Bandara Soekarno-Hatta, pesawat kelas bisnis telah mendarat dengan sempurna.
Sosok tangan kekar, guratan halus di area tangan terlihat jelas. Ia menundukan kepalanya dengan elegan menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan. Bibir memerah tanda tidak mengisap rokok terlihat jelas.
Penampilan begitu memesona dan yang lebih tepat, ia sangat tampan maksimal sehingga seisi pesawat tidak menghentikan pandangan dari pria tinggi, rahang tegas menunjukan kekuasaan sebagai pria terhormat dan mapan.
Tatapan begitu memukau, siapa yang tidak langsung terpesona? apalagi jika sudah melihat manik matanya yang mencolok berwarna biru.
Ya, pria tampan itu ialah Revan Alexander Djayaningrat, memiliki tinggi 180 cm, rambut sedikit keemasan membuat ia semakin terlihat sexy.
Revan berusia 30 tahun, meski idak lagi dikatakan muda namun wajahnya awet bak formalin dan digilai semua wanita termasuk nega
Revan tak henti menatap kecantikan Vero sepanjang mereka berjalan menuju Toko Roti, Vero bercerita panjang lebar pada Revan."Konsep apa untuk pertunangan kita nanti?" tanya Vero sumringah."Sederhana saja," jawab Revan."Baiklah, aku memiliki langganan tempat kue. Kita akan kesana, lalu ke butik untuk pakaian yang akan aku kenakan.""Baiklah, sesuai yang kamu mau saja sayang ...," balas Revan.Vero tersenyum dan bersikap manja, Revan pun menyetir dengan kecepatan standartd.Akhirnya mereka sampai tepat di depan Toko Roti tersebut. Vero menatap dengan mata binar, bangga ia akan memesan kue ditempat langganannya apalagi sudah cukup lama tidak kemari sehingga ia merindukan kedua wanita yang sudah menjadi temannya."Nah, itu dia."Revan mengangguk, "Baiklah, kamu lebih dulu masuk. Aku akan memarkirkan mobil," perintah Revan lembut.
Malam pun menyambut, malam gelap itu membuat Gina semakin menggelap. Ia menunggu sang suami dengan perasaan hitam. Ia sudah tahu jika Aston tidak akan pernah mau datang menemuinya, ia saja yang terlalu percaya diri besar untuk berharap Aston-mencintainya.Aston pria keras, sampai kapanpun ia tidak akan mau meluluhkan hatinya termasuk menjemout atau sekadar memberikan perhatian lebih pada Gina."Menunggu Aston?" tanya Alya tidak berselera, sambil memasang jacketnya bergegas pulang."Iya, Al ... aku menunggu Aston menjemputku.""Dia bilang mau jemput kamu?"Tumben."Nggak, aku hanya berharap dia datang menjemputku. Itu saja," jawab Gina sekenanya."Gina?!" panggil seorang pria dibelakang mereka.Gina dan Alya kompak melirik, setelah melihat sosok siapa yang datang Alya membuang wajahnya. Sampai kapanpun, ia tidak akan menyukai semua sifat Aston, ia me
Bisakah ia sejenak dengan pria bermata biru ini?"Mari kubantu," tawar Revan.Revan membantunya berdiri, ia dapat merasakan wewangian tubuh Revan menguar di hidungnya. Sentuhan itu terasa membuat Gina semu juga merasakan sesuatu hal berbeda sedang tersentuh disekujur tubuhnya."M-maaf Pak!? Maaf jika aku membuat Bapak merasa terancam.""Nggak apa, kamu baik saja?" Revan masih membantu Gina.Revan membantunya duduk di kursi luar Toko roti, Gina mengelus perutnya smabil meringis menahan sakit."Dia suamimu?" tanya Revan pelan.Gina terdiam sejenak lalu mengangguk mengiyakan, "Ya, dia suamiku."Revan mengangguk paham, tanpa sengaja ia memperhatikan ada darah dari sudut bibir Gina. Ia terlihat sangat tenang menanggapi namun terlihat meremang karena ingin mengobati luka itu."Ada darah di sudut bibirmu, apa kau ti
