Beranda / Romansa / Hasrat Terlarang Sang Detektif / Bab 6. Fiksi dalam Berita

Share

Bab 6. Fiksi dalam Berita

Penulis: Nina Milanova
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-13 03:41:38

Hari menjelang siang. Jejak hujan di permukaan aspal mulai mengering. Suasana di salah satu jalan di kawasan Notting Hill itu diliputi keheningan. Sebagian besar penghuni pergi bekerja atau beraktivitas di dalam ruangan.

Di dalam apartemen kecilnya, Tara mencoba mengalihkan perhatian dari pesan misterius yang tadi diterimanya. Ada tugas dari Kepala Perpustakaan Kota Notting Hill, tempat dia bekerja. Tugas itu harus selesai sebelum pukul tiga.

Hari ini adalah hari libur perpustakaan. Seharusnya, Tara bebas tugas. Namun, seperti pegawai lainnya, dia tidak berani menolak perintah Ellaine Stapleton. Tara tidak mau ambil risiko terus menerus ditekan sampai akhirnya terpaksa mengundurkan diri.

Ponsel dia matikan dan sembunyikan di kabinet dapur. Agar tidak membuyarkan konsentrasinya.

"Itu hanya orang iseng," pikir Tara sambil mendengus pelan, setengah menghibur diri. Berupaya mengenyahkan kegundahannya.

Pandangannya kini tertuju pada halaman kosong di layar laptop. Jemarinya bertengger di atas keyboard. Namun, pikirannya masih saja tak bisa beranjak dari pesan yang dikirim tanpa nama tadi.

Siapa orang yang mengirim pesan itu?

Apa yang dia mau?

Kenapa dia repot-repot menggangguku?

Dari mana dia tahu nomor teleponku?

Pikirannya malah kembali terseret pada pesan misterius tadi. Dia mencoba mengingat satu per satu wajah yang mungkin berada di balik layar telepon genggam itu.

Tara tidak mengenal banyak orang selain rekan kerja di perpustakaan kota dan segelintir teman kuliah dan mantan dosen. Dia memang punya kontak beberapa orang di Word Craft, sebuah klub menulis yang diikutinya selama dua tahun ini. Namun, Tara jarang menghubungi mereka.

Rekan kerja di perpustakaan dan orang-orang kampus dapat dipastikan tidak ada yang tahu kalau dia menulis fiksi. Namun, rekan-rekan di Word Craft... rasanya mereka juga tidak punya alasan untuk mengusik Tara.

Tulisannya tidak menarik. Tidak layak dibaca. Kurang di sini. Kurang di sana. Seperti kritik para mentor dan senior yang sering Tara dengar.

Meskipun, berkali-kali pula, Tara mendapati naskahnya ditulis ulang, atau sekadar diambil sebagiannya. Tanpa izin. Tanpa sedikit pun pengakuan.

Para mentor berkata, "Ide itu tidak berharga kalau kau tidak bisa mengolahnya dengan baik. Ide itu murah. Kau bisa dapat dari mana saja."

Ungkapan itu terucap berkali-kali. Setiap kali itu pula hatinya robek. Jika memang ide itu murah, jika memang ide itu mudah, mengapa sebagian teman-teman di klub sering mengeluh kehabisan ide?

Kalau sudah begitu, mereka menunggu Tara atau yang lain mengunggah tulisannya di sebuah forum online tempat mereka bernaung. Untuk kemudian mereka tulis ulang dengan bahasa mereka sendiri.

Ironisnya, tulisan mereka selalu lebih populer. Seolah-olah, idenya datang dari kepala mereka sendiri. Sedangkan Tara terlihat seperti si pengekor yang hanya bisa meniru tetapi tidak bisa bersaing. Kenyataan itu kerap membuatnya patah hati dan bertanya-tanya...

Benarkah aku... tidak berbakat?

**

Dua bulan lalu, terdorong oleh rasa kecewa dan marah, Tara menulis kisah pembunuhan berantai. Yang menjadi korbannya adalah para penulis yang pernah mencuri tulisannya tanpa izin dengan semena-mena.

Korban pertama adalah Clarissa Maynard. Penulis yang cukup terkenal yang juga menjadi admin Word Craft. Wanita itu beberapa kali meninggalkan komentar menyakitkan di naskah romance yang Tara buat. Yang lebih menjengkelkan, Clarissa menulis ulang naskah itu dan menjadikannya best seller.

