KRISNA pernah sesekali mengharapkan sebuah keajaiban hadir di tengah kemelut di hatinya. Seperti tiba-tiba dia bisa melupakan masa lalunya. Pikirannya yang tengah berkecamuk sekarang, sudah cukup melelahkan. Terlebih saat perkataan Bima kembali berdengung di telinganya.Pria itu meneguk minumannya dengan perlahan. Tidak tahu ke mana harus melarikan diri lagi. Lalu saat bersamaan suara seseorang yang memanggil namanya terdengar.“Kris?”Dengan wajahnya yang berantakan, lantaran Krisna sudah seharian ini belum pulang usai bertugas. Kehadiran Awan yang tiba-tiba berdiri tak jauh darinya bukan salah satu hal yang diharapkannya.Tolong katakan semua ini hanya mimpi.Tapi sekuat apapun Krisna berusaha mengelak. Aroma wangi yang sangat dikenal dari perempuan itu meruntuhkan dinding pertahanannya.“Ada apa?” Ada getar lemah yang terdengar dari suara Krisna. Seandainya saja Awan tahu jika semuanya hanyalah sandiwara, Krisna pasti terlihat menyedihkan dan ditertawakan.“Aku ganggu?”Krisna tid
“Hai, Sayang.”Krisna dan Bima baru saja melewati pintu kedatangan saat Yura sudah berdiri tak jauh dari pintu tersebut. Pria itu lantas menarik pinggang Yura, melingkarkan tangannya ke belakang sembari mengecup kening perempuan itu.“Udah lama nunggunya?” tanyanya sekali lagi.Sementara Yura melotot ke arahnya. “Krisna!” “Kenapa, sih?” Krisna menoleh ke arah Bima. “Bim, kenalin ini, Yura. Calon bini gue.”“Hai, gue Bima.” Bima menjulurkan tangannya ke arah Yura, yang langsung disambut oleh perempuan itu.“Gue Yura.”“Akhirnya, ada yang mau juga sama dia. Udah yakin nikah sama dia kan, Ra?” tanya Bima bercanda. “Doakan aja gue nggak salah pilih ya, Bim.” Yura melirik ke arah Krisna yang tampak tak terima dengan jawaban perempuan itu. “Apaan sih kalian berdua! Udah yuk! Bim, gue balik, ya?” Usai berkenalan dengan Bima, keduanya lantas meninggalkan pintu kedatangan dan langsung bergegas menuju area parkiran.“Kamu tunggu di sini aja. Biar aku yang ambil mobilnya.”“Nggak usah, Kris
Tidak ada dekorasi spesial yang sengaja disiapkan untuk menyambut kedatangan keluarga Krisna malam itu. Mengingat bahwa hanya akan ada Yura, ibunya, ayahnya, ditambah Abhimana dan keluarga Krisna.“Ma, Mama mau masak untuk sekampung apa gimana?” ujar Yura saat melihat ibunya masih sibuk di dapur. Dibantu dengan beberapa pegawainya, Wulan menoleh ke arah Yura yang tampak kaget melihat dapur rumahnya banyak makanan di sana.“Ini kan bukan cuma acara makan malam biasa, Ra. Malam ini adalah malam spesial karena kamu bakalan dilamar sama Nak Krisna. Harus dibuat spesial juga, dong.”Yura mengembuskan napas lelah, tidak menyangka jika ibunya akan seantusias ini. Sementara di belakang rumah sana, ada Dharma—ayahnya Yura bersama Abhimana yang tengah menyiapkan taman belakang yang nanti malam akan digunakan untuk berlangsungnya acara.“Sayang, kok ngalamun?”Yura mengerjapkan matanya. Lalu tersenyum kikuk saat mendapati Dharma berdiri di hadapannya.Entah sudah berapa lama Yura tidak bertemu d
TIDAK pernah terpikirkan bahwa Krisna akan berdiri di hadapan orang tuanya dan orang tua Yura malam ini. Dia mulai menyematkan sebuah cincin yang sempat dipesannya beberapa waktu lalu. Hati Krisna tiba-tiba saja berdebar kencang.Krisna tidak pernah menyangka jika dia akan bertunangan dengan Yura, padahal jelas-jelas dia sempat hampir merelakan perempuan itu.“Terima kasih, Nak Krisna.” Dharma menepuk bahu Krisna sembari mengulas senyuman.“Saya yang seharusnya berterima kasih sama Om Dharma karena sudah mengizinkan saya untuk melangkah ke jenjang serius bersama Yura.”Usai acara inti berlangsung, sisa malam itu diisi dengan menikmati beberapa hidangan yang tersaji di atas meja. Beberapa dari mereka tengah berbincang, entah apa yang tengah dibicarakan mereka di sana. Tapi Krisna bisa melihat Yura tengah tertawa di sana.“Tolong jaga Yura ya, Nak Krisna.” Dharma mengulas senyuman. “Om sudah terlalu banyak menciptakan luka di hati Yura. Dia butuh penawar luka, dan satu-satunya orang yan
