Share

Chapter 2 Aku Bukan Bayi Lagi

"Maaf, aku tidak bermaksud untuk membentakmu." Lucian menatap Leanna yang gemetar. Namun, pria itu tidak mengurungkan niatnya awalnya. Dia dengan cepat melangkah mendekat ke arah koper itu.

Leanna mengikuti Lucian, menahan saat pria itu meraih resleting koper. "Paman, aku tidak ingin kau melihatnya. Ini bukan sesuatu yang pantas untuk paman lihat," tegas Leanna.

Lucian menatap Leanna dengan intensitas seolah-olah sedang memberinya peringatan untuk tidak menganggunya.

Wanita yang masih cantik walaupun tertutup lebam itu, menarik tangannya membiarkan Lucian mengambil alih. Ekspresi wajahnya semakin pucat, pandangannya fokus untuk melihat seperti apa ekspresi yang akan dibuat oleh Lucian.

"Apa ini? Bagaimana bisa benda seperti ini ada di dalam tasmu? Apa ini pantas untuk berada di sini?!" ucap Lucian dengan marah.

Mata gelap Lucian beralih ke arah seorang pelayan yang sebelumnya membawa koper itu, "Panggil Kepala Pelayan sekarang juga!"

Pelayan itu dengan takut masuk ke dalam.

Lucian mengalihkan pandangan ke arah Leanna yang saat ini berpaling dari Lucian. Sepasang tangan milik Lucian meraih tubuh ramping yang hanya memiliki sedikit daging di perut itu, menjatuhkan dalam pelukannya.

Leanna memandang ke arah Lucian. "Paman, kau sudah melihatnya. Bukankah aku memalukan? Aku hanya memiliki barang-barang seperti itu dan semua orang menjadikanku bahan tertawaan saat pergi wisata."

Lucian mengusap lembut punggungnya. "Aku janji tidak akan ada yang akan menghina atau merendahkanmu lagi."

Lucian melepaskan pelukannya saat melihat Kepala Pelayan datang. "Kau tunggu di mobil sebentar, aku akan mengurus masalah ini."

Leanna mengangkat wajahnya, memandang Lucian dengan ragu, tetapi saat melihat ekspresi tak tergoyahkan dari pamannya itu, Leanna hanya bisa berjalan ke arah mobil. Sebelum itu dia berhenti dan menoleh ke belakang.

Wanita cantik itu menatap tanpa berkedip saat melihat Lucian melayangkan tinju pada seorang lelaki dewasa yang tidak lain adalah Kepala Pelayan. Sudut bibirnya terukir senyum, lalu dia dengan cepat masuk ke mobil.

Kepala Pelayan yang diserang tiba-tiba itu menunjukkan keluhan, "Tuan Muda Gu, kenapa Anda menyerang saya secara tiba-tiba seperti ini?"

"Kepala Pelayan, aku memintamu untuk mengemas barang milik Lyla, tetapi apa yang kau masukkan ke dalamnya? Pakaian kotor seperti ini?"

"Ini adalah pakaian yang biasa digunakan oleh Nona Muda."

"Kau masih berani memanggil Nona Muda, tapi kau tidak memperlakukannya selayaknya majikan? Dalam sekali pandang sudah jelas bahwa semua pakaian ini berkualitas rendah. Bahkan warnanya saja sudah luntur, kakakku tidak mungkin seburuk itu sampai tidak membelikan pakaian yang layak untuk putrinya sendiri!" Lucian menarik kerah Kepala Pelayan.

"Tuan Muda Gu, Anda tidak mengerti, sejak penyakit kejiwaan Nyonya kambuh, Nyonya Sisi memang keras pada Nona Muda dan tidak pernah membelikan pakaian mahal untuk--"

"Tapi, bukan berarti kalian memperlakukan pakaiannya secara sembarangan, kan? Pakaian lusuh ini seharusnya masih bagus, tapi kalian mencuci dengan sembarangan dan pakaian-pakaian lain juga sengaja di rusak. Kau masih ingin menyalahkan kejiwaan kakakku sebagai penyebabnya!" Lucian kembali melayangkan pukulannya. "Mulai sekarang, kau dan semua pelayan dipecat!"

Kepala Pelayan justru menunjukkan senyuman mengejek. "Tuan Muda Gu, apa hakmu memecat kami? Tidak ada yang dapat mengusir kami selain Nyonya Sisi dan Nyonya Besar."

"Aku akan bicarakan ini pada tetua. Lihat saja, setelah semua terungkap, kau tidak akan bisa lagi membuat alasan!" Lucian menjauhkan tubuhnya, dia memberikan peringatan untuk terakhir kalinya hari ini.

