Share

Memperkosa Teman Sendiri

"Anggia?"

Saka tak percaya jika dirinya dituduh sudah memperkosa Anggia, wanita cantik nan lugu yang kemarin bersamanya, wanita yang peduli terhadapnya, bahkan wanita yang baru saja sudah ia bayarkan uang kuliahnya.

"Ya, kamu tega sekali, temanmu sendiri kamu perkosa, sungguh tak punya hati!" ucap Damian sambil menggelengkan kepalanya.

Saka mendengus sambil menatap Damian, tangannya yang terborgol kini mengepal kuat.

"Kamu bisa memfitnahku semaumu, tapi jika sampai terjadi apa-apa dengan Anggia, kamu akan menyesal seumur hidupmu," tegas Saka dengan wajah yang merah penuh amarah.

Damian hanya tersenyum santai, sebagai anak orang terkaya nomor satu di kota ini, tentu hal yang mudah untuk menjebloskan Saka ke penjara.

Sementara, para mahasiswa sudah berkerumun, ia melihat Saka yang tengah dibekuk oleh polisi.

"Sudah gembel, pemerkosa pula, memalukan!"

"Orang seperti dia harusnya dipotong perkakasnya!"

"Iya, biar kapok."

"Cih, memalukan!"

Sayup-sayup terdengar celaan dan kutukan untuk Saka.

"Aku bukan pemerkosa!" tegas Saka sambil menatap Damian dan para mahasiswa lainnya satu persatu.

Tatapan Saka begitu tajam untuk mempertahankan harga dirinya.

Di saat yang bersamaan, Wilma -mantan Saka pun datang, ia turut merutuki Saka.

"Untung aku udah putus, iiiiih ngeri punya pacar kayak dia," ucap Wilma sambil menunjuk Saka dengan tatapan jijik.

Wilma antas berjalan menghampiri Saka, mendekatinya diiringi dengan tatapannya yang tajam.

PLAAAAAAK!

Satu tamparan keras mendarat di pipi Saka.

"Teganya kamu merusak kesucian wanita lugu yang merupakan teman kamu sendiri."

"Gara- gara kamu, dia sekarang nangis terus, bahkan tadi dia mau bunuh diri, apa kamu bisa mengembalikan kesucian seorang wanita, hah?" racau Wilma.

DEEEEEEGH!

Saka langsung merasa tercekik saat mendengar ucapan Wilma.

'Jadi benar Anggia diperkosa? Siapa yang meperkosanya?' tanya Saka di dalam hatinya yang bergemuruh.

"Aku tidak memperkosanya!" tegas Saka.

Namun penjelasan apa pun tak ada artinya, Saka akhirnya dibawa ke kantor polisi.

Di kantor polisi, ia ditanyai oleh beberapa anggota polisi yang dari awal pertemuan tak sedikit pun menunjukkan senyumnya terhadap Saka.

Wajah serta tatapan mereka terus mengintimidasi Saka.

Mereka seakan memaksa Saka untuk mengakui perbuatannya.

"Aku tidak akan pernah mengakui sesuatu yang tidak aku perbuat," tegas Saka sambil menatap ketiga polisi di hadapnnya.

"Lebih baik kamu akui! Mau ngaku atau tidak, kamu akan tetap di penjara. Tapi jika kamu mau mengakuinya, mungkin itu akan membuat keringanan untuk hukumanmu, pikirkanlah!" ucap salah satu polisi itu sambil menghisap cerutu dan menghembuskannya ke wajah Saka.

Saka yang masih terborgol tersenyum tipis, tatapannya terlihat sangat stabil, tak sedikit pun menunjukkan rasa takut.

Hal itu yang membuat para polisi itu sedikit kesal.

"Apa buktinya jika aku telah memperkosa Anggia?" tanya Saka dengan tatapan tajamnya.

Salah satu polisi langsung menyerahkan secarik kertas di atas meja, di hadapan Saka.

"Bacalah, itu pengakuan korban. Dia sudah mengatakan dengan jelas bahwa kamu adalah pemerkosanya! Apa kamu mau mengelak lagi!" sentak polisi itu sambil memukul meja hingga menimbulkan debuman yang cukup mengagetkan.

Saka membaca surat pernyataaan itu, yang memang dalam surat itu disebutkan bahwa Saka yang telah memperkosanya.

Mata Saka bergetar saat ia melihat tanda tangan Anggia di atas matrai yang memang merupakan tanda tangannya.

Surat itu dibuat dengan tulisan tangan Anggia, dan dari tulisan itu Saka bisa melihat bahwa Anggia sedang dalam keadaan terguncang, bersedih, patah, dan remuk saat Anggia menulisnya.

