Tidak terasa satu minggu kami lalui di rumah ini, kami bertiga benar-benar di tuntut untuk belajar dengan giat. Semalam papi telpon dia bilang belum bisa pulang ke Indonesia, keadaan oma masih belum stabil. Dan mereka ingin aku tinggal lebih lama di rumah Keluarga Sheza, dengan senang hati mama menerima aku di keluarga ini.
Dan selama satu minggu ini, aku jarang sekali melihat bang El, yang aku dengar dari mama di kantor ada sedikit masalah yang mengharuskan bang El lembur dan pulang larut malam dan berangkat pagi buta.
Sedangkan papa Yahya, setelah tiga hari kami di rumah ini, dia pergi dinas ke Spanyol. Mengurus bisnis yang baru ia dirikan, sebenarnya dia sudah menyuruh bang El untuk mengantikannya. Namun saat itu perusahaan yang bang El pimpin sedang mengalami kendala. Jadi papa sendiri lah yang harus pergi kesana.
Sudah dua hari ini kami libur sekolah, mereka memberika konpensasi untuk kelas tiga yang akan ujian besok hari senin. Kami menghabiskan libur kami hanya berada di rumah, mama melarang keras kami melakukan perjalanan.
“Al, bantuin gue dong.” Alham masuk kedalam kamar dengan wajah gelisah.
“Kenapa ?” aku ikut panik saat melihat Alham mondar mandir di depanku. “Ham, ada apa ?” tanyaku sekali lagi.
“Hah” aku tidak mengerti apa yang di katakan Alham, dia berbicara begitu cepat.
“Issst lu.” Geramnya saat melihat responku yang terlihat begitu sengoh.
“Lagian lu ngomong cepat banget sih.” Omelku dan kembali duduk di meja belajar.
“Gue suka sama Sheza, Al.” Tawaku pecah saat mendengar penuturan Alham.
“Mampus, kemakan karma kan lu.” Mulutku di bekap Alham saat tawaku tidak kunjung berhenti.
aku memukul tangannya yang membekap mulutku saat nafasku mulai tidak teratur, “Bodoh ! mau bunuh gue ya lu.” Omelku saat Alham melepaskan bekapannya.
“Makannya lu diam.”
“Sejak kapan?” aku mengeser posisi dudukku dan melihat Alham yang sedang merebahkan tubuhnya di atas kasurku.
“Entahlah, aku baru sadar semalam saat kami berada di roftop.”
“Dih, tega bener lu pada ninggalin gue.” Alham menegakan badannya saat mendengar ucapan sinisku.
“Lagian salah lu sendiri pakai acara ngambek segala.” Kekehnya saat mengingat kejadian semalam.
Aku begitu jengkel saat tiga kali berturut-turut kalah bermain kartu dari mereka berdua, jadi aku pergi ke kamar lebih awal dan membiarkan merka kembali melajutkan permainan kartunya.
“Terus mau lu sekarang apa?” tanyaku kembali ke topik permasalahn.
“Gue mau ngungkapin perasaan gue sama Sheza. Tapi ...” Alham berhenti sejenak dan kembali terlihat gelisa.
“Tapi lu bingung gimana ngomongnya gitu.” Terbakanku benar saat Alham menganggukkan kepala sebagai jawabannya.
“Coba lu praktekin ke gue.” Lanjutku menantangnya.
“Dih masak sama lu.”
“Ya kalau gitu langsung ngomong aja berani nggak.” Dia sedikit menimbang-nimbang perkataanku. “Dah lah lama, gue laper mau bikin mie.” aku meninggalkannya sendirian di kamarku.
Di rumah terlihat begitu sepi, lampu-lampu sudah di matikan hanya lampu ruang keluarga yang di bairkan tetap menyala. Mataku melirik jam besar yang berada di pojok ruangan, pantas saja terlihat begitu sepi, sekarang sudah pukul satu dini hari.