“Abang nugas lagi kapan?” Pertanyaan yang meluncur dari mulut Yura itu sejenak mengalihkan pandangan Krisna ke arah perempuan itu. Beruntung lampu lalu lintas menyala merah, Krisna bisa menoleh sepenuhnya ke arah Yura.“Bang! Apaan, sih?” sungut Yura saat menyadari Krisna tersenyum mencurigakan ke arahnya. “Ra, aku pengen cium kamu boleh, nggak?”Yura seketika membelalak. Namun belum perempuan itu menjawab ucapan Krisna, pria itu sudah lebih dulu melepaskan sabuk pengaman yang membelit di badannya. Dan detik selanjutnya, Krisna mencium bibir Yura dengan cepat.Yura sempat menahan napas selama beberapa saat. Agak terkejut dengan sikap Krisna yang tiba-tiba melakukan hal ini. Namun terlambat bagi perempuan itu untuk memberontak. Yang dilakukan Yura justru memejamkan matanya. Napas keduanya terengah-engah. Krisna menjadi yang pertama kali menarik diri, saat suara klakson di belakangnya terdengar.Kekeh singkat terdengar, Krisna kembali mencium sudut bibir Yura dengan singkat sebelum k
“Bu… Ibu di mana?”Tubuh Krisna menggigil hebat menahan rasa dingin yang menelusup ke sekujur tubuhnya.Giginya bergemeletuk hebat. Hujan di luar sana yang tampak lebat, tak menyurutkan keinginan Krisna untuk menunggu kehadiran ibunya.Tidak peduli jika malam kian larut, perutnya mulai melilit karena menahan lapar, dan juga wajahnya yang mulai pucat. Yang diinginkan Krisna hanyalah kehadiran ibunya.“Bu… Abang lapar, Bu.” Tangisan Krisna semakin menggugu diiringi dengan tubuhnya yang menggigil hebat.***Keringat dingin membasahi sekujur tubuh Krisna. Tubuhnya menggigil, seolah tengah menahan rasa sakit. Tangannya mencengkram kuat selimut yang membalut tubuhnya dengan sisa-sisa tenaganya. Pria itu terlihat ketakutan.Krisna tersentak hebat saat terbangun dari tidurnya dengan kepanikan yang semakin nyata. Peluh keringat membanjiri wajahnya. Pria itu lantas terduduk sambil menyandarkan punggungnya pada headboard, lalu tiba-tiba bulir bening meleleh dari sudut matanya.Krisna memejamkan
Tidak ada percakapan apapun sepanjang mobil yang dikendarai mereka melaju meninggalkan kediaman Yura.Setelah berpamitan, keduanya bergegas menuju bandara. Siang ini mereka akan terbang ke Bali untuk mengunjungi suatu tempat.“Bang…”“Iya, Sayang?”Ada sedikit perasaan lega yang hadir di hati Yura. Setelah melihat pria itu menangis, entah kenapa perempuan itu bisa merasakan kesedihan yang mendalam.“Mimpi tentang… ibu kandungku.”Ada banyak pertanyaan yang mendadak hadir di hati perempuan itu. Tapi secepat itu pula Yura mencoba menepisnya. Akan tiba waktunya nanti Krisna akan cerita dengan sendirinya.“Nggak usah sok misterius gitu deh, Bang. Sebenarnya Abang ke Bali ada kepentingan apa, sih?” tanya Yura dengan wajahnya bersungut-sungut. Bahkan sampai detik ini, Krisna tidak memberitahu ke mana tujuan mereka pergi ke Bali.Krisna mengulas senyuman, genggaman tangannya semakin erat di sana. “Tau apa yang bikin aku sedikit lega?”Yura mengerutkan keningnya. “Apa?”“Aku lega dan merasa b
Pandangan Krisna kini terpaku pada sebuah bangunan—yang meskipun sudah lama sekali tidak dikunjunginya, masih terlihat sama seperti bertahun-tahun lalu.Panti Asuhan Pelita Harapan. Salah satu panti asuhan yang berada di kawasan Badung Selatan, tempat di mana Krisna pernah tinggal di sana.Pria itu menghela napas gusar. Tertangkap jelas dari sepasang matanya yang tampak gamang, sementara Yura yang melihatnya, memilih untuk tidak mengusiknya.“Mau turun?”Mengerjapkan matanya, Yura lantas mengangguk. “Iya.”Keduanya memutuskan untuk turun dari mobil. Sebelum melewati pagar, Krisna sempat membuka bagasi belakang mobil. Ada beberapa bahan-bahan makanan, seperti beras, minyak goreng, gula, tepung, aneka bumbu dapur, dan masih banyak lainnya.Mereka lantas melangkah melewati pagar dengan kedua tangannya yang menenteng boks belanjaan, bersamaan dengan pintu rumah itu dibuka seseorang.Tatapan Krisna bertumbukan dengan sepasang mata teduh seorang perempuan paruh baya. Seulas senyum terbit di