Share

7. Kembali Ke Kota

Dua hari berlalu setelah pernikahan mendadak itu. Sekarang Satya dan Gauri sudah bersiap-siap untuk kembali ke kota. Tuntutan pekerjaan serta kuliah Gauri menjadi alasan utama. Lagipula sejak kuliah dan bekerja keduanya memang lebih banyak menghabiskan waktu di kota dari pada di desa. Pulang kampung hanya dilakukan saat ada acara keluarga atau perayaan besar.

"Baik-baik ya kalian di sana," ujar Maria memeluk erat Gauri seakan rasa rindunya pada sang anak belum tuntas sepenuhnya.

"Iya, Bu," jawab Gauri tersenyum tipis seraya mengusap punggung Maria penuh sayang.

Setelah pelukan itu terlepas kini giliran Satya yang mencium tangan mertuanya itu.

"Ibu sekarang jadi tenang melepas Gauri karena sudah ada yang menjaganya di sana," ujar Maria mengelus lembut lengan Satya yang hanya bisa tersenyum malu-malu. Tentu saja karena kalimat barusan itu ditujukan untuknya. Mungkin kalimat itu membuatnya tersipu namun arti dibalik kalimat itu sungguh luar biasa. Tanggung jawab besar yang harus diemban Satya.

Gauri hanya bisa menghela napas pelan. Dasar Ibu. Padahal ada Satya atau tidak Gauri tetap bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik hingga sekarang. Terbukti selama hampir lima tahun di kota tidak pernah ada gosip miring tentang Gauri yang terdengar. Sampai akhirnya Satya datang dan membuat nama baik Gauri tercoreng. Segala kesan baik selama ini tersapu rata dalam sehari hanya karena pengakuan konyol dari pria yang kini telah menjadi suaminya.

"Ya udah kalau gitu kami pamit ya, Bu," kata Gauri tak ingin lebih lama mendengar pujian Maria untuk menantunya. Wanita paruh baya itu seakan begitu jatuh hati pada sosok Satya. Seakan Satya itu adalah menantu idaman yang selama ini dia tunggu.

"Assalamualaikum!" Gauri dan Satya memberi salam kemudian masuk ke dalam mobil Satya.

Mobil berwarna grey itu melaju pelan di jalanan desa. Beberapa orang yang melihat Satya dan Gauri menyapa pasangan itu. Gauri memilih tidur saat mobil itu mulai memasuki area perkotaan. Wanita itu memang mudah mengantuk jika sedang dalam perjalanan. Apalagi jarak antara desa dan kota cukup jauh. Dalam kecepatan normal setidaknya butuh waktu sekitar tiga jam.

Satya melirik ke arah Gauri yang sudah tertidur pulas. Pria itu tersenyum simpul. Selama ini setiap kembali ke kota Satya akan merasa kesepian karena berkendara sendirian. Sekarang sudah ada Gauri tapi malah ditinggal tidur. Padahal dia sudah membayangkan akan mengobrol dengan Gauri selama dalam perjalananan. Walau dia sendiri tidak tahu harus mengobrol tentang apa.

Sungguh miris. 

Perjalanan sudah mencapai seperduanya. Satya menghentikan mobilnya karena sudah masuk waktu shalat dhuhur. Dia mengguncang sedikit tubuh Gauri untuk membangunkannya.

"Gauri? Bangun, Gauri," ujar Satya pelan.

Wanita itu melenguh, membuka perlahan matanya. Mencoba membiasakan matanya dengan cahaya yang masuk.

"Eh, udah sampai?" tanya Gauri yang nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Wanita itu juga beberapa kali menguap. Wajah sayu dan bingung khas orang yang baru bangun tidur membuat Satya tertawa kecil.

"Belum. Tapi udah masuk waktu shalat dhuhur. Kita shalat dulu yuk!" ajak Satya.

Gauri mengangguk pelan seraya meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Satya turun lebih dulu. Gauri menyusul setelah merasa dirinya benar-benar telah sadar. Setelah selesai menunaikan ibadah shalat dhuhur, keduanya memilih untuk makan siang terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan lagi. 