Setelah menghidupkan lampu, aku lalu merebus air untuk membuat mie instan. Sebenarnya makanan sisa makan malam tadi masih ada, hanya saja entah mengapa malam ini aku ingin sekali makan mie.
“Al.” Aku sedikit mengerutu saat lagi-lagi Alham datang tiba-tiba dan mengagetkanku.
Alham mematikan kompor dan menarik lembut tanganku yang sedang memotong daun bawang. Ia memegang begitu lembut dan menatapku begitu dalam, tatapan yang begitu mendambakan.
“Gue suka sama lu, lu mau kan jadi pacar gue.” Ucapnya semakin dalam menatap mataku. Aku tersenyum simpul dan menganggukkan kepala.
Perlahan wajah Alham mulai mendekat bahkan aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang begitu hangat. Aku mati-matian menahan tawa saat Alham melakukan adegan itu, ia benar-benar menjiwai latihan ini.
Brakkkkk
Alham lalu menjauhkan wajahnya dari wajahku saat seseorang mengebrak meja makan dan mengagetkan kami berdua.
“Kalau mau mesum jangan di dapur gue.” Bang El berdiri tegap menahan amarahnya saat melihat kami. Dia masih memakai setelan kantor, sepertinya dia baru saja pulang.
Wajahnya memerahnya terlihat begitu jelas, yang membuat kami berdua semakin menciut, apalagi dengan aura dingin yang keluar dari tubuhnya.
“Maaa .... Maaa ... Maaaf bang.” Ucap kami berdua terbata-bata dan kabur begitu saja.
Aku memukul tubuh Alham saat berada di tangga “Gara-gara lu” omelku dan berjalan mendahuluinya.
“Lu yang ngasih saran buat praktek tadi.” Alham tidak mau kalah, dia berjalan di sisiku.
“Yakan nggak di dapur juga prakterknya.”
“Ya mana gue tahu kalau bakal kaya gini.”
“Dahlah, gue mau tidur aja.” aku berjalan ke kamarku yang berada di pojok ruangan lantai dua.
Sedangkan kamar Alham berada di samping tangga lantai dua, dan kamar Sheza di depannya. Kamarku yang paling jauh, karena harus terhalang ruang bersantai terlebih dahulu.
Aku masih terbayang wajah bang El yang terlihat begitu seram saat marah. Berulang kali aku mencoba melupannya, namun bayang-banyang itu selalu muncul.
Aaaaaahhh
Aku begitu frustasi saat lagi-lagi wajah bang El muncul di pikiranku, ini sudah setengah jam dari kejadian itu, namun aku msih belum bisa melupakannya.
Braaakkkkk
“Ham, bisa kagak sih kalau kagak ngagetin.” Omelku saat melihat bayangan seorag laki-laki masuk ke dalam kamarku.
Lampu kamar memang sudah aku matikan, hanya lampu meja saja yang masih aku biarkan hidup. Keadaan kamar yang temarang yang membuatku tidak jelas siapa yang masuk ke dalam kamar. Namun jika di ingat-ingat, hanya Alham lah yang masuk ke dalam kamarku dengan cara membanting pintu.
“Bang El.” Ucapku lirih saat tahu bukan Alham yang masuk melainkan bang EL.
Aku semakin memundurkan badanku saat bang El semakin mendekat. Terlihat jelas semlir di wajahnya saat dia menarik tanganku untuk mendekat ke tubuhnya.
“Berapa kali bajingan itu menikmati tubuh lu.” ucapnya sarkat, tanganya mengelus lenganku begitu lembut.
“Lepasin gue.” aku berusaha melepaskan tangan bang El yang berada di pergelangan tanganku.
“Kenapa jalang, bukan kah ini yang lu mau.”
Bau alkohol tercium jelas saat wajah bang El menempel pada pipiku. Aku mencoba mendorongnya agar menjauh, namun tenaga bang El leboh besar dari tenagaku, aku mencoba menghindar saat bang El akan mencium bibirku.
