Share

Apakah surga?

Aku terpekik, ketika melihat ada lelaki tampan di hadapanku. Menatapku dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Apakah ini surga?" tanyaku dengan menelusuri setiap inci wajah leleki di depanku.

Lelaki itu menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum manis sekali.

"Jika ini bukan surga, lalu apa? Begitu sempurnanya ciptamu, ya Allah!" ujarku memuji.

Lelaki itu terpana sejenak atas apa yang aku ucapkan, mungkin dia berpikir jika aku sudah gila. Mau bagaimana lagi, tampannya itu loh, MasyaaAllah.

"Maaf, Tuan." Suara seorang wanita yang terdengar serak di telingaku, lalu dai mendekat dan berbisik.

Kemudian, dia menjauh sejenak dan berdiri mematung. Aku hanya diam memperhatikan mereka dan mataku terus mengagumi desain ruangan ini. Aku sadar, jika ini bukanlah negeri impianku. Akan tetapi, dunia yang belum pernah aku temui selama hidupku.

"Ma--maaf!" ujarku lirih, ketika lelaki itu fokus menatapku. Aku berusaha duduk dan membenarkan posisi infus yang terpasang di tanganku.

"Tidak apa-apa!" jawabnya formal.

Aku kembali melihat sekitar, mataku benar-benar terpesona. Bangunan yang sangat indah dan megah. Ukiran di dinding membuatku terpesona, warna cat yang dominant cream membuat kesan sangat mewah. Tidak salah, jika aku merasa aku sedang berada di surga yang dirindukan oleh banyak manusia.

"Maaf, Pak. Eh, Tuan. Saya di mana?" tanyaku sesopan mungkin.

"Di rumah saya!" jawabnya dingin.

Aku menaikan alis, lalu mengerucutkan bibirku yang seksi menurut Mas Yunus. Lalu, melihat ke arah wanita yang memakai seragam batik. Dia diam dan hanya memperhatikanku, sesekali dia menyunggingkan senyum kaku.

"Terima kasih sudah memberikan tumpangan untuk saya di sini. Saya rasa, saya tidak akan bisa membalas budi anda. Karena saya harus kembali ke rumah saya dan anak-anak saya! Pastinya mereka mengkhawatirkan saya!" ujarku dengan nada naik turun, karena bingung melihat keadaan.

Lelaki itu memandang tajam ke arahku, lalu dia menatap ke arah wanita yang sejak tadi tidak bersuara. Wanita itu mengangguk, lalu keluar dari ruangan dan kembali dengan cepat.

"Tuan," Dia memberikan sebuah map amplop berwarna merah pada lelaki di depanku.

"Kamu tertidur terlalu lama, sepertinya kamu lebih suka tertidur dari pada menghadapi kenyataan!" ketusnya.

Aku seperti orang bodoh ketika mendengar ucapannya yang terasa menyudutkanku. Alis sebelah kiriku naik dan mulutku membulat membentuk huruf O,

"Maksudnya, Pak?" tanyaku, yang di jawab dengan tatapan tajam darinya, "Eh, tuan!" sambungku.

"Reinald!" ujarnya, "Reinald Kusumadi!" lanjutnya memperkenalkan dirinya sendiri dan tidak kutanggapi, hanya memberikannya senyuman.

Lelaki yang bernama Reinald itu, menyodorkan map amplop yang dia pegang padaku dan memintaku untuk membukanya. tanpa berpikir, aku membukanya. Betapa lemasnya diriku ketika melihat, suami yang selalu kuhormati menikah saat dia tidak mengetahui keberadaanku.

"Terima kasih, Pak. Saya harus pulang ke rumah, bagaimanapun dia tetap suami saya dan ada anak-anak yang harus saya jaga!" Aku mencabut selang infus di tanganku dan berpamitan padanya, "saya tidak tahu berapa banyak uang yang anda keluarkan untuk menyelamatkan saya, dan jujur, saya tidak akan bisa membayarnya. Saya mohon ikhlaskan," imbuhku dengan memohon.

Lelaki itu tertawa, bahkan membuat wanita tua itu teperangah.

"Kamu pikir saya miskin?" 

"Bukan anda yang miskin, tapi saya. Saya meminta anda menghikhlaskannya, agar ke depannya tidak jadi beban untuk saya!" ujarku.

Lelaki itu mendekat dan mengikis jarak antara kami, membuat napasku terasa sesak dan tercekat. Sontak aku memundurkan wajahku dari hadapannya. 

"Baru kali ini, ada yang berani membantah ucapanku!" ujarnya dengan tawa puas.

Kemudian dia duduk di tepi ranjang, memainkan isi di dalam gelas yang sejak aku membuka mata sudah ada di tangannya. Lalu, dia menyesapnya secara perlahan, menikmati setiap tetes yang masuk di tenggorokannya. 

Aku turun dari ranjang dan berdiri di depannya, memegang tengkukku yang mulai tidak nyaman. Lalu, menanyakan pakaian yang kukenakan sebelum berada di sini. Wanita tua itu merasa ragu ketika akan berbicara, berkali-kali dia melihat ke arah lelaki muda yang tengah asik memainkan gelasnya.

Bukan tidak sopan, aku merasa tubuhku kaku. Jadi, aku menggeser tubuhku untuk melakukan perenggangan. Tidak menyadari keberadaan lelaki itu di sampingku, membuat tanganku menggamparnya.

"Maa-maaf! Maaf!" Aku bingung harus bersikap seperti apa.

Terbiasa hidup di dunia yang sederhana, harus berhadapan dengan orang yang super kaya raya dan orang  yang dingin. Sama seperti CEO yang sering aku baca di novel-novel. Aku tersenyum sendiri, ketika mengingat kebiasaanku membaca sampai kadang lupa waktu saat malam hari.

"Sepertinya, benturan kemarin membuat kepalanya retak!" ujar Reinald, yang usianya di bawahku, "tolong panggil dokter Andi!" perintahnya kemudian kepada wanita tua yang ada di depannya dan wanita itu langsung mengangkat ponselnya menghubungi seseorang yang bernama Andi.

"Pak, Eh, Tuan, saya sudah sehat! Saya hanya ingin pulang! Tapi, tidak bisa mengembalikan biaya yang sudah anda keluarkan!" sungutku.

"Eh, perempuan! Kamu tau suami kamu sudah punya istri lagi, apa yang kamu harapkan?" tanyanya.

"Anak!"

"Kamu bisa menikah lagi dan mempunyai anak!" bantahnya.

"Bu, tolong hubungi psikiater! Sepertinya tuan ini otaknya enggak beres!" kesalku.

Lelaki dan wanita tua itu menatapku tidak berkedip, seakan-akan tidak percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. Jangankan mereka aku pun tidak tahu apa yang sedang aku katakan.

"Aduh, Tuan! Saya cuma ingin pulang, bukan ingin berdebat!" ucapku kesal.

Lelaki itu tidak menjawab, dia malah pergi dan menarik baju waita tua itu. Kemudian, memintanya mengawasiku sebelum dokter yang di panggil datang. Aku hanya bisa menghembuskan napas panjang, 'kenapa nasibku apes sekali,' batinku.

Aku memutuskan keluar dari ruangan ini, dan kembali ke rumah. Memeluk anakku Emil dan menghujaninya dengan ciuman manja. Setelah meregangkan otot-otot yang kaku, aku mengendap-endap. Lutut ini seketika lemas dan tidak bertenaga, tangan langsung menggaruk kepala yang masih tertutup hijab.

"Apa ini!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status