"Maaf, aku tidak bermaksud untuk membentakmu." Lucian menatap Leanna yang terlihat terkejut. Namun, pria itu tidak mengurungkan niatnya awalnya. Dia dengan cepat melangkah mendekat ke arah koper itu.
Leanna mengikuti Lucian, menahan saat pria itu meraih resleting koper. "Paman, aku tidak ingin kau melihatnya. Ini bukan sesuatu yang pantas untuk paman lihat,” ucap Leanna menghalangi Lucian. Lucian menatap Leanna dengan intensitas,memberinya peringatan untuk tidak menganggunya. Wanita yang masih cantik walaupun tertutup lebam itu, menarik tangannya dengan ragu. Ekspresi wajahnya semakin pucat, pandangannya fokus untuk melihat seperti apa ekspresi yang akan dibuat oleh Lucian. "Apa ini? Bagaimana bisa benda seperti ini ada di dalam tasmu? Apa ini pantas untuk berada di sini?!" ucap Lucian dengan marah. Mata kecokeletan yang tajam milik Lucian beralih ke arah seorang pelayan yang sebelumnya membawa koper itu, "Panggil Kepala Pelayan sekarang juga!" Pelayan itu dengan takut melangkah masuk kembali ke dalam untuk memanggil kepala pelayan. Lucian mengalihkan pandangan ke arah Leanna yang saat ini tidak berani menatap Lucian dari Lucian. Leanna berbicara dengan nada rendah, "Paman, kau sudah melihatnya. Bukankah aku memalukan? Aku hanya memiliki barang-barang seperti itu dan semua orang menjadikanku bahan tertawaan saat pergi wisata." Lucian menarik tubuh Leanna ke dalam pelukannya. "Aku janji tidak akan ada yang akan menghina atau merendahkanmu lagi. Aku juga akan memberikanmu segala hal yang lebih baik dari yang kau terima " Lucian melepaskan pelukannya saat melihat Kepala Pelayan datang. "Kau tunggu di mobil sebentar, aku akan mengurus masalah ini." Leanna mengangkat wajahnya, memandang Lucian dengan ragu, tetapi saat melihat ekspresi tegas dari pamannya itu, Leanna hanya bisa berjalan ke arah mobil. Sebelum itu dia berhenti dan menoleh ke belakang. Wanita cantik itu menatap tanpa berkedip saat melihat Lucian melayangkan tinju pada seorang lelaki dewasa yang tidak lain adalah Kepala Pelayan. Sudut bibirnya terukir senyum, lalu dia dengan cepat masuk ke mobil.***
Kepala Pelayan yang diserang tiba-tiba itu menunjukkan keluhan, "Tuan Muda Gu, kenapa Anda menyerang saya secara tiba-tiba seperti ini?" "Kepala Pelayan, aku memintamu untuk mengemas barang milik Leanna, tetapi apa yang kau masukkan ke dalamnya? Pakaian kotor seperti ini?" "Ini adalah pakaian yang biasa digunakan oleh Nona Muda." "Kau masih berani memanggil Nona Muda, tapi kau tidak memperlakukannya selayaknya majikan? Dalam sekali pandang sudah jelas bahwa semua pakaian ini berkualitas rendah. Bahkan warnanya saja sudah luntur, kakakku tidak mungkin seburuk itu sampai tidak membelikan pakaian yang layak untuk putrinya sendiri!" Lucian menarik kerah Kepala Pelayan. "Tuan Muda Gu, Anda tidak mengerti, sejak penyakit kejiwaan Nyonya Lucy kambuh, Nyonya memang keras pada Nona Muda dan tidak pernah membelikan pakaian mahal untuk--" "Jangan banyak alasan! Pakaian lusuh ini seharusnya masih bagus, tapi kalian mencuci dengan sembarangan dan pakaian-pakaian lain juga sengaja di rusak. Kau masih ingin menyalahkan kejiwaan kakakku sebagai penyebabnya!" Lucian kembali melayangkan pukulannya. "Mulai sekarang, kau dan semua pelayan dipecat!" Kepala Pelayan justru menunjukkan senyuman mengejek. "Tuan Muda Gu, apa