Share

BAB 8 (Cemburu)

Tidak terasa satu minggu kami lalui di rumah ini, kami bertiga benar-benar di tuntut untuk belajar dengan giat. Semalam papi telpon dia bilang belum bisa pulang ke Indonesia, keadaan oma masih belum stabil. Dan mereka ingin aku tinggal lebih lama di rumah Keluarga Sheza, dengan senang hati mama menerima aku di keluarga ini.

Dan selama satu minggu ini, aku jarang sekali melihat bang El, yang aku dengar dari mama di kantor ada sedikit masalah yang mengharuskan bang El lembur dan pulang larut malam dan berangkat pagi buta.

Sedangkan papa Yahya, setelah tiga hari kami di rumah ini, dia pergi dinas ke Spanyol. Mengurus bisnis yang baru ia dirikan, sebenarnya dia sudah menyuruh bang El untuk mengantikannya. Namun saat itu perusahaan yang bang El pimpin sedang mengalami kendala. Jadi papa sendiri lah yang harus pergi kesana.

Sudah dua hari ini kami libur sekolah, mereka memberika konpensasi untuk kelas tiga yang akan ujian besok hari senin. Kami menghabiskan libur kami hanya berada di rumah, mama melarang keras kami melakukan perjalanan.

“Al, bantuin gue dong.” Alham masuk kedalam kamar dengan wajah gelisah.

“Kenapa ?” aku ikut panik saat melihat Alham mondar mandir di depanku. “Ham, ada apa ?” tanyaku sekali lagi.

“Hah” aku tidak mengerti apa yang di katakan Alham, dia berbicara begitu cepat.

“Issst lu.” Geramnya saat melihat responku yang terlihat begitu sengoh.

“Lagian lu ngomong cepat banget sih.” Omelku dan kembali duduk di meja belajar.

“Gue suka sama Sheza, Al.” Tawaku pecah saat mendengar penuturan Alham.

“Mampus, kemakan karma kan lu.” Mulutku di bekap Alham saat tawaku tidak kunjung berhenti.

aku memukul tangannya yang membekap mulutku saat nafasku mulai tidak teratur, “Bodoh ! mau bunuh gue ya lu.” Omelku saat Alham melepaskan bekapannya.

“Makannya lu diam.”

“Sejak kapan?” aku mengeser posisi dudukku dan melihat Alham yang sedang merebahkan tubuhnya di atas kasurku.

“Entahlah, aku baru sadar semalam saat kami berada di roftop.”

“Dih, tega bener lu pada ninggalin gue.” Alham menegakan badannya saat mendengar ucapan sinisku.

“Lagian salah lu sendiri pakai acara ngambek segala.” Kekehnya saat mengingat kejadian semalam.

Aku begitu jengkel saat tiga kali berturut-turut kalah bermain kartu dari mereka berdua, jadi aku pergi ke kamar lebih awal dan membiarkan merka kembali melajutkan permainan kartunya.

“Terus mau lu sekarang apa?” tanyaku kembali ke topik permasalahn.

“Gue mau ngungkapin perasaan gue sama Sheza. Tapi ...” Alham berhenti sejenak dan kembali terlihat gelisa.

“Tapi lu bingung gimana ngomongnya gitu.” Terbakanku benar saat Alham menganggukkan kepala sebagai jawabannya.

“Coba lu praktekin ke gue.” Lanjutku menantangnya.

“Dih masak sama lu.”

“Ya kalau gitu langsung ngomong aja berani nggak.” Dia sedikit menimbang-nimbang perkataanku. “Dah lah lama, gue laper mau bikin mie.” aku meninggalkannya sendirian di kamarku.

Di rumah terlihat begitu sepi,  lampu-lampu sudah di matikan hanya lampu ruang keluarga yang di bairkan tetap menyala. Mataku melirik jam besar yang berada di pojok ruangan, pantas saja terlihat begitu sepi, sekarang sudah pukul satu dini hari.

Setelah menghidupkan lampu, aku lalu merebus air untuk membuat mie instan. Sebenarnya makanan sisa makan malam tadi masih ada, hanya saja entah mengapa malam ini aku ingin sekali makan mie.

“Al.” Aku sedikit mengerutu saat lagi-lagi Alham datang tiba-tiba dan mengagetkanku.

Alham mematikan kompor dan menarik lembut tanganku yang sedang memotong daun bawang. Ia memegang begitu lembut dan menatapku begitu dalam, tatapan yang begitu mendambakan.

“Gue suka sama lu, lu mau kan jadi pacar gue.” Ucapnya semakin dalam menatap mataku. Aku tersenyum simpul dan menganggukkan kepala.

Perlahan wajah Alham mulai mendekat bahkan aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang begitu hangat. Aku mati-matian menahan tawa saat Alham melakukan adegan itu, ia benar-benar menjiwai latihan ini.

Brakkkkk

Alham lalu menjauhkan wajahnya dari wajahku saat seseorang mengebrak meja makan dan mengagetkan kami berdua.

“Kalau mau mesum jangan di dapur gue.” Bang El berdiri tegap menahan amarahnya saat melihat kami. Dia masih memakai setelan kantor, sepertinya dia baru saja pulang.

Wajahnya memerahnya terlihat begitu jelas, yang membuat kami berdua semakin menciut, apalagi dengan aura dingin yang keluar dari tubuhnya.

