Share

Bab 5

Penulis: Rina Safitri
Kebohongan yang dibalut kepalsuan itu, ketika keluar dari mulut mereka, sama sekali nggak bikin Puspa terkejut.

Mengharapkan para pelaku perundungan berbicara dengan logika, itu sama saja berharap bulan jatuh ke pangkuan—mustahil.

"Tolong!"

Anak laki-laki lelaki yang tercebur ke danau itu nggak bisa renang, kini ia tengah berusaha menyelamatkan diri.

Para remaja elit di tepi danau hanya berdiri menonton tanpa niat membantu, bahkan salah satu dari mereka membentak, “Cepat turun dan selamatkan dia! Kami semua lihat kamu yang mendorong Anton santoso! Kalau terjadi apa-apa, keluarga Santoso nggak akan tinggal diam!”

Puspa memandang anak yang meronta-ronta di dalam air. Hatinya bimbang. Akhirnya, ia pun bergerak.

Ancaman itu memang mengguncangnya. Kalau sampai anak itu meninggal, dengan kesaksian mereka, ia bisa langsung dicap sebagai pembunuh anak di bawah umur.

Orang-orang yang melanggar hukum ini benar-benar berani. Para anak setan ini... mereka memang berani bertindak sejauh itu.

Kalau benar-benar sudah sampai titik ini, apa itu ketenangan pikiran, asuransi diri, atau permintaan maaf, pada akhirnya, dia akan akan jadi orang yang akan ditinggalkan.

Karena Indra nggak mau punya istri ‘pembunuh '.

Puspa nggak mampu menghadapi kekuatan di belakang mereka.

Ia menoleh ke arah Lisa, yang tengah menonton dengan wajah penuh minat.

Puspa melepas sepatu, meletakkan tas di pinggir, dan melompat ke air.

Dia terlalu naif. Anak yang katanya nggak bisa berenang itu tiba-tiba secepat belut, menekannya ke bawah air.

Puspa nggak sempat menghindar—air kolam masuk ke dalam mulutnya.

"Uhuk, uhuk..."

Anak itu tertawa puas, lalu berenang ke tepi dan naik ke pinggiran kolam.

Puspa memandangi anak itu, merasa geli sekaligus getir. Dirinyalah yang bodoh, sempat percaya bahwa anak laki-laki itu benar-benar nggak bisa berenang.

Puspa berusaha menyelamatkan dirinya, tapi sekelompok anak itu nggak membiarkannya lolos dengan mudah.

Saat ia mencoba berenang ke tepian, para anak itu malah mulai melempari batu ke arahnya.

Cipratan air memburamkan penglihatannya, membuatnya kesulitan naik ke darat.

“Lisa, pembantu rumahmu bisa-bisanya pakai tas Hermes. Jangan-jangan dia nyuri?”

Lisa menatap jijik, lalu menendang tas Puspa hingga tercebur ke dalam danau.

Ia bahkan berharap tas itu benar-benar hasil curian—supaya bisa langsung panggil polisi. Sayangnya, ia tahu, itu semua hasil belanja dari uang kakaknya.

Bagi Lisa, ‘kakak ipar’ ini seperti lintah yang menempel di keluarga mereka. Benar benar menjijikkan luar dalam.

Jika kakaknya nggak mengalami kecelakaan, bagaimana dia bisa dapatkan wanita rendahan seperti kakak iparnya!

"Palsu.”

Entah yang dimaksud tasnya... atau Puspa sendiri.

Ia nggak pernah benar-benar hadir sebagai ipar di acara wali murid, melainkan sekadar ‘pembantu rumah tangga’.

Jangan tanya mengapa pengasuh memenuhi syarat untuk mengadakan pertemuan orang tua-guru. Itu semua untuk kesenangan Lisa.

Ini juga mengapa Puspa malas ikut, karena dia tidak nggak ingin jadi salah satu mainan mereka.

Saat pertama kali datang ke pertemuan orang tua murid. Ia masih berpikir sama seperti neneknya, senang karena dia telah diterima.

Tapi siapa yang sangka, bukannya diterima, tapi malah dipermainkan. Ia langsung disiram seember air kotor begitu tiba.

Ia benar-benar dipermalukan.

Hati Puspa nggak terbuat dari batu, dihina oleh adik ipar sendiri, siapa yang nggak sakit hati?

