Share

Bab 7

Agam sudah tidak berada di kamar ketika Pamela selesai memakai baju dan keluar dari kamar mandi.

Dia tidak terlalu peduli ke mana pria itu pergi. Toh, mereka berdua hanya hubungan kerja sama.

Ketika waktu tiga bulan habis, mereka akan berpisah dan tidak akan saling mengganggu satu sama lain.

Setelah mengunci pintu kamar, Pamela langsung tertidur.

Keesokan paginya.

Pamela dibangunkan oleh suara pelayan Keluarga Dirgantara yang mengetuk pintu kamarnya.

"Nona, tuan muda memintaku untuk membawakan pakaian untuk nona! Nona ...."

Suara itu sangat berisik.

Pamela belum tidur hingga puas. Namun, sebagai orang yang menumpang di rumah orang lain, dia tidak punya pilihan selain bangun.

Dia terpaksa harus bangun dan membuka pintu, lalu menerima baju yang dibawakan oleh pelayan itu.

Setelah mandi dan mengganti pakaiannya, Pamela keluar dari kamarnya untuk mencari makan. Tiba-tiba, sebuah baskom berisi air dingin dengan bau amis mengguyur tubuhnya!

Pada saat yang sama, suara ejekan dan cemoohan terdengar dari sekelilingnya.

Pandangannya kabur karena guyuran air kotor. Setelah air kotor itu menetes selesai dari kepalanya, dia baru melihat apa yang ada di depannya.

Di hadapannya ada seorang gadis asing seusianya yang berdandan cantik. Dia berjalan mondar-mandir dengan senyum menghina dan angkuh.

Beberapa pelayan Keluarga Dirgantara mengelilingi gadis itu seperti pengawal.

Salah satu pelayan memegang baskom kosong, tampaknya air kotor di dalam sudah disiram ke tubuh Pamela.

Pamela mengerutkan kening sambil menyeka bulu matanya yang basah. Dia menatap gadis asing itu dengan tenang, lalu bertanya, "Siapa kamu? Kenapa kamu menyiramku?"

Olivia memakai warna lipstik terbaru, lalu dia mendongak dengan sikap angkuh. "Aku adalah nona besar di keluarga ini, namaku Olivia Dirgantara. Agam adalah kakakku!"

Ternyata adiknya Agam!

Pamela mengerutkan alisnya sambil berkata, "Terus, kenapa kamu menyiramku?"

Olivia berdecak sinis, menatap Pamela dengan tatapan merendahkan.

"Air tadi memperingatkanmu untuk mengetahui posisimu sendiri! Jangan kira menikah dengan kakakku, kamu akan menjadi nyonya muda Keluarga Dirgantara. Kamu belum pantas!"

Pamela mengerutkan keningnya. "Bagaimanapun juga aku ini istri kakakmu, kakak iparmu! Nggak pantas kamu memperlakukanku seperti ini, 'kan?"

Olivia menjawab sambil tertawa, "Kakak ipar? Cih! Jangan merasa dirimu dihargai. Tadi malam, kakakku saja nggak tidur di kamarmu. Di malam pernikahan tidur sendirian, tapi masih berani menyebut dirimu sebagai istri kakakku!"

"Sekadar informasi, kakakku menikahimu cuma buat menghibur kakekku. Setelah kakekku sembuh, kamu harus segera keluar dari Keluarga Dirgantara!"

Pamela kehabisan kata-kata, "..."

Ternyata begitu. Pantas saja paman aneh itu buru-buru menikah.

Olivia memperingatkan lagi, "Jangan terobsesi untuk bergantung pada kakakku. Kakakku nggak akan pernah menyukai wanita sepertimu! Di sini statusmu bahkan lebih rendah dari pelayan, bisa di bilang panggilan 'nyonya muda' itu hanya panggilan saja, nggak ada artinya di Keluarga Dirgantara! Saat kakakku pergi, aku yang bertanggung jawab di rumah ini. Kamu harus mematuhi aturanku. Mengerti?"

Pamela mengangguk patuh. "Ya. Aku akan mengingatnya!"

Melihat Pamela terlihat seperti pengecut, hati Olivia sangat senang.

"Bagus kalau kamu sadar diri. Mulai sekarang, kamu jangan banyak tingkah. Ayo pergi. Aku ada janji manikur hari ini. Seharusnya orang manikurnya sudah mau sampai ...."

Saat mengatakan hal itu, Olivia siap untuk pergi dengan para pelayan di sekelilingnya.

"Tunggu dulu."

Namun, Pamela memanggilnya.

Olivia berhenti melangkah dan menoleh dengan tidak sabar, "Kenapa? Kamu mau protes?"

Pamela tersenyum. "Bukan. Hanya saja, Nona Olivia. Aku baru datang dan belum mengerti peraturan apa yang kamu bicarakan. Bisa jelaskan dulu? Aku ingin mengingatnya biar bisa mematuhi perintahmu dengan baik."