Bang El menjadi geram, dan menarik daguku dan mencengramnya kuat, memaksaku menatap wajahnya, matanya sudah tertutup oleh kabut gairah. Aku menangis tanpa mengeluarkan suara, kuberanikan menatap wajah bang El, mencoba untuk tetap kuat dan berani.
Hal itu membuta bang El terkekeh, dengan gerakan cepat dia menciumku bibirku dengan ganas, melumutnya dengan rakus seakab bibir ini adalah sari rasa yang manis baginya.
Tanganku tak tinggal diam, aku berusahan memberontak dan memukut dada bang El. Tapi seketika bang El mencengkram tanganku dan mengarahkannya ke atas kepala, yang membuatku tidak dapat berkutik lagi.
Bang El mencengram tanganku dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lainnya meremas kuat buah dadaku. Mulutnya menjelajah di leher, dia terlihat semakin menggila dan menggigit kecil leherku dan meninggalkan bekas merah di sana.
Dengan gerakan kasar dia merobek tang top yang aku gunakan dan membuangnya begitu saja. Dia menatapku denga tatapan yang begitu bergairah gairah, dia kembali mencium bibirku. Dan perlahan melucuti semua pakaianku. Kini tubuhku telanjang bulat tanpa sehelai benang yang menempel, tenagaku mulai habis untuk memberontak.
Bahkan isak tangisku tidak ia hiraukan. Setelah melepas semua pakaianu, dia lalu melepaskan semua pakaiannya sendiri. kesempatan itu aku gunakan untuk mencoba kabur, tapi sayang usahaku sia-sia, bang El denga mudah menarik kakiku dan membuat tubuhku terlentang.
Bang El lalu menindihku dan membuka lebar pahaku. Dia berusaha mati-matian memasuki tubuhku.
“Ahh sakit.” Teriakku, saat bang El berhasi memasuki diriku.
Aku berusaha memberontak kembali, mencoba melepaskan cengkraman tangan bang El namun semua itu tidak behasil. Air mataku mengalir dengan deras saat bang El berhasil menguasai tubuhku.
Rasanya begitu sakit, apalagi bang El juga bersikap kasar di dalam permainannya. Aku begitu pasrah dengan apa yang di lakukan bang El, percuma saja aku memberontak, aku sudah kalah dengannya saat ini.
“Emmmm.. Ahhhhh.” Desakhu saat kembali mendapatkan pelepasan. Dan semua itu semakin membuat bang El bergairah.
“Fuck, dasar jalang.” Dia semakin bersemangat di bawah sana, membuatku hampir pingsan saat harus mengimbanginya.
“Ahhhhh” tubuhnya ambruk menindih tubuhku saat dai berhasil mendapatkan pelepasan.
Dengan sisa tenaga yang ada, aku mendorong tubuh bang El kesamping. Aku memiringkan badanku memungguingya, dan menangis terisak. Perlahan kesadaranku mulai menghilang.
SHAKEL POVSeperti yang kalian kenal, namaku Taqi Shakel Ardani, keluarga dan orang-orang yang dekat denganku memanggilku El, sedangkan orang luar memanggilku Taqi. Semenjak aku pulang ke Indonesia, kehidupanku yang tenang seketika menghilang, beginilah koesekuensi yang akan aku dapatkan jika sudah mengambil keputusan untuk pulang.Hampir satu minggu ini rumah menjadi semakin ramai karena kehadiran dua makhluk yang sangat menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Alia dan Alham, menghadapai Sheza aja aku sudah pusing, ini di tambah dua curut yang kagak kalah usilnya.Malam ini aku harus kembali lembur di kantor, ada sedikit masalah di sana yang mengharuskanku bekerja lebih keras dari yang lain. Pukul satu dini hari aku baru sampai rumah, keadaan rumah sudah sangat sepi, lampu-lampu pun sudah di matikan. Kecuali lampu di ruang tengah, dan kenapa lampu di dapun juga masih hidup. Padahal biasanya lampu di sana yang pertama kali di matikan.Apa mama masih terjaga ?