Tak ada percakapan yang terjadi padahal Gauri tak lagi tertidur. Dasar bodoh! Satya mengomeli dirinya sendiri. Dia yang berharap agar Gauri tidak tidur lagi. Giliran Gauri tidak tertidur dia malah membisu. Gauri juga terlihat sangat sibuk dengan ponselnya. Sesekali wanita tersenyum sampai tertawa kecil. Penasaran? Tentu saja Satya penasaran dengan siapa Gauri sedang bertukar pesan sampai tersenyum seperti itu. Namun pria itu tetap memilih diam.

Hingga mereka kini telah sampai di depan kosan Gauri, keadaan masih sangat hening. Mereka bekerja sama menurunkan barang bawaan. Tidak banyak namun cukup membuat kewalahan. Satya melihat sekeliling tempat itu seraya mengikuti langkah Gauri. Cukup bersih dan lumayan nyaman juga.

"Untuk sementara kita tinggal dulu di kosanku ya. Soalnya aku udah terlanjur bayar dimuka untuk setahun," ujar Gauri setelah mereka sampai di ruang tamu kosannya yang tidak terlalu luas.

"Tinggal berapa bulan?" tanya Satya meletakkan tasnya di lantai.

"Sekitar tujuh bulan lagi."

Satya mengangguk pelan. "Oke," jawabnya singkat. Mendengar riuh dari arah luar, Satya mengintip dari jendela kecil di samping pintu. Sementara Gauri sudah menghilang di balik pintu kamarnya.

Suasana di luar kosan itu ternyata lumayan ramai saat sore menjelang. Beberapa penghuni atau entahlah Satya juga tidak tahu berkumpul di sebuah rumah-rumah kecil di depan kosan. Bercengkrama sambil makan makanan ringan.

Gauri kembali dengan pakaian santainya. Mengambil barang bawaan Satya untuk diletakkan di dalam kamar.

"Mas Satya lihat apa?" tanya Gauri yang merasa penasaran karena Satya terlihat begitu betah melihat ke arah luar.

Satya menoleh. Agak sedikit aneh saat mendengar Gauri memanggilnya dengan sebutan Mas. Bukan aneh tapi lucu. Dan Satya suka mendengarnya.

"Di sini kosan khusus cewek apa campur, Ri?" Satya malah balik bertanya.

"Campur, Mas," jawab Gauri singkat.

"Apa?" Gauri sampai kaget mendengar Satya sedikit memekik. "Maafkan saya," kata Satya lagi merasa tidak enak sudah meninggikan suaranya. Satya tidak berniat sama sekali untuk membentak Gauri. Itu hanya sebatas reaksi kaget semata.

"Maksud kamu di sini bebas yang ngekos cewek dengan cowok?" tanya Satya memperjelas pertanyaannya dengan nada suara yang lebih rendah.

"Iya." Gauri kembali menjawab dengan singkat.

"Loh, kok kamu mau sih ngekos di sini? Gimana kalo ada yang macam-macam sama kamu? Gimana kalo ada yang gangguin kamu dan berniat jahat sama kamu?" tanya Satya menghardik Gauri dengan deretan pertanyaan. "Pantesan aja Ibu was-was dan khawatir sama kamu," lanjutnya.

Gauri terdiam sejenak menatap heran pada Satya. Dia baru tahu jika pria itu ternyata cukup cerewet juga. Wanita itu tersenyum simpul lalu menjawab, "Tapi Alhamdulillah selama aku di sini aku bisa kok jaga diri. Buktinya sampai Mas Satya datang dan membawaku dalam masalah hidupku baik-baik saja."

Ucapan yang terlontar mungkin terkesan pelan namun sanggup membuat Satya merasa begitu tersindir.

Gauri berlalu begitu saja meninggalkan Satya yang masih terdiam di tempatnya. 

Sepertinya dia salah karena membahas hal ini.

Tbc....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status