaduh ini, pasti ada hot news kampus yang siap mengguncang dunia.

“Tarik napas dulu, Sa. Hembuskan pelan-pelan. Ulangi sampai kamu tenang,” titahku sambil melipat tangan di dada, gaya guru konseling yang sok sabar.

“Buang-buang waktu, Bee!” serunya, masih ngos-ngosan. Dia menaruh kantong kresek ke atas meja dengan suara berisik. “Kamu tau nggak—”

“Enggak,” potongku cepat sebelum dia sempat menyelesaikan kalimat.

“Ih, dengarkan aku dulu!” omelnya, melotot seolah aku baru saja mencuri tugasnya.

Aku meringis, mengangkat alis, lalu menatapnya dengan tatapan silahkan lanjutkan dramamu, nona gosip.

Safa mengambil napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara setengah berbisik tapi penuh tekanan, “Berita pagi ini—Dokter Naufal dan Alya, resmi batal meni
この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
ロックされたチャプター
コメント (20)
goodnovel comment avatar
ida Sari
wih di akui teman dekat sama om kais nih ,,kaget ga tuh Bin?! kaget dong?.
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
naaah kan .. binaar yg jadi masalah yaaa padahal binar sama sekali ga punya perasaan Ama dokter Naufal .. hadehhhhhh
goodnovel comment avatar
Ovy Azza
waahh binar selamat yaaa kmu udah d nobatkan jd TEMAN DEKAT nya om kais. bentar lg jg naik level kmu bee. btw ini knpa pula dr. naufal yg batalin pernikahan tp binar yg d tuduh jd selíngkuhan?
すべてのコメントを表示

最新チャプター

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Stalking Mantan

    “Tinggi banget sih, tapi kerempeng. Terus datar dan tepos, kurang menarik,” komentar Safa sambil menatap layar tablet dengan ekspresi menilai. Aku melirik sekilas ke arah layar, lalu menahan napas. Foto yang sedang kami lihat adalah akun media sosial milik mantan tunangan Om Kais—Rhea Adler. Perempuan blasteran Jerman-Indonesia yang dulu sempat jadi model majalah terkenal. “Kurang menarik apanya, Sa,” sahutku. “Dia cantik banget, kulitnya bening, matanya abu-abu. Model internasional, loh.” Safa mendengkus. “Iya, tapi kok vibe-nya dingin banget, ya? Lihat nih caption-nya—‘Elegance is when you make silence loud.’ Apaan sih? Kayak ngomong sama cermin.” Aku terkekeh pelan, tapi pandanganku masih terpaku pada foto-fotonya. Rhea terlihat sempurna di setiap jepretan—entah sedang di Paris, menghadiri pameran seni, atau sekadar duduk di cafe mahal dengan ekspresi datar tapi elegan. Safa mencondongkan tubuhnya. “Bee, kamu yakin nggak salah bersaing, nih? Mantan calon istrinya aja udah

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Terhalang Masa Lalu

    Begitu mobil Om Kais keluar dari halaman, suasana rumah terasa sedikit lengang. Aku masih sempat melambaikan tangan sebelum akhirnya menutup pintu dan berbalik. Saat aku menoleh, Mas Pandu sudah berdiri di ruang tamu, menungguku untuk makan malam. Mas Pandu menepuk ringan bahuku. “Ayo, cepat ke ruang makan. Sebelum nasinya keburu dingin.” Aku mengangguk dan mengikutinya. Begitu duduk, aroma masakan langsung menyeruak. “Wah, wanginya bikin perut semakin keroncongan.” “Kamu tuh, kalau sudah urusan makan, semua masalah langsung beres aja, ya?” celetuk Mas Pandu sambil menuangkan jus melon ke dalam gelas. “Ya jelas,” jawabku santai sambil mengambil sendok. “Orang lapar nggak bisa mikir jernih, Mas.” “Dek—” panggilnya pelan. “Kamu tahu nggak, Mas Kais dulu sempat mau nikah?” Aku menoleh, sendok masih di tangan. “Serius? Baru tahu aku.” Mas Pandu mengangguk pelan. “Itu kejadian udah lama banget, mungkin hampir sepuluh tahun lalu. Waktu itu dia sudah tunangan, tinggal nunggu hari per

