"Paman, menikahlah denganku!"
Gadis kecil berusia 10 tahun bersuara keras, , mata bulat bersinar menatap serius pada seorang pria, "Kita pasti akan menjadi sepasang pengantin yang sempurna." Senyum manis bahagia terukir di bibir mungilnya. Pria tampan berusia 20 tahun itu terdiam sejenak, senyum simpul terukir di bibirnya yang tebal.. "Leanna, kau sudah mengatakan ini puluhan kali padaku. Apa kau begitu menyukaiku?" Pandangannya terarah pada gadis kecil yang baru saja mengatakan hal yang tidak masuk akal. "Aku sangat menyukai paman Lucian. Ayo kita menikah sekarang juga dan aku akan tinggal bersama dengan paman selamanya," jawab gadis kecil yang bernama Leanna. Tangan mungil itu menarik tangan besar dan kekar milik pria yang dia panggil paman Lucian. “Leanna, dengarkan aku! Aku tidak bisa menikah denganmu!” tegas Lucian. "Apa itu artinya aku ditolak?" Ekspresi bahagia yang awalnya cerah menjadi muram. Semburat senyum lembut dalam sekejap lenyap digantikan dengan kekecewaan. “Apa paman tidak menyukaiku?” Air mata perlahan mengalir membasahi pipinya. Lucian mengusap rambut Leanna dengan lembut. “ Leanna, jangan menangis. Kau masih terlalu kecil untuk memikirkan tentang pernikahan. Suatu hari, kau akan menemukan pasangan lain yang lebih baik.” Leanna mengenggam lengan Lucian dengan lebih erat. “Aku tidak mau yang lain, aku hanya ingin bersama paman Lucian. Paman, tolong bawa aku bersamamu. Aku tidak ingin kau meninggalkanku sendirian.” "Leanna!" Seorang Wanita memanggilnya dengan tegas. Rengekan gadis itu langsung berhenti. Gadis itu langsung bersembunyi di balik punggung Lucian saat seorang wanita dewasa menghampirinya. Wanita itu adalah Nyonya Lucy- Mama Leanna. Tangan Leanna ditarik paksa, mendekat pada Nyonya Lucy. "Maafkan anak ini telah banyak mengganggumu." "Tidak apa-apa, kak, Leanna tidak menggangguku.” “Bukankah kau harus pergi sekarang? Jika tidak kau mungkin akan tertinggal pesawat.” “Baiklah. Aku akan pergi. Leanna, aku akan datang menemui mu lagi.” Lucian melangkah menjauh dari pandangan Leanna. Leanna menatap satu-satunya cahaya harapannya yang semakin lama semakin buram. “Paman Lucian!” Teriaknya dengan putus asa. Tubuhnya bergerak hendak mengejar Lucian, tetapi tangannya ditarik paksa masuk ke dalam rumah. Nyonya Lucy menatap Leanna dengan ekspresi wajah yang membuat Leanna tidak berani untuk melawan. Apakah tidak ada harapan baginya untuk terlepas dari kehidupan yang menakutkan ini? *** 12 tahun kemudian, Seorang gadis muda duduk dilantai dengan wajah tertunduk. Tubuh kurus seorang gadis berusia 22 tahun gemetar. Kondisi gadis itu membuat siapapun yang melihat akan merasa miris. Kulit putih dipenuhi dengan lebam berwarna biru keunguan. Gadis yang tidak lain aalah Leanna dewasa, merasakan seseorang yang mengamatinya, tetapi dia terlalu takut untuk melihat mereka. Kepalanya tertunduk. "Apa yang akan terjadi padaku setelah ini? Hal apa yang akan mereka lakukan." gumahnya dengan suara yang begitu pelan. Pikiran Leanna dipenuhi dengan hal-hal negatif yang membuatnya semakin takut. Leanna menutup telinganya, tidak ingin mendengar apapun pembicaraan Namun, dia tidak bisa sepenuhnya menghalangi suara seorang pria yang terdengar akrab, tapi nada bicaranya yang tinggi tidak mungkin itu milik pria yang selama ini ditunggu olehnya. "Apa dia benar-benar sampai sejauh itu, bahkan ingin membunuh anaknya sendiri?" Suara seorang pria dengan nada tinggi. "Ya. Anda tahu kondisi Nyonya Lucy, kan? Dia memilki depresi yang parah dan semakin buruk setelah Tuan Roy