LOGINTentu saja Rina sangat terkejut karena telponnya tiba-tiba diputus.
"Loh kok putus? Mas, Mas Helmi! Halo! Sialan!" umpat Rina. Wanita itu kembali berusaha untuk menghubungi Helmi. Sementara itu Tasya langsung pura-pura tidur agar Helmi tidak curiga. Helmi melihat sang istri yang nampaknya sudah tidur, pria itu sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Sungguh ia tidak peduli dan membiarkan istrinya tidur. Tak berselang lama, suara dering ponselnya mengejutkan pria itu. Ia segera mengambilnya sambil memperhatikan Tasya, memastikan jika sang istri sudah tertidur. Wanita itu memang pura-pura tidur pulas agar terkesan jika dirinya tidak mendengar apa pun di sekitarnya. Setelah Helmi merasa aman, lantas ia segera mengangkat teleponnya yang ternyata itu adalah Rina. Agaknya ia sedikit menjauh dari Tasya untuk mengantisipasi jika Tasya terbangun. "Iya halo, ada apa kamu telepon aku sekarang?" kata Helmi dengan suara lirih karena ia tahu itu adalah suara Rina. "Mas, kenapa kamu tutup teleponku?" jawab Rina dengan kesal. "Menutup teleponmu? Aku nggak ngerasa nelpon kamu!" jawab Helmi bingung. "Tadi aku telepon kamu masa nggak tahu?" kata Rina lagi. "Sumpah beneran, ini aku habis mandi dan ini saja aku baru tahu kamu nelpon aku! Jangan-jangan tadi...!" Helmi langsung melihat ke arah Tasya yang sedang tidur. Ia curiga jika Tasya yang mengangkat teleponnya. "Jangan-jangan apa, Mas?" sahut Rina penasaran. "Oh tidak apa-apa, lupakan! Ada apa kamu telepon malam-malam, kau tahu aku sedang berada di rumah, besok kan bisa?" seru Helmi dengan suara lirih agar tidak terdengar oleh sang istri. "Kok kamu marah sih, Mas. Aku tuh cuma mau bilang, aku pingin ketemu kamu sekarang, bisa, kan? Aku belum puas bermain tadi siang," kata Rina dengan manja. "Aduh, nggak bisa Rin. Kita nggak bisa ketemuan sekarang, istriku ada di sini, gila aja kalau aku tidak ada di kamar, dia pasti curiga!" jawab Helmi dengan waspada. "Pokoknya aku nggak mau tahu, aku mau kita ketemu sekarang. Kalau kamu nggak mau, aku akan datang ke rumah kamu, kau tahu aku tidak pernah main-main, Mas!" ancam Rina dengan sungguh-sungguh. Helmi langsung panik, ia tahu bagaimana watak dan karakter Rina yang keras kepala. Wanita itu bisa saja nekad jika Helmi tidak menuruti permintaannya. "Oke, oke, aku akan menemuimu sekarang, tapi awas jangan sampai kamu datang ke rumah!" balas Helmi mengingatkan. "Nah, gituu dong! Okay, aku tunggu di tempat biasa, muachh! Sampai ketemu, Sayang!" Akhirnya, obrolan mereka berakhir. Helmi terpaksa mengikuti permintaan Rina untuk bertemu di tempat biasa. Namun, ternyata Tasya mendengarkannya, wanita itu pun berinisiatif untuk mengikuti suaminya pergi malam ini. "Mas Helmi mau pergi malam-malam dengan Rina? Pasti mereka sedang melakukan perbuatan gila itu lagi! Aku tidak bisa membiarkan ini. Semua harus tahu kebusukan suamiku terutama Mama, keluarga ini harus tahu bagaimana brengsek nya anak kebanggaan mereka! Dan setelah ini aku akan mengurus perceraianku dengan segera, tapi aku harus mengumpulkan bukti-bukti dulu jika mereka memang pasangan selingkuh!" gumamnya serius. Setelah Helmi bersiap untuk pergi, pria itu kembali memeriksa istrinya. Setelah dirasa Tasya benar-benar tidur nyenyak. Helmi pun bersiap untuk pergi, namun sebelum itu ia sempat geleng-geleng kepala melihat betapa pulasnya saat Tasya tidur. "Astaga, pantesan aja badanmu makin lama makin membuatku tak selera, tidur saja seperti orang mati!" gerutu Helmi yang seolah enggan untuk melihat sang istri yang baginya terlihat membosankan. Pria