Tara masih ingat betul ucapan Clarissa. "Itu tidak masuk akal sama sekali. Kau kurang riset."

Lalu di saat lain, "Sungguh menggelikan ada cerita semacam itu."

Mungkin, seharusnya, Tara mengabaikan ocehan itu. Namun, mana bisa, kalau Clarissa terus menerus mengambil idenya?

Tara ingin membela diri dan mengonfrontasi Clarissa. Namun, itu hanya akan membuat situasi jadi makin buruk. Para fans bahkan teman-teman di klub, semua akan membela Clarissa. Karena itulah Tara memilih diam.

Entah berapa kali dia membiarkan naskahnya terbengkalai tanpa diselesaikan karena hujatan Clarissa dan yang lain. Tara berharap dia punya hati yang cukup kuat untuk mengabaikan mereka. Sayangnya, hatinya tidak sekuat itu.

Tara merasakan kelegaan waktu membunuh Clarissa di naskah cerita kriminal yang dibuatnya. Seakan akhirnya Tara bisa melakukan sesuatu setelah sekian lama dibuat tak berdaya. Dia juga menuliskan hal yang sama pada penulis lainnya. Satu per satu, mereka mendapat giliran.

Tentu saja semua hanya di dalam khayalan. Tara hanya ingin menyalurkan rasa sakitnya. Tanpa perlu dibaca oleh siapapun. Sebab naskah itu tidak pernah dia unggah di manapun. Hanya menjadi koleksi pribadi.

Sialnya, entah sejak kapan, sepertinya naskah itu tak lagi menjadi milik pribadi. Seseorang telah menemukannya. Seseorang telah membacanya. Mungkin saja... seseorang itu juga punya niat lain, yang tak pernah Tara duga.

Apa seseorang di Black Ink yang melakukannya?

Hanya mereka yang kemungkinan besar membaca naskahku.

Tapi, untuk apa?

Pikiran-pikiran itu berkeliaran di benak Tara. Merusak kententraman hatinya.

**

Setengah jam berlalu. Belum satupun kata berhasil Tara ketik dalam draft undangan yang ditujukan kepada Rowan Sterling. Pria itu merupakan salah satu penulis besar yang menginspirasi Tara untuk menulis fiksi romansa.

Ellaine berencana mengundang pria itu. Rowan diminta menjadi juri dalam acara Tantangan Membaca Fiksi dua bulan mendatang.

Karena tak kunjung berhasil meredakan berisik di kepala, Tara bangkit dari tempat duduknya. Mungkin sedikit menggerakkan tubuhnya bisa membantu.

Wanita itu berjalan mondar-mandir di sekeliling apartemen sambil melakukan peregangan ringan. Beberapa saat kemudian, tanpa sengaja, matanya tertuju pada remote televisi. Benda itu tergeletak di atas tumpukan majalah lama di side table yang dia tempatkan di samping sofa.

Sudah lama televisi di ruang tamu itu tidak menyala. Tara terlalu sibuk menyelesaikan naskah The Silent Slasher. Tidak ingin terganggu dengan aneka peristiwa yang datang silih berganti. Berita kriminal, gosip selebriti, perbincangan politik dalam dan luar negeri. Semua hanya akan menginterupsi proses berkaryanya.

Sekarang, proyek itu sudah selesai. Tara pikir, tidak ada salahnya melihat perkembangan yang terjadi pada dunia di luar sana. Diraihnya benda itu lalu diarahkan ke kotak hitam pipih yang tergantung di dinding di atas meja makan.

Wanita itu tidak pernah tahu, sebuah kejutan yang tidak menyenangkan sedang menanti. Begitu menyala, televisi langsung menayangkan sebuah berita kriminal.

"Penulis terkenal Clarissa Maynard ditemukan tewas di kediamannya pagi ini dalam kondisi mengenaskan. Polisi belum menetapkan tersangka. Namun, sumber menyebutkan kematian Clarissa mirip dengan salah satu adegan dalam novel yang ditemukan di atas meja kerjanya."

Clarissa Maynard?

Tara menyipit sebentar mendengar suara monoton news anchor itu. Juga melihat pemandangan sebuah rumah berlantai dua yang dibatasi garis kuning. Beberapa orang polisi dan wartawan memenuhi kamera.

