Share

Bab 7

Author: Lynette
“Nggak perlu, pulang saja ke Vila.”

Begitu sampai di Vila, Nyonya Sherly melihat hanya cucunya yang pulang. Dia memanjangkan leher, berulang kali melihat ke belakang dan mencari-cari.

Dia pun bertanya, “Yoga, di mana Kelly?”

Yoga melepas jas dan menyampirkan di lengannya. Melihat leher neneknya yang terjulur panjang, dia hanya bisa menghela napas dalam hati.

Neneknya benar-benar tidak sabar!

Sepertinya bahkan tidak sempat tidur siang dan hanya duduk menunggu di sini!

“Dia sudah kembali ke kampus.”

“Apa?”

Nyonya Sherly langsung berdiri dari sofa.

“Dia sedang hamil, loh! Kamu malah membiarkannya tinggal di kampus? Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya?”

“Cepat jemput dia kembali.”

Gadis kecil itu sekarang sedang mengandung anak berharga Keluarga Liyas. Sedikit masalah saja akan menjadi bencana. Cucunya malah tidak peduli sama sekali?!

Ya sudahlah, anak ini memang sangat kaku kalau soal perasaan. Kalau diladeni, malah bisa membuat darah tinggi.

Nyonya Sherly pun memanggil Bibi Minah untuk menemaninya pergi menjemput menantunya di kampus.

Yoga terkejut, menantu?

Sejak kapan Kelly menjadi istrinya?

Bibi Minah memapah Nyonya Sherly menuju pintu. Melihat tingkah neneknya, kepala Yoga mulai sakit.

“Nenek, aku bakal jemput sendiri besok pagi. Kamu nggak perlu repot-repot.”

Nyonya Sherly jelas tidak senang.

Dia menoleh dan menatap tajam ke arah cucunya, “Aku mau ketemu cucu menantuku sekarang juga.”

“Kalau kamu nggak jemput, aku sendiri yang akan jemput. Kamu keberatan?”

Yoga berkata, “Jarak dari sini ke kampusnya jauh. Aku sudah menyuruh orang carikan tempat tinggal dekat kampus, supaya dia lebih mudah berangkat kuliah.”

Nyonya Sherly menjawab, “Aku nggak setuju.”

“Dia lagi hamil, tinggal di luar nggak aman dan merepotkan. Lebih baik tinggal di Vila ini saja, supaya semua orang bisa membantu merawatnya.”

Yoga adalah orang yang sangat menjaga privasi. Wilayah pribadinya tidak bisa dimasuki orang luar.

Semua pembantu di Vila ini pun berasal dari Rumah Tua, masa kerja termuda saja sudah delapan tahun.

Meski Kelly mengandung anaknya, dirinya tetap tidak mau membiarkannya tinggal di Vilanya.

“Nenek, aku akan mengurusnya. Nenek nggak perlu khawatir.”

“Aku nggak akan membiarkannya kekurangan apa pun.”

Nyonya Sherly sangat mengenal cucunya.

Yang dia maksud tidak kekurangan hanya sebatas materi dan kebutuhan hidup.

Dia tidak paham bahwa perempuan hamil itu butuh perhatian, kasih sayang dan pendampingan.

Kalau ikut dengan rencana cucunya, gadis itu pasti akan dibiarkan sendirian di rumah besar yang sunyi, bahkan untuk bicara saja tidak akan teman.

Sudahlah, cucunya memang tak bisa diharapkan.

Lebih baik dirinya sendiri yang menjemputnya, lebih menjamin.

Nyonya Sherly pun melangkah pergi tanpa menoleh.

Yoga hanya bisa menarik napas panjang melihat kepergian neneknya.

Ya sudahlah, nenek memang harus dimanja!

Dia sudah berumur, mengalah sajalah.

“Nenek, aku yang pergi saja. Aku pergi sekarang juga.”

Yoga mengambil kunci mobil di meja dekat pintu, “Kamu tunggu di rumah. Aku akan jemput dia sekarang.”

Barulah Nyonya Sherly mengangguk puas, lalu berpesan, “Hati-hati menyetir, jangan terlalu cepat.”

“Kelly masih hamil, nyetir yang stabil.”

Yoga mengganti sepatu, lalu berjalan keluar tanpa menoleh lagi.

Di dunia bisnis, Yoga dikenal tegas dan dingin, tapi kalau sudah berhadapan dengan neneknya, dirinya benar-benar tak berkutik.

