“Dari mana?” Pertanyaan itulah yang dilontarkan pada Tamara saat ia baru saja tiba dirumah, rupanya suaminya pulang lebih awal dari acara pelantikannya sebagai Ceo utama perusahaan. Dan sepertinya tidak pulang sendiri, melihat adanya ibu dan ayah mertuanya yang sedang duduk santai diruang keluarga.“Rumah sakit.” Jawab Tamara singkat.“Kenapa kau tidak datang di acara tadi siang?” Bisik Damian dengan wajah yang merah padam, ia marah karena istrinya itu tidak datang diacara terpentingnya.“Aku tidak bisa datang.” Ujarnya.“Aku lelah, aku ingin segera kekamar untuk beristirahat.” Putus Tamara yang sudah ingin berlalu meninggalkan Damian.“Tunggu!!”Tahan Damian mencekal lengan Tamara.Tamara meringis menahan sakit dari cengkaram tangan Damian yang begitu erat. Bagaimana tidak Damian sudah memberitahu istrinay itu jika harus hadir diacara dia diangkat menjadi Ceo utama persahaan, acara yang begitu formal dan seluruh anggota keluarga harus datang apa lagi posisi Tamara adalah sebagai istr
Memang ada baiknya Tamara tidak pernah menjadi bagian dari keluarga Diego, keluarga yang dulunya begitu harmonis dan saling menyanyangi satu sama lain. Seperti apa yang dikatakan ibu mertuanya jika kehadirannya hanya membuat malu nama keluarga dan merupakan kesialan bagi mereka. Tamara meringis dalam hatinya, entah sudah berapa ribu kali ibu mertuanya itu melontarkan kata – kata menyakitkan untuknya. Tamara hanya ingin menghabiskan makan malamnya dengan tenang, tapi ibu mertuanya itu tiada hentinya terus mengoceh dan mengomelinya.“Tuhan!!! Sebenarnya dosa apa yang dulu aku lakukan hingga aku mendapatkan menantu yang tidak berguna sama sekali.”Tidak berguna, tidak tahu diri, tidak tahu malu, perempuan penggoda dan masih banyak lagi. Tamara muak dan lelah mendengar itu. Namun dibalik rasa lelah dan sakit hati, ia masih tetap bertahan dan tersenyum seolah ia tidak kebaratan dan menerima segala perkataan ibu mertuanya itu.“Kalau begini terus aku merasa kasihan dengan Damian, sudah bag
“Tamara!!”Aku menghentikan langkahku saat sedang menaiki tangga, aku berjalan begitu pelan membawa banyak beban pikiran sampai aku tidak menyadari jika ayah mertuku kini sedang berada diatas, lima anak tangga dari posisiku.“Ayah.” Ucapku pelan saat melihatnya tersenyum padaku.“Sudah ingin tidur nak?” Aku menunduk sambil memainkan jari tanganku, wajah orang baik dan peduli dengan keadaan kita wajahnya selalu terlihat teduh sampai rasanya beban berat yang ada dipikiran kita sedikitnya berkurang.“Tamara, kenapa diam?” Bingung Marlon karena menantunya itu tidak mengubrisnya sama sekali.“Aku sudah ingin tidur, ayah. Ayah sendiri kenapa belum tidur?” Tanyaku balik namun dengan kepala yang masih mendunduk.Marlon terkekeh pelan sambil mengggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Masih belum mengantuk, ayah sebetulnya ingin keluar melihat halaman belakang rumah untuk mencari udara segar. Ingin ikut bersama ayah juga? Keluar sebentar menikmati suasana malam hari bisa sedikit mengurangi beban
Kecupan manis seorang wanita kepada seorang pria yang masih bergelut nyaman dengan selimut tebalnya, menutupi tubuh telanjangnya.“Sudah ingin pergi?” Ujar itu dengan wajah cemberutnya karena sudah akan ditinggalkan oleh wanitanya.“Aku harus pulang kerumah ayah dan ibuku, aku ada janji kepada mereka karena malam nanti perusahaan akan mengadakan pesta untuk merayakan hari jadi perusahaan. aku harus tampil baik kan malam nanti.” Balas sang wanita sembari ia fokus mamakai kembali pakaiannya. Sang pria membalikkan tubuhnya menatap langit – langit ruangan itu. “Orang kaya memang seperti itu yah, mereka sangat mudah untuk memperkaya diri mereka. Aku jadi iri.”“Itulah mengapa kamu juga harus berusaha semaksimal mungkin.”“Sayang…… Dia sudah menjadi Ceo, kapan dia bercerai?” Tanya pria itu dengan antusias seperti ia memang sangat mendambakan apa yang dipertanyakannya.Wanita itu mengidikkan bahunya, dengan santai ia merias wajahnya yang terlihat masih apa adanya itu. “Mungkin tidak lama la