Namun, matanya segera berubah membesar, dan mulutnya menganga. Cuplikan naskah novel dan halaman depan yang menampilkan judul serta nama penulisnya, terpampang jelas di depannya.

The Silent Slasher

Oleh: Violet Crow

Wanita itu merasakan darahnya seolah-olah berhenti mengalir. Tubuhnya membeku. Sementara tangannya gemetar.

Remote control yang semula tergenggam terlepas begitu saja hingga jatuh membentur lantai parket. Diikuti tubuhnya yang langsung merosot dan terduduk di atas permukaan dingin.

Kakinya seakan mencair. Jantungnya berdetak terlalu keras, sampai menyakiti telinganya sendiri.

"Ya, Tuhan," bisiknya hampir tak terdengar. Telapak tangannya menekan di dada seperti takut jantungnya akan melompat keluar. "Ini... ini... tidak mungkin. Ini... hanya mimpi... "

Tara ingin berteriak. Ingin menangis. Namun, suaranya tertahan. Seluruh energinya menguap entah ke mana.

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 10. Bayangan yang Menjadi Nyata 2

    Pintu di belakang Tara menutup dan terkait dengan suara pelan. Seolah mengunci mereka berdua di dalam ruangan yang intim itu. Wanita itu mempersilakan Greg mendahuluinya, melewati dapur kecil yang temaram.Tara tidak tahu pasti. Alasan apa yang bisa membuatnya membiarkan pria asing bernama Gregory Evans itu masuk. Selain karena pria itu menunjukkan pengenal sebagai polisi. Mungkin... ketakjuban, yang membuatnya nyaris tak bisa memercayai penglihatannya sendiri. Pria bermantel abu-abu di trotoar stasiun Holloway Road pagi tadi... yang seperti tokoh detektif di film noir... yang buru-buru Tara hindari... kini berdiri di depannya.Tara yakin. Itu dia. Tidak salah lagi. Meskipun, pria itu telah mengganti mantel dengan blazer yang juga berwarna abu-abu. Blazer yang pas membentuk bahu lebarnya, yang kontras dengan keadaan Tara yang kacau.Rambut hitamnya. Mata kelabunya. Celana jeans gelap. Aroma parfum bercampur tembakau yang sama meskipun lebih pudar. Tara tidak mungkin lupa. Dan di

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 9. Bayangan yang Menjadi Nyata 1

    Greg tidak langsung keluar dari mobil saat tiba di Notting Hill. Pria itu duduk diam di belakang kemudi. Matanya menatap bangunan apartemen bata merah di seberang jalan. Di atasnya, langit mulai berubah warna. Dari kelabu pucat menjadi kelabu pekat. Seperti sesuatu yang sedang menantinya di depan sana.Tangan kirinya bertumpu di atas kemudi. Jari-jarinya menyentuh permukaan jam tangan dengan tali kulit hitam. Benda itu masih terawat. Hadiah dari institusi dua tahun lalu. Setelah Greg berhasil menutup kasus pembunuhan satu keluarga di Camden. Kasus yang merusak tidur banyak orang. Termasuk dirinya.Kasus itu juga yang membawanya ke posisi Kepala Detektif Inspektur, sekaligus menghancurkan kehidupan pribadinya.Hari ini, rasa itu kembali.Akan tetapi, ada yang berbeda.Sesuatu tentang wanita bernama Tara Bradley membuat pikirannya tidak bergerak dengan logika yang biasa.Apakah ini soal insting penyelidikannya......atau sesuatu yang lebih intim?Dalam hati, Greg mengakui. Ini bukan k

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 8. Mawar di Tengah Badai

    Greg baru saja hendak menekan tombol interkom ketika pintunya diketuk. "Masuk," ujarnya tanpa menoleh.Dari balik pintu, seorang wanita muda, lebih muda dari Tara, dengan rambut coklat berpotongan bob dan poni rata muncul. Tubuhnya yang mungil dibungkus gaun formal biru muda dan cardigan putih. Sebuah kontras dibandingkan dengan maskulinitas yang mengisi setiap sudut kantor polisi Hackney. Seakan mempertegas perbedaan itu, di tangannya, ada sebuah piring berisi beberapa potong pastries. "Snack sore dari Komandan, Inspektur," ucap wanita itu, Lucy Redcliff, semringah. Matanya yang biru terang berbinar-binar. Kehadirannya di ruangan Greg seperti sinar matahari kebahagiaan yang menyusup di tengah badai yang tak kunjung reda. Justru karena itulah, jadi terasa asing dan menjengkelkan. Greg mengangkat wajahnya, ekspresi wajahnya yang semula tegang melembut. Sebuah respon yang sudah dia latih. Agar Lucy merasa nyaman dan kerasan bekerja bersamanya.Pria itu tertawa rendah. "Terima kasih,