“Maaa .... Maaa ... Maaaf bang.” Ucap kami berdua terbata-bata dan kabur begitu saja.

Aku memukul tubuh Alham saat berada di tangga “Gara-gara lu” omelku dan berjalan mendahuluinya.

“Lu yang ngasih saran buat praktek tadi.” Alham tidak mau kalah, dia berjalan di sisiku.

“Yakan nggak di dapur juga prakterknya.”

“Ya mana gue tahu kalau bakal kaya gini.”

“Dahlah, gue mau tidur aja.” aku berjalan ke kamarku yang berada di pojok ruangan lantai dua.

Sedangkan kamar Alham berada di samping tangga lantai dua, dan kamar Sheza di depannya. Kamarku yang paling jauh, karena harus terhalang ruang bersantai terlebih dahulu.

Aku masih terbayang wajah bang El yang terlihat begitu seram saat marah. Berulang kali aku mencoba melupannya, namun bayang-banyang itu selalu muncul.

Aaaaaahhh

Aku begitu frustasi saat lagi-lagi wajah bang El muncul di pikiranku, ini sudah setengah jam dari kejadian itu, namun aku msih belum bisa melupakannya.

Braaakkkkk

“Ham, bisa kagak sih kalau kagak ngagetin.” Omelku saat melihat bayangan seorag laki-laki masuk ke dalam kamarku.

Lampu kamar memang sudah aku matikan, hanya lampu meja saja yang masih aku biarkan hidup. Keadaan kamar yang temarang yang membuatku tidak jelas siapa yang masuk ke dalam kamar. Namun jika di ingat-ingat, hanya Alham lah yang masuk ke dalam kamarku dengan cara membanting pintu.

“Bang El.” Ucapku lirih saat tahu bukan Alham yang masuk melainkan bang EL.

Aku semakin memundurkan badanku saat bang El semakin mendekat. Terlihat jelas semlir di wajahnya saat dia menarik tanganku untuk mendekat ke tubuhnya.

“Berapa kali bajingan itu menikmati tubuh lu.”  ucapnya sarkat, tanganya mengelus lenganku begitu lembut.

“Lepasin gue.” aku berusaha melepaskan tangan bang El yang berada di pergelangan tanganku.

“Kenapa jalang, bukan kah ini yang lu mau.”

Bau alkohol tercium jelas saat wajah bang El menempel pada pipiku. Aku mencoba mendorongnya agar menjauh, namun tenaga bang El leboh besar dari tenagaku, aku mencoba menghindar saat bang El akan mencium bibirku.

Bang El menjadi geram, dan menarik daguku dan mencengramnya kuat, memaksaku menatap wajahnya, matanya sudah tertutup oleh kabut gairah. Aku menangis tanpa mengeluarkan suara, kuberanikan menatap wajah bang El, mencoba untuk tetap kuat dan berani.

Hal itu membuta bang El terkekeh, dengan gerakan cepat dia menciumku bibirku dengan ganas, melumutnya dengan rakus seakab bibir ini adalah sari rasa yang manis baginya.

Tanganku tak tinggal diam, aku berusahan memberontak dan memukut dada bang El. Tapi seketika bang El mencengkram tanganku dan mengarahkannya ke atas kepala, yang membuatku tidak dapat berkutik lagi.

Bang El mencengram tanganku dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lainnya meremas kuat buah dadaku. Mulutnya menjelajah di leher, dia terlihat semakin menggila dan menggigit kecil leherku dan meninggalkan bekas merah di sana.

Dengan gerakan kasar dia merobek tang top yang aku gunakan dan membuangnya begitu saja. Dia menatapku denga tatapan yang begitu bergairah gairah, dia kembali mencium bibirku. Dan perlahan melucuti semua pakaianku. Kini tubuhku telanjang bulat tanpa sehelai benang yang menempel, tenagaku mulai habis untuk memberontak.

Bahkan isak tangisku tidak ia hiraukan. Setelah melepas semua pakaianu, dia lalu melepaskan semua pakaiannya sendiri. kesempatan itu aku gunakan untuk mencoba kabur, tapi sayang usahaku sia-sia, bang El denga mudah menarik kakiku dan membuat tubuhku terlentang.

Bang El lalu menindihku dan membuka lebar pahaku. Dia berusaha mati-matian memasuki tubuhku.

“Ahh sakit.” Teriakku, saat bang El berhasi memasuki diriku.

Aku berusaha memberontak kembali, mencoba melepaskan cengkraman tangan bang El namun semua itu tidak behasil. Air mataku mengalir dengan deras saat bang El berhasil menguasai tubuhku.

Rasanya begitu sakit, apalagi bang El juga bersikap kasar di dalam permainannya. Aku begitu pasrah dengan apa yang di lakukan bang El, percuma saja aku memberontak, aku sudah kalah dengannya saat ini.

 “Emmmm.. Ahhhhh.” Desakhu saat kembali mendapatkan pelepasan. Dan semua itu semakin membuat bang El bergairah.

“Fuck, dasar jalang.” Dia semakin bersemangat di bawah sana, membuatku hampir pingsan saat harus mengimbanginya.

“Ahhhhh” tubuhnya ambruk menindih tubuhku saat dai berhasil mendapatkan pelepasan.

Dengan sisa tenaga yang ada, aku mendorong tubuh bang El kesamping. Aku memiringkan badanku memungguingya, dan menangis terisak. Perlahan kesadaranku mulai menghilang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status