Dia pun menelepon Jimmy, menyuruhnya meminta Kelly menunggu di gerbang kampus.

Dia tak punya nomor Kelly.

Sekalian, dia bilang untuk membatalkan pencarian rumah.

Dari suaranya saja, Jimmy sudah tahu bosnya sedang tidak senang, jadi tak berani banyak tanya. Setelah menutup telepon, Jimmy langsung menghubungi Kelly.

Menyuruhnya cepat beres-beres, Pak Yoga akan segera menjemputnya.

Kelly mendapat panggilan darinya, agak bingung dan bertanya, “Pak Yoga mau menjemputku ke mana?”

“Kamu nggak tinggal di asrama lagi ke depannya. Pak Yoga sudah siapkan tempat tinggal di luar.”

Setelah telepon di tutup, Kelly jadi gelisah.

Kalau harus pindah, berarti harus mengajukan permohonan ke pihak kampus. Itu cukup merepotkan. Banyak prosedur dan bahkan butuh penjamin keluarga.

Permohonannya juga belum tentu disetujui pihak kampus.

Bolehkah dia meminta Yoga menjadi penjaminnya?

Dilihat dari sikapnya, sepertinya pria itu bukan orang yang sabar.

Orangnya dingin sekali.

Bersama dengannya, rasanya suhu di sekitar turun beberapa derajat.

Membayangkan harus berinteraksi dengannya selama setahun ke depan saja sudah membuat asam lambungnya kambuh.

Kalau sedang gugup, lambungnya memang mudah sakit.

Kelly buru-buru meneguk air untuk meredakan rasa tegang itu.

Mengingat Jimmy bilang Yoga sudah dalam perjalanan, Kelly segera memasukkan dua pasang baju ganti ke dalam ransel.

Lalu, turun ke bawah.

Dari asrama ke gerbang masih lumayan jauh. Dia takut membuat Yoga menunggu lama.

Waktu di rumah sakit saja, dia sudah bisa melihat pria itu bukan orang yang sabaran.

Jadi, Kelly tak berani membuatnya menunggu lama.

Sampai di gerbang, dia menunggu sebentar hingga akhirnya mobil Yoga muncul.

Dari jauh, Yoga sudah melihatnya berdiri sambil menunduk, entah apa yang sedang dipikirkan.

Yoga berhenti dan menunggu satu menit. Karena gadis itu belum mengangkat kepalanya, Yoga pun menurunkan kaca jendela dan menekan klakson.

Barulah Kelly melihatnya, lalu berlari pelan menghampiri dan masuk ke mobil.

Begitu pintu tertutup, Kelly reflek langsung meminta maaf.

Yoga melirik lewat kaca spion, dengan datar berkata,

“Kamu sedang hamil, jangan lari-lari.”

Kelly menunduk dan menjawab pelan, “Iya.”

Ini pertama kalinya dia duduk di mobil semewah ini. Melihat jok kulit yang begitu mewah, tangannya menjadi kaku, tidak tahu harus menaruhnya di mana.

Pria itu menyalakan mesin, lalu berkata datar, “Pakai sabuk pengaman.”

“Oh!”

“Iya.”

Kelly menarik sabuknya, tapi setelah mencoba beberapa kali, dia tidak tahu harus mengaitkannya ke mana.

Dia belum pernah naik mobil, jadi tidak tahu cara memasang sabuk pengaman.

Biasanya, dia berpergian naik bus, kereta dan sepeda.

Paling sering naik bus, karena lebih murah.

Dia tidak bisa memasangnya, tapi juga tidak berani bertanya pada Yoga dan tentu saja tidak berani tidak memakainya.

Karena Yoga yang menyuruhnya memasang sabuk, Kelly tentu tidak berani membantah.

Tangannya menggenggam sabuk erat-erat, wajah cantiknya memerah karena malu.

Dari kaca spion, Yoga melihat gerak-geriknya.

Dia tidak bisa memasang sabuk pengaman?

Dengan bibir terkatup rapat, Yoga turun dari mobil. Lalu membuka pintu di sisi gadis itu, mengambil sabuk dari tangannya, lalu menunjukkan cara memakainya. Setelah itu, Yoga menyuruhnya mencoba sendiri.

Melihat gadis itu berhasil mengaitkan sabuk hingga terdengar bunyi “klik”, barulah Yoga menutup pintu dan kembali ke kursi pengemudi.