hakmu memecat kami? Tidak ada yang dapat mengusir kami selain Nyonya Lucy dan Nyonya Besar." "Aku akan bicarakan ini pada tetua. Lihat saja, setelah semua terungkap, kau tidak akan bisa lagi membuat alasan!" Lucian menjauhkan tubuhnya, dia memberikan peringatan untuk terakhir kalinya hari ini. Lucian melangkah meninggalkan kedua orang itu, tanpa menyadari seorang pelayan berbisik ke arah Dia melangkah menuju ke mobil lalu segera masuk ke dalam. "Kita pergi dari sini sekarang juga!" ucap Lucian pada supirnya. Lucian mengalihkan pandangan ke arah Leanna. Melihat gadis muda ini hanya diam sepanjang waktu membuatnya ragu untuk bertanya. Leanna menyadari lirikan Lucian. "Apa paman ingin bertanya bagaimana aku diperlakukan di rumah?" Tanya Leanna menebak apa yang ingin dibicarakan oleh Lucian. "Bagaimana kau tahu?" Lucian mengerutkan kening. "Itu terlihat jelas dalam situasi seperti ini, tetapi, apa paman akan percaya dengan apa yang aku katakan? Semua orang bahkan tidak mempercayaimu. Mereka hanya berpikir bahwa aku mencoba untuk mencemarkan nama baik orang lain. Kakek bahkan berkata begitu." Leanna hanya menunjukkan ekspresi datar. "Kakek? Apa maksudmu papaku?" Leanna mengangguk. "Leanna, aku berbeda dengan Papaku. Aku akan selalu percaya dengan perkataanmu. Jadi, ceritakan padaku apa yang ingin kau katakan pada orang lain," ucap Lucian mencoba untuk membuka hati Leanna. Dia tidak bisa membayangkan seberapa menderitanya gadis mungil yang dulu ceria berakhir seperti ini tanpa ada orang yang dapat membantunya. "Dan juga, papaku tidak sepenuhnya tidak mempercayaimu, buktinya dia mengirimiku untuk membawamu." Leanna membuka bibirnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi suara panggilan telepon di ponsel Lucian menghentikannya. "Tunggu sebentar. Aku harus menjawab telepon." Lucian mengambil ponselnya. "Hallo, Papa tenang saja, saat ini Leanna sudah aman bersamaku dan aku akan tinggal bersamanya mulai sekarang." "Tidak! Kalian tidak bisa tinggal bersama. Bawa saja Leanna ke kediaman. Biarkan ibumu yang merawatnya!" Lucian melirik kearah Leanna yang menatapnya dengan matanya yang sedu. "Papa, apa Papa tidak mempercayai aku bisa merawatnya dengan baik? Lagipula kondisi mental Leanna saat ini juga masih belum sepenuhnya stabil." "Apa aku bisa percaya padamu saat melihat kebiasaan buruk mu itu dan juga kau hanya akan membuat orang lain salah paham. Kau hanya akan memberikan dampak buruk bagi Leanna." Lucian merenung sejenak. Leanna tiba-tiba saja menyandarkan kepala di bahu Lucian, tangannya melingkar di lengan pria itu. "Paman, ada apa?" Lucian menggelengkan kepalanya. Dia Kembali melanjutkan pembicaraan di telepon. "Papa, aku akan merubah kebiasaanku selama Leanna ada di kediamanku dan bertindak hati-hati, jadi biarkan aku merawatnya. " "Terserah kau saja. Namun, pastikan untuk menjamin bahwa kau tidak akan tergoda oleh keponakanmu." Lucian justru tertawa kecil. "Papa, aku tidak akan mungkin menyentuh keponakanku. Dia seperti seorang bayi yang aku besarkan." "Baguslah, jaga janjimu itu!" Panggilan berakhir. Leanna tidak terlalu mendengar apa yang mereka bicarakan di telepon, tetapi kalimat terakhir yang diucapkan oleh Lucian membuat sesuatu yang memberontak di dalam hatinya menimbulkan rasa sakit. Dia tidak menyukai pandangan menjadi bayi. "Paman, aku