“Tamara, untuk kali ini kau harus mengalah dengan adikmu.”
“Ibu aku ingin gaun ulang tahunku jelek, aku gaun milik kak Tamara.”“Tapi ibu, gaun ini Tamara yang pilih Tamara suka dengan gaun ini bu.”“Tamara, gaunnya untuk Queen saja yah, nanti kamu pakai gaun punya Queen. Kasihan Queen.”....“Ibu ayah, Queen juga mau jadi juara satu disekolah.”“Kalau begitu belajar yang rajin yah seperti kak Tamara.”“Tapi Queen tidak bisa seperti kak Tamara.”“Tamara, mulai sekarang kamu yang harus mengerjakan tugas sekolah Queen. Kasihan Queen dia tidak bisa terus – terus belajar karena takutnya kelelahan.”“Tapi ayah, Tamara juga ada banyak tugas sekolah.”“Tugas sekoalh Queen lebih penting, pokoknya ayah tidak mau tahu mulai sekarang tugas sekolah Queen kamu yang kerja sama juga kamu harus bantu Queen saat ujian. Kasihan Queen ingin dapat juara satu di sekolah.”....“Tamara, kamu itu adalah kakak. Jadi kamu harus mengalah pada Queen.”“Kak Tamara jahat ayah, dia tidak mau mengalah padaku.”“Ibu, aku ingin boneka kelinci milik Tamara, aku tidka suka dengan boneka ku. Boneka milik ku jelek”“Ayah, aku ingin sepatu cantik milik kak Tamara, sepatu milikku jelak aku tidak suka.”“Kak Tamara kenapa harus dapat nilai yang tinggi sih, kenapa kak Tamara gak jadi bodoh aja disekolah biar aku bisa dapat nilang yang tinggi.”“Kak Tamara kok banyak yang suka sih disekolah, kak Tamara tidak boleh seperti itu. Kak Tamara egois, pokoknya kakak harus jadi orang jahat aku gak suka kalau teman – teman disekolah semuanya suka sama kak Tamara.”“Kak Tamara jangan terlalu dekat dengan kak Damian, aku gak suka.”....“Tamara, jangan buat ayah marah. Kamu itu kakak harus mengalah dengan adik.”“Tamara, kamu jangan egois. Kasihan adik kamu Queen.”“Kak Taamara jangan mau bahagia sendiri lah, aku ini adik jadi kak Tamara gak boleh lebih baik dari aku.”“Kak Tamara harus mengalah sama aku.”“Kamu harus mengalah Tamara.”“Tamara jangan serakah.”“Tamara pikirkan juga perasaan adikmu.”“Tamara jangan jadi jahat, pentingkan adikmu.”Ada begitu banyak seruan yang terus memanggil – manggilnya, bayang – bayang kemarahan, tangisan dan bentakan semuanya tertuju padanya.Nafas yang tidak teratur dan keringat dingin mulai membasahi pelipis hingga seluruh badan, ia berusaha lepas dari itu semua. Badannya kaku dan tidak bisa digerakkan, juga orang – orang itu mulai mendekatinya dengan wajah yang begitu menakutkan sambil terus menyerukannya.”“Mengalah Tamara.”“Mengalah Tamara.”“Mengalah Tamara.”Ia tak dapat menghindari itu, ia ingin lari, ia tidak tahan dengan ini semua, ia begitu takut.“Aaaarrrkkkkkkk…….”Ketakutan dan terkejut keduanya bercampur hebat, hawa dingin seakan meresap kedalam tubuhnya. Tanpa ia sadari, ia sudah menangis sejak tadi. Matanya sembab dan wajah serta seluruh tubuhnya basah oleh keringat dingin, yang ia pikir hanyalah mimpi.Tamara mengusap wajahnya dan berusaha untuk menenangkan dirinya yang masih begitu terkejut dan ketakutan dengan semua kenyataan yang ia alami kembali terulang dalam mimpi buruk itu. Begitu sangat menakutkan, ia tidak menyangka jika akan kembali melalui masa – masa itu yang sama sekali tidak ia bayangkan akan semengerikan.Ia beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi untuk sekedar membilas wajahnya dengan air yang mungkin akan sedikit mengurangi efek mimpi buruknya tadi.Jika dipikir – pikir lagi, Tamara memang sedari dulu selalu mengalah demi Queen dan terkesan sangat tidak adil baginya. Dan entah kenapa kejadian yang terjadi beberapa tahun yang lalu kembali terulang didalam mimpinya.Tamara menlihat wajahnya dicermin dan kembali mengasihani dirinya sebagai anak yang sedari kecil tidak pernah sedikitpun merasakan yang namanya cinta dan kasih sayang dari orang tuanya. Setelah semua yang ia lakukan, ia korbankan, semuanya semata – mata untuk kebahagian Queen.Meskipun ia tahu jika apa yang telah dilakukan kedua orang tuanya sangalah tidak adil dan seakan pilih kasih, namun Tamara tak mampu berbuat banyak selain dengan menuruti segala permintaan kedua orang tua dan keinginan adiknya.Tamara menghembuskan nafas kasar lalu setelahnya ia berjalan keluar dari kamar, berniat untuk mengambil minum di dapur. Rasanya ia seperti habis melakukan aktifitas lomba lari sampai ia bisa selelah dan tenaganya terkuras banyak. Padahal dua jam yang lalu ia berniat untuk sekedar mengistiratkan tubuhnya saja yang sedikit kelelahan akibat efek kehamilannya yang sudah menginjak usia empat bulan.Sekarang pun mungkin sudah menunjukkan waktu larut malam, suasana rumah begitu sunyi karena pekerja rumah lainnya sudah beristirahat dan mungkin Damian juga sudah pulang dari kantor.Tamara menekan saklar lampu yang berada diruang tengah itu untuk pencahayaannya menuju dapur, namun bersamaan dengan pencahayaan lampu yang menerangi sedikit ruang itu, Tamara menyaksikan sesuatu yang seharusnay tidak ia lihat.Dua orang itu, Queen dan Damian tengah bercumbuh mesrah diatas sofa ruang keluarga. Tak ada yang seling menyadari di antara mereka bertiga, semuanya berlalu sampai mereka bisa saling bertatapan seperti saat ini.Sekejab Tamara menatap sepasang kekasih itu, sambil otaknya yang masih terus berusaha memproses apa yang baru saja ia lihat. Belum lagi ia bisa melupakan mimpi buruknya beberapa menit yang lalu sekarang batin dan fisiknya lagi – lagi menyaksikan adegan tak senonoh yang dilakukan dua orang itu.Tamara tertawa kecil setelah sepenuhnya sadar bahwa apa yang telah dilihatnya adalah suatu yang nyata dan benar – benar terjadi. Setelah bangun dari mimpi buruk, kini ia harus menghadapi kenyataannya yang lebih buruk.Tamara berjalan menuju dapur sesuai dengan tujuan awalnya tadi tanpa mempedulikan Queen dan juga Damian yang kini tengah sibuk memperbaiki penampilan mereka yang begitu kacau. Entah seperti apa yang telah mereka lalui tadi, sebelum Tamara menekan saklar lampu itu.“Aku akan pulang.”“Perlu aku antar, ini sudah malam.” Ujar sang pria kepada sang wanita.Queen menganguk pelan. “Aku bisa pulang sendiri dengan taksi, sungguh aku tidak enak dengan kak Tamara.”Setelah memastikan penampilannya sudah terlihat baik, Queen meraih tasnya dan berjalan menuju pintu depan. Damian yang tidak tega melihat sang kekasih pulang sendiri dimalam yang sudah larut ini lantas bergegas menyusul sang kekasih. Dan Tamara menjadi saksi bagaimana khawatirnya dan begitu sayangnya Damian kepada adiknya itu.Tamara