Hantaran Diminta Kembali Lila menghempaskan tubuhnya di sofa tua itu. Sofa satu-satunya yang mereka miliki tetap menjadi tempat ternyaman ketika pulang beraktifitas dan saat bersantai dengan keluarganya. Lapisan sofa itu bahkan ada yang retak terkelupas dimakan usia. Tetapi sang pemilik masih enggan menggantinya dengan kursi lain. Memang belum ada ganti kursi yang layak dan mereka lebih memprioritaskan uang mereka untuk menyambung hidup.Lila melepas sepatu flat usangnya. Gadis itu dengan malas berjalan dan menaruh sepatunya di rak dekat pintu dapur, kemudian beranjak menuju ke meja dapur. Lila menuang air putih itu dan meneguknya cepat. Seketika air putih dingin itu membasahi tenggorokannya, dan membuatnya sedikit merasa segar. Ini adalah hari pertama bekerja yang melelahkan. Ia lelah dan lapar. Lila membuka tudung saji di meja dapur itu. Masih ada sisa masakannya tadi pagi. Masakan sederhana.Lila meneguk ludah saat ia mengingat makanan yang ia beli untuk para karyawan tad
Hantaran Diminta Kembali"Ibu pulang duluan, ya!" pamit Bu RT pada Lila. Wanita itu segera saja mendahului Lila menuju ke rumahnya.Lila segera mendekati mobil yang parkir di depan rumahnya itu.Lila merasa ada firasat tak baik. Ia tak nyaman melihat ibu yang terlihat berwajah muram itu. Ada sesuatu yang terjadi. Lila menoleh ke samping. Bapak sudah berdiri di halaman samping rumahnya dan tampak melepas tali jemuran itu. "Ibu dan bapak pulang?" sapa Lila keheranan. Ia hafal kebiasaan orang tuanya yang akan pulang di hari libur saja."Kamu ngapain di rumah?" teriak ibu marah. Lila tersentak melihat sikap ibu yang tiba-tiba membentaknya. Ibu bahkan mengacuhkan tangan Lila yang terulur akan menyalami ibunya itu."Kenapa, Bu?" tanya Lila heran. Lila melirik Rizal yang berjalan mendekati mereka. "Bibimu menelpon ibu, dia bilang kamu sudah merayu Dimas, suaminya Sari!" seru Ibu marah. Ibu seolah menekankan kata suami Sari itu untuk menyindirnya.Lila menoleh ke belakangnya. Keempat o
Hantaran Diminta Kembali Ibu membuka tudung saji dan menatap masakan yang terhidang di meja itu. Tumis sayuran dingin dan beberapa iris tempe goreng dingin. Ibu mengingat, ibu tadi telah kenyang makan dengan masakan yang enak dan mewah di rumah Bu Anggraini sedangkan Lila di rumah makan seadanya. Itupun hasil masakan Lila sendiri. Ibu memilih berjalan ke dapur. Melihat rak dapur.Tidak ada telor atau mi instan yang bisa dimasak. Ibu akhirnya memilih memanasi sayur untuk diberikan pada Lila. Dalam hati ibu merasa tak tega melihat Lila. Wajar jika Lila berkeras ingin bekerja dan memperbaiki kehidupan mereka. Karena gadis itu mungkin sudah lelah menjalani kesederhanaannya. Dalam hati tentu ia ingin seperti gadis seusianya yang bisa bersenang-senang dan bermain.Ibu dan bapak masih bisa makan enak di tempat mereka bekerja. Tetapi Lila setiap hari menghemat uang dan menerima apa yang diberikan orangtuanya. Pernah beberapa kali ibu membawa makanan pemberian Bu Anggraini, tapi leb
Hantaran Diminta KembaliLila menyerah. Gadis itu telah berusaha menghadang kesulitannya sendiri tapi saat ada yang memintanya untuk peduli, ia pun jatuh simpati. Ia ingat cara membalas budi dan ia yang akan menebusnya sendiri. Bu Anggraini tersenyum menatap Lila yang termangu. Ia menepuk punggung tangan Lila dengan lembut. Membuyarkan lamunan gadis itu."Ibu pastikan kamu akan baik-baik saja!" janji Bu Anggraini pada Lila. Lila mengangguk. "Lilaaa!"Mereka seketika tersentak dengan suara seruan yang nyaring itu. Gedoran keras di pintu dan suara ribut di luar rumah membuat mereka seketika berdiri. "Sari! Mau apa anak itu!" geram bapak dengan wajah marah.Lila seketika menyusut airmatanya dengan kasar"Keluar kamu!" teriak Sari sambil menggedor pintu rumah. Terdengar suara sayup seorang pria mencoba menenangkan wanita itu. Suara teriakan dan gedoran di pintu terdengar sangat bising membuat Rizal dengan cepat berdiri dan segera beranjak membuka pintu dengan gusar. Sari tampak