Kelly duduk di kursi belakang dengan wajah yang masih terlihat malu. Di tangannya, dia memegang tas kanvas yang warnanya sudah memudar.

Di dalam tas itu ada baju, botol minum, serta sikat gigi dan pasta gigi.

Dia tidak berani meletakkan tasnya di kursi, takut mengotori mobilnya.

Dia tahu orang kaya biasanya punya kebiasaan menjaga kebersihan.

Dia duduk tegak, tak berani bergerak sembarangan.

Melihat sikap kaku itu, Yoga tidak meladeninya.

Posisi duduk seperti itu jelas tidak nyaman, tapi biarlah, itu bukan urusannya.

Melihat pemandangan di luar yang terus bergeser, hati Kelly semakin tidak tenang.

Dia tidak tahu Yoga akan membawanya ke mana.

Dia juga tidak berani bertanya.

Bahkan namanya saja dia tidak tahu.

Namun, itu semua tidak penting.

Yang penting adalah tempat yang mereka tuju semakin jauh dari kampusnya. Lalu, bagaimana dirinya kuliah nanti?
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 100

    Jimmy membalas, [Pak Yoga, semua pakaian Nona Kelly dipilih langsung oleh staf toko sesuai dengan bentuk tubuh dan karakternya.]Saat membeli pakaian, Kelly tidak memilih sendiri dan merasa tidak ada yang cocok.Akhirnya, staf toko yang memilihkan untuknya.Kemudian, beberapa kali pakaian dikirim ke Vila juga dibuat sesuai ukuran tubuh Nona Kelly.Semua pakaian itu normal saja, Jimmy tidak mengerti maksud bosnya menanyakan hal itu.Dia pun menatap foto itu beberapa kali, tetap tidak melihat ada yang aneh.Yoga pun tidak membalas pesannya.…Kelly tiba di asrama.Hari ini tidak ada kelas pagi, tapi karena Yoga mau ke kantor dan sekalian mengantarnya, Kelly pun berangkat lebih awal.Melihat penampilan Kelly, Tasya langsung terpesona.Asrama itu kosong, tidak ada orang.Tasya berkata, “Kelly, gaunmu cantik sekali!“Dan menutupi perutmu juga, nggak kelihatan perut buncitnya.”Kelly tersenyum dan berkata, “Iya, ‘kan? Aku juga merasa cantik dan bahannya juga enak dipakai.”Benar-benar ada ha

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 99

    Namun, Yoga tidak menganggapnya begitu.Dari hasil penyelidikan, gadis kecil ini keras kepala dan punya tekad kuat.Sikap patuh hanyalah tameng perlindungan di hadapannya.Namun, dia juga gadis yang polos dan tangguh.Yoga berkata, “Mulai sekarang, kalau bicara denganku, angkat kepala. Jangan menunduk.”Mendengar itu, Kelly benar-benar menurut, mengangkat kepala dan menatapnya.“Pak Yoga, kalau nggak ada hal lain lagi, aku naik dulu.”Yoga pun mengangguk.Kelly pun berdiri dan naik ke lantai atas.Saat melewati Yoga, Kelly tidak lagi menunduk.Sebaliknya, dia mengangkat dagu, berjalan dengan tegap dan dengan sorot mata penuh keteguhan melewati pria itu.Yoga menoleh, memandang punggung gadis itu. Hatinya mendadak dipenuhi rasa yang sulit dijelaskan.…Keesokan paginya, seperti biasa, Yoga yang mengantar.Kelly masuk ke mobil, duduk di tempatnya, lalu mengeluarkan tablet pemberian Yoga. Lalu menyambungkan earphone bluetooth dan mulai mendengar siaran berbahasa inggris.Kelly sudah memi

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 98

    Kelly terlihat seperti gadis yang penurut dan pengertian.Yoga malah bilang dia sering menangis, bukankah itu artinya dia merasa tertekan?Yoga bergumam dalam hati, perhatian?Bagaimana caranya memberi perhatian?Dia sudah memberinya makanan enak, minuman enak, dilayani dengan baik, uang pun tidak pernah kurang. Bukankah itu sudah cukup perhatian?Yoga pun bertanya, “Bagaimana caranya perhatian?”Bagaimana caranya perhatian pada Kelly?Selama hidupnya, dia belum pernah berinisiatif memberi perhatian pada orang lain.Kalau soal uang, selama tidak berlebihan, dirinya bisa memenuhinya.Namun selain uang, hal-hal material, Yoga benar-benar tidak tahu bagaimana caranya.Bagi Felix, pertanyaan semacam itu dari Yoga sama sekali tidak mengejutkan.Sejak kecil, dia memang seperti putra mahkota yang selalu dikelilingi orang lain.Yoga mungkin bahkan tidak bisa menuliskan kata perhatian!“Jawabannya hanya satu, yaitu hibur.”“Perempuan itu makhluk yang sensitif. Kalau suasana hatinya baik, semuan