Saka bisa melihat itu karena sejak kecil, sebagai pewaris Sadewa, ia telah diajarkan hal itu oleh guru terbaik.

Saka bisa membaca hati dan pikiran seseorang dari tulisannya.

Setelah membaca surat itu, Saka langsung mengangkat wajahnya.

Mata Saka kini menjadi merah, tatapannya lebih kuat dan tajam dari sebelumnya.

"Damian yang memperkosanya, tangkap dia atau karir kalian akan berhenti sampai di sini!" ucap Saka dengan suara yang bergetar penuh dengan kemarahan.

Ketiga polisi yang sedang menanyainya di ruangan khusus itu terkejut dengan sikap Saka yang terlihat tidak kooperatif.

Salah satu polisi terlihat hilang kesabaran hingga tanpa berpikir panjang langsung menghajar Saka dengan meluncurkan sebuah tinju ke pipi Saka.

Namun, Saka tak bergeming, pukulan itu seperti kapas yang menghantam dinding kokoh.

Ketiga polisi itu sempat terkejut dengan kekuatan Saka, namun ... mereka menyembunyikan keterkejutannya itu.

Sementara, Saka sudah semakin muak dengan apa yang terjadi.

Pemerkosa yang sesungguhnya harus dihukum yang seberat-beratnya, dan Saka yakin jika Damian adalah pelakunya.

"Sudah, masukan saja dia ke sel! Sel yang paling buruk biar dia tau rasa!" celetuk salah satu polisi di sana.

Mereka pun hendak membawa Saka ke sel. Namun Saka tiba-tiba berteriak.

"Tunggu! Apa kalian tahu siapa aku?" teriak Saka dengan sorot mata yang beraura sangat kuat.

"Siapa pun kamu, seorang pemerkosa tetap harus di hukum," jelas sang polisi.

"Itu benar, tapi pelakunya bukan Aku, tapi Damian," timpal Saka berapi-api.

"Damian Delangga, kamu tahu siapa dia? Dia itu orang terkaya nomor satu di kota ini, jadi jangan harap kamu bisa lolos dari hukumanmu ini," tegas salah satu polisi sambil menempelkan telunjuknya ke dada Saka.

Saka mendengus sambil menatap polisi itu.

"Dalam keluarga, aku diajarkan untuk bertanggung jawab, jika aku bersalah maka aku siap untuk dihukum, tapi aku tidak bersalah!" timpal Saka.

"Heh, jangan bawa-bawa keluarga, semua ini terjadi karena salah keluargamu juga yang tidak bisa mendidikmu!" sentak polisi itu sambil berkacak pinggang dan menatap Saka dengan tatapan bengis.

Para polisi itu tentu sudah mendapatkan data dan laporan yang menyebutkan bahwa Saka adalah mahasiswa miskin, mahasiswa gembel yang merangkap sebagai driver ojek online untuk mencukupi biaya kuliahnya.

Maka dari itulah, tak ada yang mereka takutkan dari Saka.

"Hati-hati jika bicara soal keluargaku!" tegas Saka dengan rahang tegas yang merapat kuat menandakan kemarahannya.

Ketiga polisi itu pun terkekeh sambil menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Saka yang terdengar bagai sebuah omong kosong belaka.

Terlihat sekali jika mereka memperolok ucapan Saka.

Jika saja mereka tahu siapa Saka yang sebenarnya, maka sudah dapat dipastikan mereka akan bergetar dan bertekuk lutut di kaki Saka.

Jangankan polisi bawahan seperti mereka, pejabat tinggi kepolisian di negeri ini pun, masih sangat hormat kepada keluarga Sadewa, mereka bisa bergetar dan membungkuk di hadapan keluarga Sadewa -keluarga terkaya nomor satu dan paling berpengaruh di negeri ini.

"Sudahlah, ayo nikmati saja jeruji besi!"

"Selama ini kamu kesulitan cari makan, anggap saja kamu di sini bisa tidur gratis dan makan gratis," ucap sang polisi meledek Saka.

"Yaaa meskipun makanan basi, hahaha!"

"Hahahha!"

"Hahaha!"

Ketiga polisi itu pun terkekeh dengan renyahnya.

Saka benar-benar hilang kesabaran, perlakuan para oknum polisi ini sudah mengindikasikan hal yang tidak benar.

"Boleh aku katakan siapa aku sebenarnya?" celetuk Saka yang tengah diseret menuju sel.

"Kamu gembel kampus kan?" jawab salah satu polisi sambil menahan tawa gelinya.

Saka pun tersenyum tipis sambil menatap polisi itu dengan tajam.

"Aku adalah Saka Sadewa, pewaris tunggal keluarga Sadewa!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status