Hantaran Diminta Kembali Lila menumpuk kardus barang elektronik itu di pojok ruangan dengan susah payah. Rizal benar-benar memberinya pekerjaan baru, beberes rumah. Ia harus merombak total tatanan perabota rumahnya karena datangnya barang yang dikirim tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Pria itu juga mengirim barang yang tak terlalu dibutuhkan Lila. Lila memutuskan ke dapur dan membuat minuman karena ia merasa sangat haus. Dering suara telepon membuat Lila meletakkan kembali gelasnya. Lila segera beranjak kembali ke ruang tamu dan mengambil ponselnya. "Kita ketemuan di restoran Victoria jam tiga nanti." Terdengar suara berat dari ponsel Lila. "Ada apa, Pak?" tanya Lila penasaran."Bisa enggak langsung jawab "iya" tanpa bertanya alasannya apa?"sergah suara itu lagi dengan suara kesal. "Iya, Pak!" jawab Lila dengan kesal. "Kamu nggak mau, ya? Nggak ikhlas?" cecar suara itu lagi. Lila menggemeretakkan giginya kuat-kuat. "Mau, Pak. Saya suka diajak ke restoran, kok!" Se
Hantaran Diminta Kembali"Kok tiba-tiba saja Lila mau menikah?" tanya Bi Pur dengan nada menyelidik.Ibu sudah menduga pertanyaan ini akan terlontar saat ia mengundang keluarga adiknya itu untuk datang ke pesta pernikahan Lila. "Iya, memang acaranya mendadak. Karena sudah saling merasa cocok satu sama lain!" jawab ibu kalem. "Ya, daripada direncanakan jauh-jauh hari, ternyata masih gagal, ya, kan?" janjut ibu sambil menatap Sari. Seketika Sari mengalihkan wajah dengan jengah. Ia merasa tersindir. Dimas hanya melirik Sari. Pria itu tampak salah tingkah. "Lila menikah dengan siapa? Apa anak kampung sini?"tanya Bi Pur mengalihkan pembicaraan. "Iya, calon suami Lila orang perumahan kampung sebelah!" jawab bapak datar. "Ooooh!" seru Sari dan Bi Pur sambil saling pandang. "Oh, orang kampung sebelah!" ucap Sari mengulang kalimat itu sambil manggut-manggut. Bapak dan Ibu saling berpandangan, mengangguk sambil tersenyum. Mereka tahu ucapan Sari itu bermaksud merendahkan. Ibu lega
Hantaran Diminta Kembali Lila menatap lekat-lekat pria yang menjadi suaminya itu. Berusaha membaca mimik wajah dan menyelami arti tatapan mata itu. Yang jelas terlihat oleh Lila adalah tatapan dari seorang pria pada seorang wanita. Tatapan tajam sekaligus sendu. Rizal tak menyadari Lila sedang menatapnya dan membaca dirinya, ia terlalu fokus melihat wanita cantik bergaun silver itu sedang berfoto mesra dengan seorang pria. Sang pria melingkarkan tangan di pinggang ramping itu dan mereka tersenyum lebar sambil menatap kamera. Entah itu tatapan cemburu atau tatapan kagum, tapi Lila berharap ia berpikiran salah, bahwa Rizal terpaku menatap wanita yang masih menjadi adik iparnya itu. Wanita itu adalah Aiza, istri Zain."Ehem!" Deheman Lila seketika mengalihkan pandangan Rizal. Rizal menatap Lila dan seketika tatapan mata itu berubah dingin. Lila termangu.Bagaimana bisa ia tidak mendapatkan tatapan yang sama seperti wanita itu. Wanita yang tak seharusnya dipandang Rizal s
Hantaran Diminta Kembali"Bisa agak cepat, Yud!" perintah Rizal gusar. "Telpon ke ponselnya ibu saja, Pak!"ucap Yuda sambil melirik Rizal lewat spion. "Ibu siapa?"tanya Rizal sambil mengerutkan kening. "Bu Lila, pak!""Masa Bu Tejo!" gumam Yuda dalam hati saja. "Kenapa panggil Ibu, dia juga lebih muda dari kamu!" seru Rizal kesal sambil merogoh ponselnya. "Bu Lila majikan saya sekarang, Pak, masa saya panggil namanya,"kilah Yuda merasa panik. Yuda sebenarnya juga tak nyaman memanggil Lila dengan sebutan Ibu. Tidak cocok untuk Lila yang masih cukup muda itu. "Ya panggil dengan sebutan yang lain kan bisa,"sahut Rizal sambil menghubungi nomer ponsel Lila. Wajah pria itu makin terlihat gelisah."Saya panggil siapa, Pak?""Terserah kamu!"Sahut Rizal kesal. Nomer Lila tidak aktif. "Tidak bisa dihubungi, Yud!" keluh Rizal. Ia meremas ponselnya gemas. Entah tiba-tiba saja ia merasa khawatir. Rizal biasanya bisa bersikap tenang meski keadaan sedang gawat sekalipun. Tapi kapi ini