Kini, sebongkah batu menghantam keningnya.

“Haha! Kena juga akhirnya!”

Teriak anak yang melempar dengan bangga.

Menatap anak-anak di tepian, hati Puspa sedingin es, merasa sedih untuk dirinya sendiri dan masyarakat sekitar.

Ia, seorang wanita hampir tiga puluh, harus menerima hinaan dari anak-anak puber ini.

Dan kelompok bajingan ini akan masuk kemasyarakat, akan ada lebih banyak orang untuk jadi mainan mereka, mau gimana lagi siapa suruh orang tua mereka punya kemampuan untuk melindunginya.

Kakak dan adik dari keluarga Wijaya ini benar-benar pasangan serasi—yang satu menginjak hatinya, yang satu meremukkan harga dirinya.

Puspa nggak tahan lagi, ia sudah rencana untuk meninggalkan Indra jadi dia nggak harus menyenangkan gadis kecil ini lagi!

Ia memutar arah, naik ke darat, dan langsung menuju anak perempuan yang melempar batu padanya. Tanpa banyak bicara, ia mendorong anak itu ke danau, lalu menekan kepalanya ke dalam air. Gadis itu tersedak, air masuk lewat hidung dan mulut. Suasana di tepian langsung gempar.

"Apa yang kamu lakukan?"

Sekelompok orang tertegun.

Nggak ada yang nyangka Puspa begitu berani!

Puspa menatap Lisa dengan dingin. “Seru, ya?"

Darah mengalir dari pelipisnya, menciptakan sosok yang tampak lebih seperti iblis neraka ketimbang manusia.

Lisa baru pertama kali melihat Puspa seganas ini. Biasanya dia sangat lembut seperti burung kecil, bisa diganggu siapapun.

"Puspa, kenapa kamu marah? Cepat lepaskan dia!"

Puspa menatapnya, "Sudah cukup mainnya?"

Wajah Lisa seperti kehilangan wibawa, harga diri terkoyak, Lisa melotot marah. "Kamu sudah bosan hidup di keluarga Wijaya, ya?!"

Berani-beraninya menentangnya begitu terang-terangan. Kali ini, ia bersumpah akan menghasut kakaknya untuk benar-benar membuka mata!

Puspa menarik kembali tangannya, bangkit perlahan. "Iya. Aku memang nggak mau tinggal di rumah itu lagi."

Ia pun sadar, tadi dirinya kehilangan kendali. Ia telah bertindak terlalu jauh—bahkan melampiaskannya pada seorang anak.

Gadis kecil yang tadi tercebur, kini tergeletak di tepi danau. Napasnya tersengal, batuk nggak henti. Beberapa teman segera menariknya naik.

Langkah Puspa pelan namun mantap. Ia mendekat, dan dengan suara rendah yang hanya bisa didengar mereka berdua, ia berbisik tajam, "Kamu benci aku, kan? Kalau kamu punya nyali, suruh kakakmu ceraikan aku."

Kalau bicara soal siapa di keluarga Wijaya yang paling ingin ia pergi, maka nggak lain adalah Lisa yang berdiri di hadapannya saat ini.

Indra sangat memanjakan adik perempuannya. Jika gadis ini mau membuat nyala api lebih besar, mungkin perceraian itu bisa terjadi lebih cepat?

Dan Puspa... sangat berharap Lisa benar-benar melakukannya.

Lisa mendorongnya menjauh dengan jijik. "Kamu pikir aku nggak bisa?"

Puspa mundur satu langkah dan berdiri tegak. Tatapannya tajam, penuh tantangan. "Kalau begitu, buktikan padaku. Kalau gagal... aku akan anggap kamu payah."

Ia tahu betul: Lisa adalah tipe orang yang paling mudah terpancing emosi.

Puspa lalu mengambil tasnya yang nyaris tenggelam. Ia menatapnya pilu.

Anak kurang ajar. Tas semahal ini, bisa-bisanya ditendang masuk ke danau. Entah masih bisa diselamatkan atau harus merelakan kerugian besar.

Kalau bukan karena ingin meyakinkan nenek bahwa ia hidup bahagia, ia nggak akan pernah bawa tas ini hari ini.

Kerugiannya kelewat besar. Nanti, Indra harus bayar ganti rugi—lebih.