Alham melirikku dan menatap Alia dengan curiga, beberapa kali dia memancing Alia agar mengatakan yang sejujurnya namun usahanya sia-sia, karena Alia pintar sekali mengalihkan topik“Assalammualaikum.”Kami semua menoleh ke arah pintu masuk dan menjawab salam bersamaan. Di sana Nadia sudah berdiri anggun dengan setelan olah raga.“Waalaikumsalam,”“Duh, maaf ya kalau Nadia mengganggu sarapan kalian semua.” Ucap Nadia sedikit tidak enak.Bunda lalu menyuruh Nadia untuk bergabun di meja makan “Nggak papa Nad, gabung aja yuk. Pasti kamu belum sarapan.” Dengan senyum manis, bunda menyiapkan tempat untuk Nadia“Tante tahu saja, tadinya Nadia mau ngajak El makan bubur yang waktu itu.” Jawab Nadia dengan malu-malu “Ternyata El nya sudah makan.” Lanjutnya dengan wajah yang dibuat sedih.aku menghebuskan nafas kasar, drama apalagi yang akan aku hadapi hari ini. Aku menatap
Author POVDan semenjak hari itu, hari di mana hilangnya mahkota yang telah di jaga Alia selama 17 tahun. Dan hari yang begitu membahagiakan untuk Alham dan Sheza. Hari itu Alham benar-benar menyatakan cinta kepada Sheza setelah selesai menonton film Romanc ke sukaannya. Alham begitu bahagia saat cinta nya tidak bertepuk sebelah tangan seperti kisah di dalam film yang mereka tonton tadi, sengan berurai air mata bahagia Sheza memeluk Alham sebagai tanda “YA” untuk menerima cintanya. Alia ikut bahagia saat Sheza dengan semangat menceritakan bagaiama Alham menembaknya.Kini satu bulan berlalu dari hari bahagia itu. Ujian telah mereka selesaikan sejak lama, bahkan mereka juga sudah kembali ke rumah masing-masing. Dan semenjak hari itu hubungan El dan Alia semakin merenggang. Alia selalu menghindar saat El mencoba mendekatinya, bahkan acara kumpul bersama yang di adakan dua minggu sekali untuk tiga keluarga itu dia hindari.Dia pergi ke bandung tanp
Dengan langkah tergopoh-gopoh mbok Minah pergi dari depan pintu kamar Alia, sesampainya di lantai satu, dai lalu menghubungi Sheza agar segera kemari untuk melihat anak manjikannya.“Assalammualaikum, non Sheza.” Sapa mbok Minah saat teleponnya sudah tersabung.Dia menjelaskan keadaan dengan panaik apa yang dia dengar dari kamar Alia. Dan tidak lama dari itu sambungan telepon di putuskan dari sebrang.TokkkTokkkTokkk“Non .... Non Alia.” Panggil mbok Minah saat tidak mendengar apa-apa dari dalam kamar. Berulang kali dia memangilnya namun tidak ada respon sama sekali.“Mbok, Alia kenapa ?” tanya Sheza dengan nafas yang tersengal karena berlari.“Langsung masuk aja She.” Ucap Alham yang barusaja sampai.Sheza mengangguk menyetujui ajakan Alham, namun sebelum itu, “Pintunya di kunci dai dalam den.” Wajah mereka seketika pias saat mendengar penuturan mbok Minah.