Olivia terdiam sejenak, lalu tertawa mengejek. "Wanita miskin sepertimu benar-benar cukup pandai mengamati kondisi saat ini! Baiklah, karena kamu yang minta, aku akan memberikan gambarannya! Dengar, selama kamu berada di sini, kamu jangan banyak bertingkah ...."

"Itu, tunggu sebentar ...."

Pamela terlihat bersungguh-sungguh meminta nasihat, "Nona Olivia, ingatanku nggak bagus. Tolong bicara perlahan denganku di kamar. Aku ingin mengambil pulpen dan kertas, biar bisa mencatatnya secara rinci."

"Sungguh merepotkan!"

Olivia memang merasa dia merepotkan, tetapi tidak melewatkan kesempatan ini untuk menetapkan aturan. Jadi, dia dengan enggan mengikuti Pamela ke dalam kamar.

Tak disangka, pintu kamar tiba-tiba tertutup rapat ketika Olivia masuk.

Pintu terkunci.

Beberapa pelayan yang tidak sempat mengikuti Olivia masuk ke dalam kamar pun mematung di depan pintu.

Mereka terdiam sejenak. Detik berikutnya, mereka mendengar jeritan Olivia yang menyedihkan dari dalam kamar dan buru-buru mengetuk pintu.

"Nona ... Nona ... Nona kenapa?!"

Begitu Olivia memasuki kamar, rambutnya ditarik oleh Pamela dan diseret ke kamar mandi.

Dia berteriak ngeri, "Ah! A ... apa yang kamu lakukan?! Lepaskan aku!"

Pamela menjambak rambut Olivia dengan satu tangan dan mengcengkeram pergelangan tangan Olivia yang lasak itu dengan tangan yang lain, lalu bertanya, "Katakan, air apa yang kamu siramkan padaku barusan?"

Pamela yang saat ini benar-benar sangat jahat, seolah-olah sikap patuh dan jujur yang baru saja dia tunjukkan hanyalah halusinasi.

Seketika, Olivia tidak bisa menahan rasa dingin di tulang punggungnya. "Itu ... itu air bekas cucian ikan di dapur!"

"Oh, begitu!"

Pamela mengatupkan bibirnya. Detik berikutnya, dia menekan kepala Olivia ke dalam kloset.

Olivia, "Ahhhh ... gluk ... gluk ... gluk ...."

Setelah 30 detik, Pamela menarik kepalanya, lalu dia bertanya dengan datar, "Bagaimana perasaan Nona Olivia?"

Wajah Olivia menjadi pucat. Dia berkata dengan marah, "Be ... beraninya kamu melakukan ini padaku?! Kamu ...."

Pamela masih berkata dengan wajah datar, "Kamu yang turun tangan dulu, aku hanya melawan. Kamu menyiramku dengan air kotor, aku membiarkanmu mencicipi air toilet. Ini cukup adil."

Wanita ini benar-benar gila!

Olivia berteriak dengan marah, "Ah! Aku adalah nona besar dari Keluarga Dirgantara! Kakakku sangat menyayangiku! Beraninya kamu melakukan ini padaku!"

Pamela tidak takut, hanya menjawab, "Aku nggak peduli apakah kamu nona besar Keluarga Dirgantara atau bukan. Kakakmu memintaku menikah dengannya untuk jadi nyonya muda, bukan untuk ditindas di Keluarga Dirgantara. Ingat, jangan pernah macam-macam denganku lagi!"

Setelah mengatakan itu, dia menekan kepala Olivia ke dalam kloset lagi.

Kemudian, Pamela melambaikan tangannya.

Olivia segera menengadahkan kepalanya dengan napasnya yang terengah-engah, Olivia juga menangis karena jijik.

Mana pernah dia mengalami penghinaan seperti ini? Dia berjongkok di depan kloset untuk muntah, lalu dia mengertakkan gigi sambil berkata, "Pamela, kamu ... tunggu saja! Aku akan membiarkan kakakku menceraikanmu!"

Pamela terkekeh. "Benarkah? Baguslah kalau begitu. Aku berterima kasih dulu pada Nona Olivia karena sudah membantu kami cerai!"

Melihat Pamela tidak khawatir atau takut sedikit pun, Olivia merasa seolah-olah ancamannya tidak berbobot. Bisa dibilang, dirinya terlihat lemah di depan Pamela.

Setelah menarik Olivia berdiri, Pamela juga menyeretnya keluar dari kamar.

Lalu Pamela segera melepaskan pakaiannya yang amis dan kotor, baru mandi.

Pamela tidak ada pakaian lagi, jadi dia hanya bisa keluar dengan berbalut handuk. Lalu, dia melihat ponsel yang berada di meja menyala.

Pamela berjalan ke sana untuk mengangkat telepon.

Suara rekan kerjanya, Vanda Waskita, terdengar sangat cemas, "Pamela, gawat! Cepat datang ke perusahaan. Sesuatu yang besar telah terjadi!"
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Just Rara
mantap pamela,benar2 gak bisa ditindas sm sekali sm nona muda dirgantara hahaha
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status