Menatap punggung Puspa yang semakin menjauh, seorang teman Lisa bersuara, “Lisa, pembantu keluargamu itu kok berani banget, sih? Apa dia emang udah pengin dipecat?”

Terutama hari ini—tingkahnya benar-benar di luar batas!

Biasanya, meski digertak habis-habisan, wanita itu hanya diam. Tapi hari ini... ia benar-benar meledak.

Wajah Lisa menegang. Ia menggertakkan gigi belakang, marah bukan main.

Tunggu saja. Ia bersumpah akan membuat kakaknya menghajar perempuan sialan itu habis-habisan!

Lisa melirik ke arah gadis yang sempat diseret masuk air oleh Puspa. Suara liciknya terdengar lagi, "Dian, nanti kau bilang ke ibumu... kamu dianiaya."

Ibunya Dian Juwita bukan wanita berhati lembut. Tunggu saja. Kali ini, Puspa benar-benar akan menanggung akibatnya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lina Lina Llina Lina
puspita yg bodoh membuat ceritanya tdk menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 442

    Dokter Yulia? Psikolog pribadi Puspa?Tania mendadak teringat. Wanita yang dulu ia lihat bersama Wulan di restoran, bukannya itu psikolog yang ia temui di Vila Asri?Wajah Tania langsung berubah drastis, napasnya menjadi terburu-buru.“Puspa!”Puspa dengar suaranya lewat earphone bluetooth, ia jawab pelan, “Kenapa?”Tania cepat tanya, “Kamu sekarang sedang di mobil psikologmu?”“Mm, iya.” Puspa mengiyakan.Nada Tania langsung melonjak panik.“Cepat turun! Puspa, segera turun dari mobil itu!”Nada teriakannya begitu mendesak sampai Puspa sempat membeku.Tania segera tambahkan cepat, “Psikologmu itu pernah ketemu diam-diam dengan Wulan!”Ia nggak bisa pastikan hilangnya Nenek Yanti ada hubungannya dengan Wulan.Namun kemunculan Yulia di saat sepenting itu benar-benar terlalu kebetulan. Hal itu buat insting profesionalnya berteriak. Ada yang nggak beres!Dengar itu, pupil Puspa menegang. Ia menoleh ke arah Yulia yang sedang nyetir. Wajah yang biasanya tampak akrab kini seolah tertutup ba

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 441

    Puspa tertegun. “Apa maksudmu hilang?”Perawat pendamping buru-buru jelaskan, “Aku cuma keluar sebentar untuk terima telepon. Begitu kembali, nenek sudah nggak ada. Aku sudah cari ke semua arah tapi tetap nggak ketemu, HP-nya juga tertinggal.”Hal pertama yang terlintas di kepala Puspa adalah, “Nenekku apa mungkin keluar sebentar untuk jalan-jalan?”Tapi perawat langsung membantah.“Bukan waktunya keluar ruangan, dan lagian sebentar lagi waktunya minum obat.”Nenek Yanti sudah seperti pasien tetap di rumah sakit ini, hampir semua perawat kenal dia. Tapi anehnya, nggak ada satu pun yang tahu kapan ia hilang.Bahkan ketika Puspa minta rekaman CCTV rumah sakit, hasilnya seperti orang itu lenyap begitu saja, benar-benar menguap tanpa jejak.Puspa panik. Sambil hubungi polisi, ia juga keliling rumah sakit mencari keberadaan neneknya. Saat itulah nada dering HP-nya tiba-tiba bunyi.Nomornya asing. Entah kenapa, naluri Puspa langsung berkata: telepon ini pasti ada hubungannya dengan nenek.“H

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 440

    Ini bukannya sama saja dengan menghina dia?Wulan menatap tajam ke arah Puspa.“Jangan asal bicara! Aku nggak ada hubungan apa-apa dengan pria ini!”Puspa tersenyum miring, nada suaranya penuh sindiran, “Sudah sampai ada urusan transaksi uang, masih bilang nggak ada hubungan?”Begitu kata-kata itu keluar, bayangan kelam melintas di mata Wulan.Dia dengar? Sejauh mana dia dengar? Apa soal anak juga sudah sampai ke telinganya?Sebenarnya Puspa hanya tonton pertunjukan.Soal Wulan main laki-laki lain, ia sama sekali nggak tertarik, cuma geli saja.Selama ini ia kira Wulan benar-benar cinta Indra. Ternyata? Sama saja.Lihatlah, “adik perempuan kesayangan” yang selalu disimpan Indra di hatinya, jiwa dan raganya ternyata juga gampang terpecah begitu saja.Puspa malas berlama-lama menatap drama busuk ini. 'Nggak baik untuk bayi kalau kebanyakan lihat sampah dunia,' pikirnya. Ia segera alihkan pandangan dan berbalik pergi.Namun Wulan terus menatap punggungnya, matanya seolah ingin tembus dan