bukan bayi lagi, tapi aku telah menjadi dewasa." Lucian terkejut dengan perkataan tiba-tiba yang terlontar dari bibir Leanna. "Ya, aku tahu itu. Namun, kau akan tetap menjadi gadis kecil kesayanganku!" "Aku tidak mau hanya menjadi gadis kecil! Paman Lucian, kau tidak bisa menganggap pengantinmu seperti itu!" "Pengantin?" Lucian mengerutkan kening. "Paman, apa kau lupa janji yang kita buat saat aku masih kecil? Kau juga membuat janji hari ini. Apa Paman akan melanggarnya?" Leanna semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Lucian. Lucian menelan ludah melihat wajah cantik dari jarak dekat, pandangannya tanpa sadar terarah pada bibir merah yang hampir menyentuh bibirnya hanya dalam sekali gerakan."Mereka membatalkan pertemuan dengan keponakan anda," ucap Asistennya. "Apa? Apa mereka sedang menantangku? Beraninya mereka menolak!" Lucian menujukan amarahnya. "Catat nama mereka semua dan hancurkan perusahaan mereka!" "Tidak bisa. Mereka partner penting perusahaan. Jika perusahaan mereka berantakan maka perusahaan kita juga akan merugi, " ucap Asistennya menolak. "Bos, berhentilah bertindak seperti pemeran utama dalam novel CEO Sombong!" "Diam kau! Jangan mengolok-olokku! Kau harus hubungi pria lainnya dan kali ini bukanlah orang yang akan membatalkan janji secara mendadak. Aku akan memberimu waktu--" "Paman, tidak perlu memaksa mereka. Aku yakin tidak ada diantara mereka yang mau bertemu denganku. Aku akan kembali ke kamarku," Leanna menundukkan ekspresi kecewa, tetapi hatinya bersorak gembira. Dia tidak perlu bersusah payah untuk mengacau. "Leanna, lupakan orang-orang bodoh yang tidak mau menemuimu. Aku yakin para pria yang tersisa akan berebut untuk bersamamu." Luci
Lucian memegang kedua bahu Leanna untuk menghentikannya dan mendorongnya untuk duduk . "Pilih dengan benar! Mereka bersekolah di universitas yang sama denganmu." Lucian berdiri di samping Leanna, melihat ke arah foto-foto para pria muda. "Bagaimana dengan pria ini? Dia akan menjadi pewaris tunggal!" Leanna menoleh ke arah Lucian. "Tapi, dia tidak seperti paman." Lucian menoleh ke arah Leanna. Mereka berdua saling bertatapan. "Fokus saja dengan foto-foto itu dan carilah yang lebih dariku." "Tapi, tidak ada yang lebih dari paman," suara Leanna begitu lembut dan pelan hampir seperti sebuah bisikan yang hanya di dengar oleh keduanya dengan jelas. Lucian tidak menunjukkan reaksi yang Leanna inginkan. Justru terlihat seperti, Lucian sedang mengabaikan pengakuan Leanna sebagai omong kosong. "Leanna, bersikaplah serius! Kau harus mendapatkan pasangan yang bisa membuatmu menjauh dari pria bernama Luca itu." Lucian memegang kepala Leanna dan memutarnya untuk melihat ke arah daftar fo
"Aku akan memblokirnya!" ucap Lucian memindahkan nomer Luca ke daftar hitam. "Jangan pernah menghubunginya lagi!" Leanna mengerutkan keningnya, "Paman Lucian, apa biasanya seorang paman akan bersikap posesif seperti ini? Apakah ini sungguh wajar?" Lucian membeku dengan pertanyaan yang tiba-tiba. Dia merenungkan tentang apa yang dia lakukan. "Ini....tentu saja. Aku menjauhkanmu darinya karena dia orang yang tidak baik. Jadi, ini hal wajar!" Lucian memberikan alasan yang masuk akal untuk Leanna dan juga dirinya sendiri. "Kau harus istirahat. Aku akan pergi ke ruanganku untuk bekerja. "Paman, maaf aku selalu merepotkanmu. Pekerjaanmu juga selalu tertunda karena aku." "Jangan mengatakan itu. Aku tidak suka kau selalu merasa bersalah saat aku membantumu. Ini sudah tugasku!" Leanna memandang Lucian yang menghilang dari balik pintu. "Paman, kenapa kau tidak jujur dengan perasaanmu padaku?" *** Lucian tidak bisa fokus bekerja. Pertanyaan Leanna telah menganggu konsentrasinya. "T