meninggal.” Leanna mengenali suara itu sebagai suara kepala pelayan. "Lalu, apa yang kalian lakukan selama ini? Kalian telah berada di rumah ini selama bertahun-tahun dan mengetahui jika seorang gadis kecil telah dianiaya, tetapi kalian hanya diam melihatnya menderita?!" Siapa sebenarnya pria itu? Kenapa dia teengar seperti berada di pihak Leanna? Apa pria itu adalah Paman Luciannya? Leanna ingin mengangkat wajahnya, tapi dia terlalu takut jika pria itu bukanlah dia. "Maafkan kami, Tuan Muda. Anda tahu bahwa kami--" "Cukup! Aku tidak ingin mendengar pembelaan. Kemasi barang Leanna, dia akan berada dalam perawatanku sampai Kak Sisi selesai dengan pemulihannya. Tinggalkan aku sendiri bersama Leanna!" Suara langkah kaki terdengar memecah keheningan. Seorang pria melangkah mendekat dan berdiri di depan Leanna. Leanna Han merasakan sentuhan di atas kepalanya. Secara refleks, tubuhnya bergerak menarik diri menjauh. "Jangan takut! Apa kau tidak mengenaliku? Kita pernah bertemu sebelumnya." Suara pria yang sebelumnya menggunakan nada tinggi, berubah menjadi begitu lembut dan menenangkan. Suaranya seperti seorang pria yang selama ini tersimpan dalam ingatan kenangan indah alam hidupnya. Leanna yang awalnya menenggelamkan wajahnya disela-sela kaki, mulai mengangkat wajahnya. Mata yang menatap kosong itu menatap pria di depannya-Lucian Gu. Meskipun penampilan pria ini terlihat berubah, fitur wajahnya semakin dewasa dan tampan. Namun, mata yang menatapnya dengan kelembutan yang masih sama. Ada banyak hal yang ingin Leanna katakan, sayangnya tidak ada satupun kata yang keluar dari bibirnya. Lucian kembali bicara, "Apa kau telah melupakanku? “ Espresinya menunjukkan kekecewaaan. Lucian mencoba membuat Leanna mengingatnya. “Saat kecil kau selalu berada di sekitarku dan berteriak ingin menikah denganku." "Paman Lucian?" Leanna memanggilnya dengan ragu, tetapi tubuhnya sudah bergerak untuk memeluknya, merasa kehangatan yang selama ini dirindukannya. Leanna memeluk Lucian dengan begitu erat dan menangis dengan putus asa. Pelukannya dibalas dengan erat juga. Jari-jarinya menepuk pelan punggungnya. "Maaf, aku baru menemuimu sekarang." Leanna tidak mengatakan apapun, dia hanya bisa menangis. "Paman, jangan tinggalkan aku lagi. Hanya paman satu-satunya yang aku miliki." "Aku tidak akan meninggalkanmu, aku janji. Mulai sekarang kau akan tinggal denganku dan berada dalam perawatanku." Lucian hendak melepas pelukannya, tetapi cengkeraman tangannya begitu erat dan sulit untuk dilepaskan. "Paman, kita akan bersama selamanya, kan?" ucap Leanna meminta kepastian. "Tentu, saja. Jangan khawatirkan tentang itu." "Paman berjanji tidak akan ada yang memisahkan kita, kan?" Gadis kecil yang telah tumbuh dewasa itu melepaskan pelukannya dan mengulurkan kelingking. "Janji, kan?" Lucian tanpa ragu mengulurkan jari kelingkingnya. Mereka membuat janji satu sama lain. "Aku janji akan selalu bersamamu." Senyum cerah terukir menggantikan kesedihan yang ditunjukkan Leanna. "Paman, aku tidak akan pernah melepaskanmu." Leanna mengatakan dengan nada yang terdengar posesif. Lucian hanya tersenyum. Leanna tahu jika Lucian tidak menanggapi ucapannya dengan serius, tetapi Leanna masih bertekad mengubah cara pandang Lucian padanya. Bagaimanapun, mereka tidak memiliki hubungan darah, masih ada peluang bagi Leanna untuk mendapatkan pria ini. Leanna kembali memeluk Lucian kali ini lebih erat dari biasa. Lucian melepaskan pelukannya dengan tidak nyaman. "Leanna, ayo berdiri! Pelayan itu pasti sudah selesai menyiapkan