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Status Baru

    “Binar—”Baru saja aku hendak naik ke dalam bus, suara Om Kais terdengar dari belakang. Nada suaranya yang cukup tinggi membuat langkahku langsung terhenti di anak tangga pertama.Aku menoleh, dan di sana dia berdiri—dengan kedua tangan terlipat di dada, sorot matanya tajam.Aku turun lagi dan menghampirinya. “Ada apa, Om?”“Masuk mobil,” ujarnya singkat.“Lho, kenapa?”“Safa mana?” bukannya menjawab, Om Kais malah balik bertanya.“Tu, udah duduk manis di dalam bus,” jawabku sambil menunjuk ke arah sahabatku yang sedang mengintip dari jendela.Begitu sadar kami sedang membicarakannya, Safa langsung melambaikan tangan penuh semangat.“Suruh Safa turun. Kalian pulang bareng aku,” titah Om Kais.Selesai bicara, dia berbalik dan masuk ke dalam mobil lebih dulu. Bodyguard-nya segera bergerak, memasukkan carrier-ku ke bagasi mobil dengan sigap.Aku menatap punggungnya sejenak—sebelum akhirnya berlari kecil ke arah bus.“Safaaa!” panggilku sambil menepuk jendela bus. “Turun, cepat. Kita pula

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Perkara Panggilan

    Aku benar-benar tidak menyangka kalau Om Kais memutuskan ikut turun gunung dengan berjalan kaki. Soalnya, seingatku, dia belum pernah sekalipun mendaki—apalagi menuruni jalur seterjal ini. Jujur saja, aku sempat khawatir sesuatu bakal terjadi padanya.Bagaimanapun juga, Om Kais bukan orang sembarangan. Dia itu pemimpin besar—punya perusahaan, sekaligus direktur utama rumah sakit ternama. Bayangkan kalau sampai kakinya keseleo sedikit saja, bisa heboh satu kantor, bahkan satu kota!Aku memilih jalan di dekatnya, siap siaga setiap kali dia melangkah di medan berbatu.“Pelan-pelan, Om,” ucapku khawatir.Dia hanya menoleh sekilas dan tersenyum tipis. “Tenang aja, aku masih kuat.”“Iya, tapi kan Om mahal,” kataku cepat, membuatnya terkekeh pelan.“Mahalan kamu,” balasnya santai, menatapku sekilas dengan tatapan geli.Aku mencibir. “Ih, serius ini. Kalau Om kenapa-kenapa, aku bisa dimarahi seluruh tim medis rumah sakit.”“Tenang, Binar. Aku turun gunung bukan buat jatuh… tapi buat jaga kamu

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Romantis Ala Om Kais

    Bukannya menjawab, Om Kais malah menarik kedua pipiku dengan ekspresi gemas—seolah-olah wajahku ini bakpao isi ayam kesukaannya.“Cium—cium!” seruku sambil berusaha mendekat.“Astaga, Binar…” gumam Om Kais, lalu dia menekan kedua pipiku makin kencang sampai bibirku mengerucut seperti bebek.“Aku sayang Om Kais, loh. Suer tekewer-kewer,” kataku dengan mulut masih mengerucut.“Kamu ini perempuan, Binar,” balas Om Kais sambil menggeleng pelan. “Seharusnya aku yang menyatakan cinta, bukan kamu. Dan coba deh, hitung—udah berapa kali kamu melamarku, ha? Sampai di atas gunung pun masih kepikiran buat melamar.”Aku cuma nyengir. Jujur, aku memang gak ingat sudah berapa kali melamar Om Kais. Soalnya, setiap ada momen bagus, aku gak mau melewatkannya begitu saja. Pokoknya langsung lamar—urusan diterima atau enggak, belakangan.“Gak ingat, dan gak akan aku hitung,” jawabku santai.Lantas, Om Kais menarikku ke dalam pelukannya dan mendekapku erat. Dagunya bertengger di atas kepalaku, sementara ak

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Om Nikah, Yuk!

    Aku dan Safa duduk di atas batu besar, berselimut jaket tebal dan sarung tangan wol. Di depan kami, pemandangan langit yang mulai terang perlahan seperti lukisan hidup.“Cantik banget, ya,” gumam Safa sambil menyeruput minuman hangat dari tumbler. “Gak nyesel bangun jam empat pagi.”Aku tersenyum samar. “Iya, worth it banget.”Tapi entah kenapa, senyumku terasa menggantung. Pikiranku masih sibuk mengulang kejadian semalam—antara geli, malu, dan… deg-degan.Safa melirikku sekilas. “Kenapa? Dari tadi senyum-senyum sendiri. Jangan bilang kamu mimpi Om Kais lagi?”“Bukan mimpi. Tapi semalam aku emang ketemu hal yang lebih aneh dari mimpi.”“Apaan?” Tanya Safa sembari menaikkan alis.Aku menatapnya lekat, lalu mencondongkan tubuh sedikit, berbisik, “Aku ketemu Om Kais.”“Hah?! Di gunung?”“Iya. Aku juga gak nyangka,” jawabku.“Yang bener, Bee. Jangan bilang kamu halu gara-gara kedinginan,” ucapnya sambil mencubit lenganku.“Aduh! Beneran, Fa.” Aku menghela napas panjang. “Dia muncul waktu

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status