"Leanna!" Luca yang telah berhasil masuk, memanggil nama Leanna. Leanna membuka matanya karena terganggu dengan suara yang memanggilnya. "Luca, kenapa kau di sini?" "Kau sungguh keras kepala ya!" Lucian menarik tangan Luca. "Keluar dari sini!" Lucian menarik tangan Luca dengan kasar. Kekuatan mereka berbeda jauh, meskipun Luca berusaha untuk menepis tangannya, tapi tidak bisa melepaskan diri. Tubuh Luca terlempar keluar ruang rawat. Lucian memberikan ancaman, "Berani kau masuk, aku akan mematahkan kakimu!" "Anda bisa melakukan itu, asalkan saya diizinkan untuk bicara dengan Leanna!" ucap Luca tanpa menunjukkan ekspresi takut. "Kau benar-benar ya!" Lucian mengambil ponselnya-menelepon seseorang. "Cepat bawa orang ini keluar sekarang juga!" Tidak lama setelah Lucian mengakhiri panggilan, dua orang bodyguard datang dan langsung menarik Luca keluar. Lucian menghela nafas lega, meskipun hanya sementara. Dia yakin orang itu akan melakukan cara lain untuk bisa mendekat
Lucian mendaratkan tinju langsung ke wajah Luca. "Apa yang kau lakukan pada Leanna? Kau hanya menjadi pengacau dalam kehidupan Leanna." Luca hanya diam saja. Wajahnya tertunduk menujukkan ekspresi penyesalan. Dia tidak peduli dengan rasa sakit dan lebam di wajahnya. Dokter membuka pintu. Lucian mendekat ke arahnya. "Bagaimana kondisinya?" "Apa anda keluarga pasien? Pasien mengalami tanda-tanda alergi. Apa dia makan sesuatu sebelumnya?" "Dia makan cake berisi kacang merah," jawab Luca saat Lucian menoleh ke arahnya. Dokter memberikan beberapa informasi sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua. Lucian menarik kerah Luca. "Kau! Apa kau sengaja ingin mencelakai keponakanku?" "Tidak mungkin aku akan melakukan hal buruk pada Leanna," ucap Luca dengan tegas melepaskan tangan Lucian dari lengannya. "Seandainya saya tahu Leanna milik alergi terhadap kacang merah, aku tidak akan memesankan untuknnya!" "Kau lebih baik tinggalkan Leanna dan kau dipecat! Aku tidak bisa membiar
Luca melepaskan tangannya. Yuna memegangi bagian lengannya yang merah. "Aku akan tetap melaporkan ini sebagai tindak kekerasan." Leanna berdiri dari tempat duduknya. "Aku akan membayar biaya perawatanmu, tidak perlu memperumit masalah!" "Kau! Apa kau merasa menjadi wanita kaya? Jika aku memintamu membayar 1 juta dolar, apa kau sanggup untuk membayar?" ucap Yuna menyeringai. "1 juta dolar? Kau terlalu berlebihan. Tanganmu bahkan tidak patah," ucap Leanna mencibir. "Memang tidak patah, tapi kerusakan mentalku sangat mahal. Namun...." Yura menunjukkan senyum liciknya. "Jika kau membiarkan aku menampar pipimu, aku akan melupakan masalah ini!" "Berani menamparnya maka jangan harap bisa kembali ke kota ini lagi!" Lucian melangkah mendekat dengan aura kuat yang mengintimidasi. Yuna langsung mematung saat Lucian mendekat ke arahnya. "Kenapa kau masih disini? Kau ingin aku--" "Tidak! Saya akan pergi." Yura berlari ketakutan. Lucian mengusap pipi Leanna. "Apa dia menyakit