itu lantas keluar kamar untuk menemui Rina yang sudah menunggunya. Suasana rumah sudah sepi, semua penghuni rumah sudah tidur. Helmi keluar dengan hati-hati agar tidak ada yang bertanya ia pergi ke mana. Sayangnya, sepandai-pandainya ia berhati-hati, tetap saja ada orang rumah yang tahu ia hendak keluar. "Mau ke mana, Mas? Kok buru-buru?" Suara Kenny tiba-tiba mengejutkan Helmi. Pria itu langsung menoleh dan melihat wajah adik iparnya yang belum tidur. "Eh, Ken! Kamu di sini! Iya, aku mau pergi sebentar, ada urusan kantor yang harus aku selesaikan sekarang juga!" jawabnya gugup. "Urusan kantor? Malam-malam begini? Pasti penting banget ya, Mas?" kata Kenny menambahkan, namun pria itu tidak percaya begitu saja dengan alasan Helmi. "Iya, tentu saja. Kamu benar, ini sangat penting sekali dan aku tidak bisa menundanya!" jawab Helmi lagi. Kenny melihat penampilan Helmi yang tidak biasanya. Seperti orang yang sedang ketemuan dengan orang spesial. "Ohhh gituu, ngomong-ngomong tapi Mas Helmi kelihatan rapi banget, udah gitu wangi. Pasti Mas mau ketemu sama klien penting ya, Mas?" tanya Kenny sambil menyipitkan matanya. BERSAMBUNGLisa tak percaya jika dirinya bertemu dengan Tasya dan Kenny lagi setelah belasan tahun mereka berpisah. Wanita itu mendadak menangis tatkala sang Mama, Nyonya Ana menceritakan tentang pertemuan mereka.Lisa sudah tidak bisa bergerak, hanya kedua matanya yang masih hidup. Sekujur tubuhnya penuh luka bakar karena mobil itu terbakar habis, bahkan pria pasangan Lisa yang merupakan ayah Grace, meninggal dunia.Lisa masih bersyukur diberikan kesempatan untuk hidup dan bertemu dengan Kenny dan Tasya. Entah kenapa, wanita itu merasa jika pertemuan itu adalah pertemuan akhir mereka."Mas Kenny, Mbak Tasya...!" Suara Lisa terdengar lemah memanggil Kenny dan Tasya. Keduanya mendekat dan berusaha untuk memberikan semangat kepada Lisa untuk bertahan dan sembuh."Hai Lisa, jangan banyak bergerak dulu, kamu harus istirahat!" ucap Tasya sambil menatap wajah Lisa yang pucat dan menitikkan air matanya."Mbak Tasya...!" Lisa menyebut nama mantan kakak tirinya dengan suara gemetaran."Jangan bicara dulu
"Kenny dan Tasya orang tuamu, Nak?" tanya Nyonya Ana hampir tak percaya. Namun, wajah Evan yang sangat mirip dengan Kenny, membuat wanita itu tidak bisa memungkiri nya."Iya, mereka orang tua saya. Memangnya kenapa, Bu? Ibu kenal sama mereka?" balas Evan balik bertanya."Bukan cuma kenal, tapi sangat kenal!" jawab Nyonya Ana. Lalu, wanita itu menceritakan semuanya tentang Kenny dan Tasya kepada Evan. Kisah masa lalu yang rumit dan tentunya membuat wanita itu sangat menyesal.Evan menghela napas panjang, akhirnya terjawab sudah kenapa Nyonya Ana menganggap wajahnya mirip dengan Kenny. Memang benar, Kenny sang Papa adalah mantan suami mamanya Ziva."Begitulah, Nak. Itu artinya aku sedang bertemu dengan putra mereka, kamu benar-benar mirip sekali dengan Papamu... Oh ya Tuhan, mimpi apa aku semalam, engkau mempertemukan aku dengan putra mereka lewat Ziva!" kata Nyonya Ana yang nampak begitu terharu sekaligus malu. Malu karena dirinya sekarang seperti ini."Papa dan Mama pasti senang kalau