Tidak seburuk apa yang ada diekspektasiku, namun duduk diam tanpa ada yang peduli jauh lebih baik. Aku akhirnya dapat duduk dan menikmati hidangan pencuci mulut yang diberikan pelayan padaku, setelah tadi aku dikepungin banyak wartawan dengan seribu pertanyaan mereka. Dan kembali lagi sejatinya aku tidak ada yang mau peduli, suamiku sibuk berbincang dengan para koleganya, begitu pun dengan kedua orang tua dan mertuanya. Terlebih lagi adiknya, Queen yang sudah begitu asik berbicang dengan banyak orang. Tak peduli dengan siapa pun itu, nampaknya adiknya itu ingin membangun relasi dan koneksi dengan banyak orang. Dengan begini aku jadi tenang berada di acara ini bahkan hingga acara selesai jika semua orang itu tidak ada yang mempedulikannya, melirik pun juga tidak, dan tidak ada juga yang merasa aneh dengan aku yang seakan menjauhi keluargaku. Aku menyisakan sebagian hidangan pencuci mulut yang manis itu dan hanya memakannya sebagian saja, setelah aku beranjak menuju area
Gracelya Tamara Noa Itulah aku seorang gadis yang kehidupannya hanya ada rasa sakit dan kekecewaan. Aku hidup bersama dengan ayah, ibu dan juga adikku, ayahku bernama Arzano Alexander Noa seorang milliader dengan segala bisnis besar dimana – mana. Orang – orang mungkin berpikir bahwa hidupku ini sangalah bahagia.Setiap kali mereka mengatakan seperti itu, aku selalu tersenyum miris, bahkan tak jarang aku merasa marah dan tidak terima mereka mengatakan hal seperti itu. aku sungguh benci orang – orang yang seakan begitu tahu tentang kehidupan yang aku jalani, tanpa mereka pernah berpikir mulut, hati dan pikiran mereka sungguh melukai hati seseorang.Kadang pula aku membenci tuhan akan takdir yang ia berikan padaku, takdir yang seakan aku tidak boleh bahagia, aku tidak bisa dicintai tidak boleh mencintai dan tidak dapat merasakan kasih sayang. Apalah arti hidup tanpa semua itu, hidup namun rasa seakan mati.“Tamara!!!”Gerakan penaku berhenti sebelum aku menyelesaikan satu kata yang aku
Seorang pria denga setelan jas rapih berwarna hitamnya terlihat sedang memandangi arloji dipergelangan tangannya untuk kesekian kalinya jika dihitung – hitung, tangannya begitu gelisah mengusap bagian wajahnya sedari tadi. Orang dengan seguang kesibukan seperti dia ini memang tidak pantas dibuat menunggu seperti ini, seperti kata pepatah waktu adalah uang. Sangat pas untuk seorang pebisnis seperti dia ini.“Maaf yah, karena dia membuatmu menunggu seperti ini.”Pria itu menatap seorang wanita yang duduk tak jauh darinya dengan sorotan mata yang seakan mengmpat sial dengan siatuasi yang ia hadapi sekarang.“Aku baru saja menghubungi Arzano da-““Maaf membuatmu menunggu.”Tanpa mengubrisku pria bertubuh jangkung itu langsung saja berdiri dari duduknya, sikapnya itu sangat memperlihatkan jika saja ia Sudha begitu sangat kesal.“Karena dia sudah datang, jadi langsung saja perlihatkan semua yang paling terbaik disini.”Wanita kepala butik itu langsung sigap bergegas bersama dengan karyawan
Cahaya matahari dimusim semi pagi itu perlahan mulai memasuki ruang kamar lewat celah – celah dan jendela kaca yang terbuka lebar tirainya, suasana pagi itu sangat damai sekali bunga- bunga mulai bermekaran karena mendapat energi dari cahaya matahari serta burung – burung kecil berkicauan seakan tengah beryanyi gembira untuk menyambut pagi.Sangat nyaman untuk semua orang bersantai sambil menikmati secangkir kopi atau teh hangat untuk memulai hari, tapi berbeda dengan suasana yang terjadi di Villa keluarga Noa ada saat itu. begitu sibuk mengurus segala persiapan dari acara sakral yang beberapa menit lagi akan segera dimulai.Tamara menatap datar pantulan dirinya dicermin meja rias itu dengan beberapa penata rias dibelakang yang begitu sibuk untuk mempercantik dirinya. Sedari tadi para penata rias itu tiada hentinya berdecak kagum melihat dirinya dan mengatakan bahwa Tamara begitu sangat cantik, seperti layaknya seorang putri.Tamara sangat tidak suka mendengar mereka berkata seperti i