Lucian melangkah meninggalkan kedua orang itu, tanpa menyadari seorang pelayan berbisik ke arah

Dia melangkah menuju ke mobil lalu segera masuk ke dalam. "Kita pergi dari sini sekarang juga!" ucap Lucian pada supirnya.

Lucian mengalihkan pandangan ke arah Liya. Melihat gadis muda ini hanya diam sepanjang waktu membuatnya ragu untuk bertanya.

Leanna menoleh ke arah pamannya yang muda dan tampan, "Apa paman ingin bertanya bagaimana aku diperlakukan di rumah?"

"Bagaimana kau tahu?" Lucian mengerutkan kening.

"Itu terlihat jelas dalam situasi seperti ini, tetapi, apa paman akan percaya dengan apa yang aku katakan? Semua orang bahkan tidak mempercayaimu. Mereka hanya berpikir bahwa aku mencoba untuk mencemarkan nama baik orang lain. Kakek bahkan berkata begitu." Leanna hanya menunjukkan ekspresi datar.

"Kakek? Apa maksudmu papaku?"

Leanna mengangguk.

"Leanna, aku berbeda dengan Papaku. Aku akan selalu percaya dengan perkataanmu. Jadi, ceritakan padaku apa yang ingin kau katakan pada orang lain," ucap Lucian mencoba untuk membuka hati Leanna. Dia tidak bisa membayangkan seberapa menderitanya gadis mungil yang dulu ceria berakhir seperti ini tanpa ada orang yang dapat membantunya. "Dan juga, papaku tidak sepenuhnya tidak mempercayaimu, buktinya dia mengirimiku untuk membawamu."

Leanna membuka bibirnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi suara panggilan telepon di ponsel Lucian menghentikannya.

"Tunggu sebentar. Aku harus menjawab telepon."

Lucian mengambil ponselnya. "Hallo, Papa tenang saja, saat ini Leanna sudah aman bersamaku dan aku akan tinggal bersamanya mulai sekarang."

"Tidak! Kalian tidak bisa tinggal bersama. Bawa saja Leanna ke kediaman. Biarkan ibumu yang merawatnya!"

Lucian melirik kearah Leanna yang menatapnya dengan matanya yang sedu. "Papa, apa Papa tidak mempercayai aku bisa merawatnya dengan baik? Lagipula kondisi mental Leanna saat ini juga masih belum sepenuhnya stabil."

"Apa aku bisa percaya padamu saat melihat kebiasaan buruk mu itu dan juga kau hanya akan membuat orang lain salah paham. Kau hanya akan memberikan dampak buruk bagi Leanna."

Lucian merenung sejenak.

Leanna tiba-tiba saja menyandarkan kepala di bahu Lucian, tangannya melingkar di lengan pria itu. "Paman, ada apa?"

Lucian menggelengkan kepalanya. Dia Kembali melanjutkan pembicaraan di telepon. "Papa, aku akan merubah kebiasaanku selama Leanna ada di kediamanku dan bertindak hati-hati, jadi biarkan aku merawatnya. "

"Terserah kau saja. Namun, pastikan untuk menjamin bahwa kau tidak akan tergoda oleh keponakanmu."

Lucian justru tertawa kecil. "Papa, aku tidak akan mungkin menyentuh keponakanku. Dia seperti seorang bayi yang aku besarkan."

"Baguslah, jaga janjimu itu!" Panggilan berakhir.

Leanna tidak terlalu mendengar apa yang mereka bicarakan di telepon, tetapi kalimat terakhir yang diucapkan oleh Lucian membuat sesuatu yang memberontak di dalam hatinya menimbulkan rasa sakit. Dia tidak menyukai pandangan menjadi bayi.

"Paman, aku bukan bayi lagi, tapi aku telah menjadi dewasa."

Lucian terkejut dengan perkataan tiba-tiba yang terlontar dari bibir Leanna. "Ya, aku tahu itu. Namun, kau akan tetap menjadi gadis kecil kesayanganku!"

"Aku tidak mau hanya menjadi gadis kecil! Paman Lucian, kau tidak bisa menganggap pengantinmu seperti itu!"

"Pengantin?" Lucian mengerutkan kening.

"Paman, apa kau lupa janji yang kita buat saat aku masih kecil? Kau juga membuat janji hari ini. Apa Paman akan melanggarnya?" Leanna semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Lucian.

Lucian menelan ludah melihat wajah cantik dari jarak dekat, pandangannya tanpa sadar terarah pada bibir merah yang hampir menyentuh bibirnya hanya dalam sekali gerakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status