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 97

    Seketika, Yoga sendiri bahkan tidak bisa membedakan, dia khawatir pada Kelly atau hanya khawatir pada bayi di perutnya.Bibi Minah menatap punggung Yoga yang tegas dan penuh amarah, lalu hanya bisa menghela napas tak berdaya.Nona Kelly juga tidak ingin jatuh, kenapa Pak Yoga malah begitu marah?Apa karena cemas dan peduli?Bibi Minah berusaha menenangkan Kelly.“Nona, jangan menangis. Lain kali lebih hati-hati saja.”“Besok aku menyuruh orang untuk ganti karpet yang baru.”Jika memang beresiko, pindah saja ke lantai satu!Dia berpikir untuk membicarakannya dengan Pak Yoga, membiarkan Nona Kelly tinggal di lantai satu. Lebih aman, tidak perlu naik turun tangga.Awalnya, Nyonya Sherly memang sengaja menempatkan Kelly di kamar sebelah Pak Yoga, supaya kalau ada apa-apa, Pak Yoga bisa langsung menjaga.Namun sekarang, rasanya pindah ke lantai satu jauh lebih aman.“Jangan terlalu dipikirkan kata-kata Pak Yoga, dia nggak ada maksud buruk.”“Dia itu sebenarnya khawatir padamu.”“Hanya saja,

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 96

    Jelas-jelas menangis karena merasa tertekan, tapi masih saja mencari alasan bilang matanya alergi.Kenapa mulutnya setajam itu?!Hanya karena masalah sepele, kenapa dirinya harus sampai membuat Kelly menangis?Yoga tahu betul kalau hati Kelly sedang rapuh, tapi mulutnya tetap saja begitu pedas.Hanya gara-gara Kelly minta bantuan Jimmy, bukan dirinya.Yoga tidak terima, lalu menjadikannya bahan sindiran.Dan membuatnya menangis.Seumur hidup, baru kali ini Yoga sadar dirinya ternyata bisa sekecil hati seperti itu.Bahkan sekecil sebuah jarum.…Beberapa menit kemudian, Kelly keluar dari apotek dengan membawa kantong plastik bening.Dia sudah berusaha menenangkan emosinya.Meski matanya masih merah, tapi tangisannya sudah berhenti.Begitu masuk ke mobil, dia pelan berkata, “Maaf, sudah membuatmu menunggu lama.”Setelah memasang sabuk pengaman, Kelly mengeluarkan obat tetes mata, lalu menunduk serius membaca petunjuk di kotaknya.Tadi dia bilang matanya tidak nyaman, agak kering, jadi pe

  • Hamil Kembar, Aku Disayang Bos Dingin!   Bab 95

    …Saat pulang kuliah, Yoga menyetir sendiri untuk datang menjemput Kelly.Kelly mengira sopir yang menyetir, jadi dia langsung masuk ke kursi belakang.Begitu melihat jelas Yoga yang duduk di kursi pengemudi, dia langsung terbengong.Jika dirinya duduk belakang, bukankah memperlakukan Yoga seolah sopir?Ketika ragu apakah harus pindah ke depan atau tidak, Yoga sudah lebih dulu berkata, “Duduk di belakang? Anggap aku sopir?”Kelly panik bukan main, buru-buru keluar dan pindah ke kursi penumpang depan.Begitu duduk rapi, dia buru-buru minta maaf, “Maaf, aku nggak tahu kalau kamu yang menyetir.”Yoga menyalakan mobil, memutar setir untuk berbalik arah.“Sekarang sudah semakin berani ya? Ada urusan langsung melewatiku dan cari Jimmy!”Menghadapi nada sindiran pria itu, Kelly jadi canggung.“Maaf, aku…”Kelly ingin menjelaskan, tapi merasa tak ada yang perlu dijelaskan. Bagaimanapun, dirinya memang salah.Seharusnya tidak melewati Yoga begitu saja dan langsung mencari Jimmy.Bagaimanapun,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status