meletakakn gelas kosong bekas air mineral yang baru saja ia minum untuk meredakan dahaganya. Ia berjalan menuju pintu depan dan bisa ia lihat disana, mobil pribadi Damian meninggalkan halaman rumah. Segera ia menutup pintu dan berjalan berniat untuk kembali ke kamarnya. Namun langkahnya terhenti tepat didepan sofa yang menjadi tempat dua orang itu memadu kasih.Prangg!!!Suara bising terdengar ruang kamar rumah sakit itu, perawat yang berada disana dengan buru keluar setelah meliat dokter mereka marah dan membanting kotak makanan itu ke lantai.“Kamu gila!!” Marahnya pada wanita yang duduk itu.“Kamu tahu kan, makanan selain dirumah sakit itu tidak boleh untuk pasien. Lagi pula tidak ada yang bisa menjamin makanan itu sehat atau tidak dan kamu memberikannya pada pasien yang sedang sakit.” Lanjutnya lagi.Tamara hanya terdiam mendengar amukan Queen padanya, saat tadi ia sedang menyuapkan makan makan untuk nenek Hanna Queen tiba – tiba masuk melihatnya dan membanting kotak makan itu.“Sekarang kamu pergi!!” Ujar Queen sembari menunjuk kea rah pintu.“Pergi!! Aku bilang, aku akan kasih tahu ibu dan ayah kalau kamu berani mengganggu nenek.”Tamara tak ada pilihan lain, meskipun Queen langcang padanya tapi saat ini ia tidak ada kekuatan untuk membalas Queen. Ia beranjak mematuhi Queen yang memintanya untuk segera keluar, namun tangan nenek Hanna
“Apa maksudnya tadi itu?” Satu pertanyaan dari rentetan pertanyaan yang sebelumnya diajukan oleh Damian pada sang isteri, layaknya seorang isteri yang tertangkap basah berselingkuh oleh suaminya Tamara hanya bisa diam dengan posisinya duduk di sofa sementara Damian berdiri mengintrogasi dirinya.“Kamu pergi dengan laki – laki lain, apa menurutmu itu baik? Kamu mau mempermalukan aku lagi, mempermalukan keluarga kita lagi?”“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, kami bertemu di taman dan dia berbaik hati mengantarkan aku pulang karena kondisiku yang tidak memungkinkan.” Jelas Tamara.“Tapi kenapa harus bersama dia, selama ini juga kamu selalu memesan taksi. Apa kamu tidak tahu siapa Kenzo itu, kalau ada ada media yang melihat kalian bersama menurutmu akan seperti apa reaksi mereka. Posisi kamu sekarang ini adalah sebagai seorang isteri, isteriku.” Damian.Tamara menganguk puas dengan itu, tak ingin lagi berlama – lama ia segera perlahan beranjak dari duduknya. Tak ingin terus mendengar
“Apa ini, kamu melukis calon bayimu?” Tamara lantas berbalik melihat seseorang itu yang tak lain adalah Kenzo.“Kamu.”Kenzo tersenyum melihat Tamara, ia sudah tahu jika wanita hamil itu akan terkejut melihatnya. Bagamana tidak terkejut jika ia secara tiba – tiba datang dan menanyakan soal lukisannya.“Kupikir siapa wanita hamil yang duduk sendiri dibawah pohon.” Ujar Kenzo.“Bukan urusanmu, lagi pula untuk apa kamu disini. Ingin menggangguku?” Sembur Tamara mendengus kesal pada Kenzo.“Tadinya sedang lari sore dan tak sengaja melihatmu disini. Aku tidak ganggu lo yah, aku cuna bertanya tentang lusikanmu itu. Tidak kusangka kalau kau pandai melukis, kau pasti seorang seniman.” Jelas Kenzo.“Bukan urusanmu.” Ucap Tamara berbalik, ia enggan untuk mempedulikan Kenzo apa lagi ia bertanya tentang lukisan bayi kecil yang dibuatnya. Kenzo menarik nafas dan menghembuskannya, cukup menguras mental berbicara dengan Tamara. Apa karena mereka sebelumnya tidak pernah berinteraksi, waktu masih se