"Oh nggak apa-apa kok, Nek. Kalau begitu, Ziva pergi dulu ke kamar, mau mandi!" kata gadis itu. Nyonya Ana menganggukkan kepalanya dan membiarkan cucunya pergi. Wanita itu menghela napas, dirinya sudah banyak berubah sejak divonis sakit stroke. Terkadang, wanita itu merasa sangat berdosa kepada Tasya yang dulu sering ia sakiti.Dirinya juga merasa apa yang terjadi pada putrinya adalah karma dari perbuatannya yang sudah membuat Tasya menderita.Sementara itu, Ziva segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Gadis itu merasa sangat kotor dan jijik pada dirinya sendiri. Entah bagaimana nasibnya nanti. Hidupnya sudah hancur, kesuciannya sudah ternoda meskipun Evan berkata akan bertanggung jawab.Sedangkan di luar, setelah Evan melihat kepergian Lisa. Pemuda itu pun berinisiatif untuk menemui Ziva yang saat ini sudah berada di dalam rumah.Terdengar suara orang yang sedang mengetuk pintu. Nyonya Ana yang saat itu sedang berada di ruang tamu, ia pun segera membukakan pintunya de
"Ziva, ya Tuhan. Tolong lindungi dia!" Evan masih mondar-mandir di depan rumah Ziva, pemuda itu sungguh tidak bisa meninggalkan Ziva dalam kondisi seperti itu. Gadis itu pasti sangat tersiksa. Baru saja ia kehilangan keperawanannya, kini ia harus mendapatkan siksaan dari ibu kandungnya. Di sisi lain, Nyonya Ana, yang sekarang sudah sedikit membaik kondisinya meskipun masih berada di kursi roda. Wanita itu muncul dari dalam rumah saat mendengar suara teriakan sang cucu. Wanita itu sangat menyayangi cucunya dan tidak suka jika Lisa terlalu berat menghukum gadis itu. "Lisa, berhenti!" Suara tegas Nyonya Ana seketika membuat Lisa menoleh dan menghentikan penyiksaannya kepada sang anak. "Kamu ini kenapa sihh? Ziva ini anakmu, kamu siksa dia seperti tawanan saja!" kata Nyonya Ana yang tak tega melihat sang cucu, ia pun memanggil gadis itu untuk memeluknya. "Ziva, sini, Nak!" Ziva yang semula meringkuk, pasrah dengan hukuman dari sang ibu, gadis itu pun segera menghampiri sang nenek ya
Lisa benar-benar melihat wajah Evan yang begitu mirip dengan Kenny. Ya, bak pinang dibelah dua. Sementara itu Evan, pemuda itu segera mengantar Ziva untuk bertemu dengan keluarganya dan tentunya pemuda itu memberanikan diri untuk mengatakan bahwa dirinya akan melamar Ziva. Ziva sendiri nampak takut saat akan menemui sang ibu. Ia tahu bahwa ibunya tidak akan mengampuninya. "Ayo, Va!" kata Evan saat melihat Ziva yang terdiam dan tidak mau melangkah. Sangat jelas terlihat di wajah gadis itu jika ia sangat ketakutan. "Lo jangan takut, ada gue di sini, semuanya pasti baik-baik saja, oke!" Evan berusaha untuk meyakinkan gadis itu. Ziva diantar oleh pemuda itu untuk menghadap Lisa yang nyatanya wanita itu memang sangat marah. Lisa menatap tajam ke arah keduanya, apalagi saat ia melihat putrinya yang ketakutan. Semakin ingin ia menghajar gadis itu. Di sisi lain, Ziva harus bersiap-siap untuk menerima hukuman dari ibunya. Meskipun ia sudah terbiasa mendapatkan hukuman dari Lisa,
Ziva langsung menjauh dari pemuda itu sambil meraih apa pun di sekitarnya untuk menutupi seluruh tubuhnya. Gadis itu spontan menangis dengan apa yang baru saja terjadi padanya. "Lo jahat, Van! Kenapa Lo lakuin ini ke gue!" rintih Ziva sambil menangis tersedu-sedu. Evan sendiri juga panik sekaligus bingung. Sejatinya ia tak ada niatan untuk melakukan hal itu. Tapi dorongan dari Ziva sendiri yang membuat pemuda itu khilaf. Pemuda itu juga merutuki perbuatannya yang sudah kelewatan. Bagaimana bisa ia tergoda untuk melakukan hal terlarang itu kepada teman sekolahan. "Oke, gu-gue minta maaf. Gue udah khilaf! Gue pasti tanggung jawab, gue janji!" jawab Evan dengan serius. Ziva masih menangis. Ia merasa kotor dengan dirinya sendiri. "Gue udah hancur, masa depan gue udah nggak berguna lagi!" kata Ziva yang begitu menyayat hati. "Enggak, Lo nggak bakalan hancur, Va. Gue pasti tanggung jawab, suer! Gue akan nikahin Lo, gue janji!" kata Evan makin serius. Ziva sendiri bingung harus