“Gue harap lu kagak hamil dulu Al, gue belum siap jadi ayah.” Tangannya mengelus lembut perut Alia yang masih terbungkus selimut.Wajahnya kembali menatap Alia yang masih memejamkan mata, wajah sembabnya masih terlihat jelas. Saat tangan El akan menghapus bekas air mata di sana “Singkirkan tangan kotormu, jangan pernah menyetuhku !” ucap Alia lirih, matanya masih terpejam, namun Air matanya kembali meleleh.“Kau mau minum ?” tawar El dan mencoba mengabaikan ucapan Alia.“Pergi !”“Al, dengarkan penjelasan gue.”Alia membuka matanya dan tersenyum sinis, “Penjelasan apa ! penjelasan bagaimana lu begitu puas menikmati tubuh sekertaris lu begitu !” Alia bangun dari tidurnya dan menatap El tajam.“Gue ....”“Pergi El ! kita kagak butuh lu.” Bentar Alia dan mendor
Alia mengambil separuh pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper, bukan hanya pakaian, dia juga mengambil barang-barang yang dia butuhkan kedepannya. Setelah selesai, Alia menyembunyikan koper itu ke bawah tempat tidur.Keputusannya sudah bulat malam ini juga dia harus pergi dari kehidupannya yang sekarang. Dia tidak tidak ngin keluarganya di pandang rendah karena memiliki anak yang hamil di luar nikah. Dia juga tidak ingin memberi tahu keluarga El jika dia sedang mengandung cucu dari kelarganya.Sekali saja dia memberi tahu kebejatan El terhadapnya, sudah bisa di pastikan El bakal di usir dan di keluarkan dari anggota keluarga. Dia tidak ingin El menderita, apalagi jika ujungnya anak yang tidak bersalah ini yang akan menjadi pelampiasannya.Sebelum pergi dia menulis beberapa surat permintaan maaf kepada kedua sahabatnya dan keluarganya. Dia tidak ingin ada yang mencarinya setelah ini, setelah menaruh di dalam amplop dia menaruhnya begitu saja di atas tempat tidu
EL POVDua botol alkohol tidak mampu membuatku tenang, bahkan perasaanku semakin kacau. Bayangan wajah Alia semakin jelas di fikiranku, yang membuatku semakin frustasi. Kini aku kembali membuka botol ke tiga dan akan meneguknya, sebelum minuman keras itu membasahi tenggorokanku, seseorang telah mengambilnya dari tanganku.Aku menggeram marah saat orang itu menjauhkan botol alkohol dari jangkauanku, “Brengsek! Berikan kepadaku.” Teriakku kepada Damar.Bukannya mendengarkanku, Damar malah membuang isi di dalam botol tersebut ke dalam wastafel. Aku menggeram marah, dan bersiap menghajar Damar, karena pengaruh alkohol, tubuhku langsung limbung dengan sekali pukulan dari Damar.“Sadar bodoh ! lu harus hadapi semua ini, buktikan jika lu itu laki-laki yang tepat untuk Alia” aku menyingkirkan tangan Damar yang menahan tubuhku di lantai.Dengan langkah sempoyongan, aku masuk ke dalam kamar mandi dan menguyur seluruh tubuhku, agar seg
Aku masuk semakin dalam ke kamar itu dan menghidupkan lampu, kamar ini masih sama seperti saat aku meninggalkannya tadi. Masih berantakan, namun ada satu yang membuat mata ini tidak bisa mengalihkan pandangan dari depan sana. Di atas tempat tidur, terdapat beberapa barang yang membuatku semakin panik dan takut. Aku berjalan cepat ke arah tempat tidur dan meliat semua barang yang tereletak di sana, aku meletakkan kembali barang-barang itu ke tempat semula, dan bergegas ke lemari pakaian Alia. Benar saja di sana baju-baju Alia sudah tidak ada. Sial kabur kemana dia, batinku dan keluar denga cepat dari kamar ini berharap dia belum jauh. Aaahhhh Aku sedikit meringis saat tidak sengaja menginjak serpihan kaca yang masih berserakan di lantai. Dengan hati-hati aku mengeluarkan serpihan kaca itu, dan kembali berjalan, mengabaikan darah yang berceceran dan rasa nyeri di sana. “Angkat bodoh!” makiku saat Sheza tidak kunjung mengangkat telpon dariku. “Se