“Dia adalah salah satu guru yang sempat bengajar disini selama tiga bulan, sekarang ia mengajukan cuti dengan alasan kondisi kehamilannya yang semakin tua. Namun kami belum menerima kejelasan apakah ia akan kembali mengajar atau tidak.” Jelas seorang pria tua yang merukan kepala taman kanak – kanak.Pria itu mengaguk puas sambil membolak balikkan berkas mengenai ibu guru Tamara, tentu ada rasa kepuasan tersediri baginya setelah mengatahui dengan jelas bahwa Tamara adalah salah satu guru ditaman kanak – kanak ini.“Baiklah, kurasa itu cukup.” Ujarnya dengan mengembalikkan berkas itu kepada kepala taman kanak – kanak.“Apa ada saran dari anda tuan, anda kan sekarang adalah pemilik sah taman kanak – kanak ini.”“Aahh tidak, kau urus saja sendiri.”*** Sore hari yang cerah itu sekitar pukul 15:33, Tamara keluar dari rumah dengan menenteng keranjang kecil entah apa yang ia bawa. Setelah bermapitan kepada bibi Harry, Tamara langsung saja berjalan keluar dari gerbang rumahnya menghampiri mo
Pintu lift hotel terbuka untuk seorang pria yang sudah menunggu disana, sejenak ia me melihat arlojinya dan memutuskan untuk masuk kedalam lift bersama dengan asisten pribadinya.“Apa jadwal hari ini?” Tanya pada sang asisten wanitanya.Mendengar atasannya menanyakan jadwal dengan sigap wanita itu membuka tabnya dan mengecek jadwal untuk hari ini.“Pagi ini jam 09:00 kita akan menghadiri taman kanak – kanak untuk peresmian bagunan baru disana.”Pria bernama Ammanuel Kenzo Algatra itu kembali melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 08:10 pagi, baru ingat jika ia akan meresmikan gedung baru untuk taman kanak – kanak yang dibangun oleh keluarganya dan itu juga salah satu alasan mengapa Kenzo kembali ke negara ini.Pintu lift terbuka lagi untuk orang yang akan turun menuju lantai bawah, namun yang membuat alisnya terankat dan tersenyum tipis adalah seorang pria yang ia kenal disana bersama dengan seorang wanita yang memeluk lengan si pria. Pria yang tak lain adalah Damian Frendrick
Damian PovAku melirik arlogiku dan sudah menunjukkan pukul 10 malam, ini sudah waktunya jam kerja selesai melihat juga area parkiran sudah banyak yang kosong dan hanya ada beberapa mobil saja. Kantor yang pada jam awal begtu adat dan sibuk dengan pekerjaan masing – masing karyawan, kini terasa begitu senyap dengan langkah kakiku bersama Erlando terdengar begitu nyaring menyentuh lantai.Beberapa langkah aku melewati beberapa bagian kantor menuju ruanganku, terdengar juga suara seperti entakal heels seorang wanita. Aku yang akan mengarah ke kiri dan dia yang sebaliknya, bertemulah aku dengan wanita yang sudah dua minggu ini kami tidak ernah bertukar kabar.“Damian!!”Aku sedikit terkejut dan merasa hangat sekaligus saat merasakan nyamannya pelukan dari wanita itu, wanita bernama Queensha Nathallya Noa kekasihku, cintaku.Aku melepaskan pelukan kami dan beralih menatapnya dengan senang, melihat wajahnya yang lucu dan polos super menggemaskan ini membuat perasaanku perlahan membaik. Waj