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 7. Di Balik Tirai

    Sore menjelang ketika ponsel Greg berdering. Getaran kecil di atas meja membuat cangkir kopinya ikut bergetar. Di layar, muncul nama Liam Stewart. Pena Greg yang semula bergerak di atas lembaran evaluasi tim, langsung terjatuh di atasnya. "Ya, Liam.""Inspektur," balas Liam dengan suaranya yang parau dan cepat. Seperti seseorang berhari-hari terkena serangan insomnia. "Aku sudah menemukan info soal Tara Bradley dan nama pena Violet Crow.""Langsung saja, Liam," perintah Greg sambil memijat pelipisnya.Dia bangkit dari duduknya lalu berjalan ke jendela. Pria itu mengintip ke halaman gedung dari balik tirai aluminium yang setengah tertutup. Dari tempatnya berdiri, Greg bisa melihat bentangan langit kelabu dihiasi matahari pukul tiga yang enggan bersinar. Sepertinya, gerimis masih akan turun seperti kasus yang tak pernah berhenti berdatangan.Di trotoar halaman markas, beberapa petugas beristirahat. Mereka berbincang, mengepulkan asap rokok, dan menyesap kopi dari gelas kertas. Seoran

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 6. Fiksi dalam Berita

    Hari menjelang siang. Jejak hujan di permukaan aspal mulai mengering. Suasana di salah satu jalan di kawasan Notting Hill itu diliputi keheningan. Sebagian besar penghuni pergi bekerja atau beraktivitas di dalam ruangan.Di dalam apartemen kecilnya, Tara mencoba mengalihkan perhatian dari pesan misterius yang tadi diterimanya. Ada tugas dari Kepala Perpustakaan Kota Notting Hill, tempat dia bekerja. Tugas itu harus selesai sebelum pukul tiga. Hari ini adalah hari libur perpustakaan. Seharusnya, Tara bebas tugas. Namun, seperti pegawai lainnya, dia tidak berani menolak perintah Ellaine Stapleton. Tara tidak mau ambil risiko terus menerus ditekan sampai akhirnya terpaksa mengundurkan diri.Ponsel dia matikan dan sembunyikan di kabinet dapur. Agar tidak membuyarkan konsentrasinya."Itu hanya orang iseng," pikir Tara sambil mendengus pelan, setengah menghibur diri. Berupaya mengenyahkan kegundahannya.Pandangannya kini tertuju pada halaman kosong di layar laptop. Jemarinya bertengger di

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 5. Naskah dan Nama yang Tak Terlihat

    Udara siang itu terasa lembab ketika Greg kembali ke kantor. Bekas hujan masih membayang di kaca mobilnya. Dia melangkah cepat, seolah-olah ingin menyalip detak jarum jam yang berputar tanpa terasa. Pria itu bahkan melewatkan ajakan makan siang dari Rachel.Tak ingin membuang waktu, Greg langsung menuju ruangannya. Dia melewati lorong yang dipenuhi aroma kopi, kepulan asap rokok, dan dengungan printer tua, tanpa menyapa siapapun. Sesampainya di meja, Greg membuka ponselnya. Di dalamnya, ada beberapa foto yang berisi hasil bidikan yang telah membuatnya gelisah sejak meninggalkan TKP Clarissa Maynard. Jemarinya menekan dan memperbesar gambar di dalamnya. Bab satu naskah The Silent Slasher yang ditulis oleh seorang penulis bernama Violet Crow. Nama yang terdengar asing. Entah memang dia tidak terkenal. Atau, Greg yang belum pernah mendengar namanya.Pria itu menarik napas dalam-dalam, lalu menarik kursi dan membenamkam punggung di sandaran. Tangannya membuka folder gallery perlahan. S

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status