pakaianmu." Lucian mengulurkan tangannya. "Ayo!" Leanna menyambut uluran tangan itu. Dia mengenggam erat tangan itu. Lucian membawa Leanna masuk ke dalam mobilnya. Saat Lucian tidak naik, Leanna menjadi cemas. "Paman, kau mau ke mana? Apa paman berbohong dan ingin meninggalkanku?" teriaknya dengan putus asa. "Aku hanya ingin mengecek barang-barangmu. Tunggu di sini sebentar!" Leanna masih tidak melepaskannya. Tatapan mata gadis itu bergetar menyembunyikan kesedihan yang mendalam. "Paman, aku tidak ingin membawa apapun dari rumah ini. Bisakah kita tidak membawanya?" Lucian mengerutkan keningnya, menatap dengan curiga. Lucian melepaskan tangan Leanna . Pria itu mendekat kea rap pelayan yang mengemas pakaian Leanna. "Apa semua barangnya sudah siap?" tanya Lucian pada seorang pelayan yang ditugaskan. "Ya, Tuan Muda Gu." "Buka kopernya sebentar, aku harus memeriksa sesuatu." Pelayan itu mengerutkan keningnya dan menunjukkan wajah pucat, tapi dia tidak bisa berbuat apapun dan hanya melakukan perintah. Leanna tiba-tiba datang merebut tas itu lalu mendorong koper itu menjauh. Lucian menjadi semakin curiga. "Leanna, kenapa kau melakukan ini?"Lucian masuk ke dalam mobil, diikuti dengan Luna diam-diam tersenyum. "Semoga gadis itu tidak pernah muncul lagi dalam hidup Lucian," ucapnya dalam hati. Lucian melajukan mobilnya melewati Leanna. Cengkeraman tangannya pada kemudi begitu erat saat meliriknya dari kaca mobil. "Lucian, jangan khawatir. Bukankah kau bilang dia akan kembali ke apartemen?" Lucian tidak mengatakan apapun. Pandangannya fokus me depan dengan tatapan dingin. *** Leanna menatap mobil yang semakin menjauh dari pandangnya. Dia tidak menyangka bahwa Lucian akan benar-benar meninggalkannya seperti ini. Leanna menatap dengan sedih Dia menghadang taksi dan masuk ke dalam. "Nona, kemana kita akan pergi." Leanna terdiam sejenak. Dia merogoh tas kecilnya dan melihat uang yang ada disana. Leanna dengan terpaksa menyebutkan alamat rumah besar keluarganya. Taksi itu melaju menyusuri jalanan. Leanna hanya diam sepanjang jalan. Jujur, dia merasa takut bertemu orang-orang itu lagi, khususnya jika ibunya
"Jadi, kau sebenarnya sengaja terus menerus untuk berpihak pada Nona Luna untuk membuat keponakanmu menyerah pada perasaannya padamu, tapi kau takut dia akan membencimu?" ucap Asistennya setelah mendengar curhatan Lucian. "Menurutku kau harus segera menikahi Nona Luna atau setidaknya mengatur pertunangan lebih dulu." "Saranmu sungguh tidak membantu. Aku mulai ragu untuk memilihnya sebagai pasangan." "Bos, tidak mudah menemukan orang yang bisa mengendalikan keponakanmu itu. Selain itu, jika kau memilih yang lain maka keponakanmu pasti akan bertentangan dengannya juga karena dia ingin memilikimu. Bukankah sama saja?" Lucian mulai memikirkan apa yang dikatakan oleh asistennya. "Jika kau mempercepat peresmian hubungan dengan ikatan yang kuat dengan Nona Luna, maka dia pasti akan menyerah, dan jika kau tidak puas setelah menikah dengan Nona Luna maka kau bisa berpisah dengannya di saat keponakanmu sudah move on darimu." Asisten itu kembali memberikan penjelasan. "Selain itu, Tuan