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 439

    “Anakku, cepat lihat siapa yang datang. Itu pamanmu, ayo, cepat panggil ‘paman’.”Jimmy sambil berkata, tiba-tiba rubah suaranya, tirukan nada suara anak kecil.“Aku nggak suka Paman. Aku benci Paman.”Begitu kalimat itu selesai, ia langsung kembalikan suaranya normal.“Benar kan, anakku! Lihat, selera kita sama persis. Apa yang aku benci, kamu juga benci.”Puspa benar-benar kembali dibuat terdiam oleh tingkah Jimmy.Orang aneh! Super aneh!Tatapan Indra semakin gelap, tajam seolah hendak menguliti adiknya hidup-hidup.Sementara Jimmy, kedua tangannya tetap santai masuk ke saku celana, gaya malas nggak berubah sedikit pun.“Kenapa lihat aku begitu? Iri ya, karena hubungan ayah-anak kami lebih baik daripada hubunganmu dengannya?”Puspa nggak mau jadi korban perdebatan mereka.Ia langsung berdiri, buka mulut dengan datar, “Perlu aku kasih tempat buat kalian berdua?”Meskipun terdengar seperti bertanya, tindakannya sangat tegas.Ia melangkah keluar dari kamar rawat, bahkan dengan ramah tu

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 438

    Kepalanya sakit, tapi pada saat yang sama ia juga nggak berdaya, hanya bisa turuti keinginan putrinya....Di sisi lain, kondisi Puspa dalam perawatan medis dan terapi makan perlahan mulai membaik.Dokter bilang, dua hari lagi ia sudah bisa keluar dari rumah sakit.Kabar tentang Lisa yang akhirnya dikirim ke luar negeri, justru disampaikan langsung oleh Jimmy.Puspa dengar itu sambil dalam hati mendengus. Pasti orang ini diam-diam pasang semacam alat pemantau di sekitar mereka. Kalau nggak, gimana mungkin ia bisa tahu semua gerakan mereka dengan begitu detail?Jimmy duduk santai di kursi dekat ranjangnya, satu kaki disilangkan di atas kaki lain, gaya seenaknya.Dengan nada bercanda, ia bertanya, “Sekarang aku harus panggil kamu ‘kakak ipar’ atau ‘Puspa’?”Puspa menatapnya dingin.“Kalau mau, kamu bisa panggil aku orang asing.”Jimmy terkekeh. “Itu nggak bisa. Aku masih niat kejar kamu.”Puspa mendengus, malas tanggapi.“Kalau gitu, silakan naik ke lantai tiga.”Jimmy menaikkan alis. “N

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 437

    Puspa sedang makan makanan yang dibawakan Bu Sekar.Makanannya belum habis, ketika Indra masuk dan kembali ke kamar.Dia nggak temani Wulan, tapi balik ke sini? Ngapain?Indra duduk di hadapannya. Wajahnya dipenuhi rasa bersalah, suaranya tenang namun penuh penjelasan.“Dia pingsan tiba-tiba, aku cuma…”Namun sebelum ia sempat selesaikan kalimatnya, Puspa memotong dingin, “Kamu nggak perlu jelaskan ke aku. Aku juga nggak butuh penjelasanmu. Kita sudah cerai. Kamu mau ngapain, pergi ke mana, itu sama sekali nggak ada hubungannya denganku.”Di mata orang luar, mereka masih suami istri.Tapi pada kenyataannya, kalau bicara lebih kejam, ia kini lebih mirip seperti seorang ibu pengganti. Seorang “surrogate”. Dan bagi Puspa, urusan perasaan antara dirinya dan Indra, sama sekali nggak penting.Asalkan nggak sentuh dirinya, Indra boleh lakukan apa saja. Itu bukan urusannya.Indra tercekat dengar kata-kata itu. Menatap wajah tenang Puspa, sikapnya yang nggak terusik sedikit pun, buat hati Indra

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status