Lucian melajukan mobilnya dengan cepat. Melalui jarak Mobilnya berhenti di tempat parkir sebuah rumah sakit. Lucian masuk ke dalam dengan terburu-buru. Dia masuk ke dalam sebuah bangsal, dia melihat Luna berada di sana. "Bagaimana kondisi Leanna?" "Dia sedang tertidur setelah mendapatkan suntikan." Lucian hendak masuk ke ruangan. Namun, Luna menghentikannya. "Lucian, maafkan aku. Seandainya aku tetap memaksa Leanna sebelumnya, ini pasti tidak akan terjadi." "Tidak apa-apa. Bukankah kau juga telah bertanggung jawab dengan membawanya ke rumah sakit ini? Leanna pasti akan mengerti." Lucian melepaskan tangan Luna. "Aku akan melihat Leanna." "Lucian, aku akan masuk bersamamu." Lucian membuka pintu. Saat itu, Leanna sudah bangun. "Paman, kenapa kau membawa wanita itu?" "Leanna, jangan seperti itu. Luna telah menolongmu saat pingsan," ucap Lucian. "Menolongku? Meskipun kesadaranku sedikit memudar, tapi aku yakin bukan dia yang menolongku! Paman, kau telah diberdaya olehny
"Aku telah membumbuinya dengan beberapa takaran dan juga kematangan daging juga bermacam-macam. Kau bisa memilih mana yang kau sukai," ucap Luna. Leanna terkejut. Dia tidak menyangka Luna telah mempersiapkan ini. Luna mengeluarkan beberapa mangkuk lainnya. "Yang ini kematangan dagingnya pas," kata Luna sambil menunjuk satu mangkuk. "Yang ini bumbunya lebih kuat dari sebelumnya. Luna menjelaskan satu persatu dari isi mangkuk itu. "Jika kau menyukai bumbu yang tajam dan menyengat maka aku menyarankanmu sup yang ini. " Leanna mencicipi salah satunya, begitu juga dengan Lucian (yang tidak sempat Leanna cegah) Leanna hendak memberikan komentar, tetapi Lucian terlebih dahulu bicara, "Rasanya tidak buruk." "Tuan Lucian, apa kau menyukainya? Apa ini sesuai dengan seleramu?" ucap Luna dengan antusias. Leanna merasa kesal. Dia tidak suka ada wanita lain yang mendapatkan pujian dari Lucian. "Ini pemborosan. Kau membuat terlalu banyak makanan. Jika kau menikah dengan pamanku, maka
"Leanna, aku akan tetap pada keputusanku. Aku harap kau akan menerima ini." Suara tangisan terdengar dari pintu kamar Leanna. Lucian kembali mengetuk pintu Leanna. "Leanna, apa kau menangis? Buka pintunya, biarkan aku masuk." "Paman egois! Aku benci paman!" Leanna berteriak dengan keras. "Pergi!" Lucien menghela nafas panjang dan menarik tangannya dari pintu. "Kita akan bicara nanti setelah kau tenang. Aku akan kembali ke kantor. Jika kau butuh sesuatu, telepon aku!" Tidak ada jawaban dari Leanna. Hanya ada suara tangisan yang semakin menyakitkan bagi Lucian. Lucian keluar dari apartemen, tetapi sesekali menoleh ke belakang. Dia merasa khawatir jika Leanna sampai melakukan sesuatu saat Lucian tidak berada bersamanya. Namun, jika dia masih di apartemen, dia tidak akan sanggup mendengar tangisan yang akan mengubah pikiran. Lucian berjalan menuju ke tempat parkir bawah tanah dengan banyak pemikiran rumit di otaknya. Tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya. Lucian meno
"Apa kau akan membatalkan perjodohan ini jika aku memang seperti itu?" ucap Lucian dengan dingin. "Tidak. Namun, kenapa kau harus memantau wanita di rekaman itu? Apa dia keponakanmu?" ucap Luna dengan heran. "Apa kau begitu posesif dengannya?" "Kau terlalu banyak bicara. Kembalilah ke kursimu sendiri." Lucian menatapnya dengan tajam. Luna berbalik kembali ke kursinya. Namun, Lucian memanggilnya lagi. "Tunggu! Ada yang ingin aku diskusikan denganmu." "Ada apa?" "Setelah kita menikah, Leanna akan tinggal bersama dengan kita." Asistennya yang berada tidak jauh diantara mereka, menepuk kepalanya. "Bos, bukankah aku sudah memberitahumu sebelumnya jika--" "Diam! Aku tidak sedang bicara denganmu!" Lucian menegur Asistennya itu. "Lebih baik kau tidak ikut campur." Lucian kembali mengalihkan pandangan ke arah Luna. "Kau tidak keberatan, kan?" "Kenapa? Kenapa dia harus tinggal bersama kita? Bukankah keponakanmu sudah cukup dewasa?" Luna merasa keberatan. "Aku adalah w