Pertunangan Revan dan Vero.Sesuai yang mereka rencanakan, Revan dan Vero melangsungkan pertunangan mereka hari ini. Malam yang dipenuhi terang bulan bahkan terlihat bintang gemerlap begitu indah. Para tamu undangan dari berbagai pengusaha telah berdatangan untuk menyaksikan langsung pertunangan Revan dan Vero yang tergolong dari keluarga sama-sama mapan.Pertunangan mereka memang terkesan sederhana, betapa bahagia menyelimuti Vero hingga ia selalu menebarkan senyum kepada setia tamu menyalamnya.Pertunangan mereka pun terlaksana, tawa bahagia dari berbagai kalangan begitu menyemarakan mereka. Revan mencium kilat bibir Vero tanda mereka resmi bertunangan setelah bertukar cincin emas putih. Tak hentinya Vero memandangi cincin berlapis swarovki yang kini melekat di jemari tangannya.Bangga dan terharu pada akhirnya Revan meminangnya untuk menjadi teman hidup.Di kejauhan tapi tetap
(Noah - Kala Cinta Menggoda)Memulai aktivitas kembali, Alya berketepatan pemegang kunci Toko. Ia mendekat ke arah pintu kaca, tanpa sengaja ia melirik sebuah bucket bunga terletak di bangku luar Toko. Alya mendekap bucket bunga tersebut sambil mengernyit bingung.Buket bunga?Dari siapa ini?Alya memendarkan pandangannya sesekali menghirup wewangian bunga segar tersebut. Tidak ada seorang pun di sekitar Toko, ia hanya melihat orang yang sedang lalu lalang berjalan tanpa ada yang terlihat mencurigakan.Ia mencari tahu siapa pengirim buket bunga ini, ada kart ucapan di dalamnya. Alya membuka ragu-ragu sambil membaca ditujukan pada siapa."For Gina, selamat pagi Gina?! Semoga harimu tetap berbahagia dan tetap tangguh. Aku hanya berharap ketika kau mencium aroma wewangian bunga ini, maka kau harus tersenyum. Dari pria yang mengagumimu. -R-."
Dengan sigap Revan memboyong tubuh Gina keluar dari supermarket. Ia membaringkan tubuh Gina di kursi tengah mobil hitam garangnya. Untuk pertama kali, Revan merasa khawatir berlebihan pada Gina. Ia berusaha cepat menuju rumah sakit, memasuki mobilnya secara cepat dan sigap. Selama perjalanan menuju rumah sakit siapapun yang mencoba menghalangi perjalanannya ia maki bahkan tak segan membentak tidak perduli siapapun itu. Ia hanya ingin Gina sampai di rumah sakit secepatnya. Berusaha melakukan semua secara cepat, seolah saat ini ia mulai membiasakan diri dengan kehadiran Gina. Seolah wanita itu adalah napas kehidupannya. Sesampai di rumah sakit, para suster dengan sigap menolong ketika Revan berkoar teriak meminta agar segera membawa Gina untuk diperiksa. Ia memasang wajah bingung, khawatir apalagi dengan kondisi Gina yang tengah berbadan dua. Setelah pemeriksaan, dokter k
Matahari cerah mulai menyinari seisi bumi, sang cahaya menerobos masuk ke segala penjuru ruangan yang memudahkan cahaya terpantul. Begitupun ruangan kamar VIP milik Gina, bunyi riuhan burung serta cuaca yang sejuk membuat keadaan kian tenang.Sangat kantuk, bahkan manik matanya sulit untuk terbuka. Sambil memaksa akhirnya Gina membuka matanya sambil menatap langit kamar sejuk bercat putih tersebut.Dimana dia?Rasa pusing yang masih bergelanyut dikepalanya masih terasa berat namun ia memaksa segera menyadarkan dirinya dan memendarkan pandangan. Berusaha sekali lagi dan ia memposisikan tubuh segera duduk.Ia menatap sekitar kembali, dimana dia?Sosok tampan yang ia ketahui telah mengganggu hari-harinya tampak duduk di sofa empuk sambil menatapnya tanpa kedip. Sekali lagi, Gina memperjelas pandangannya menatap sepasang manik mata berwarna biru."R-Revan?" Gina
Vero menatap cincin pertunangan mereka sambil tersenyum puas, belum bisa ia melupakan pesta sederhana dengan sang kekasih. Revan adalah pria satu-satunya yang telah merebut hati Vero.Di dalam ruang kerja.Revan duduk di kursi khusus ruang kerjanya sesekali bayang Gina terusan mengisi isi kepala. Perpisahan dengan Gina padahal telah berlalu beberapa hari yang lalu. Ia tidak bisa membayangkan jika Gina tidak mau meluluhkan hati untuk diberi kasih sayang atau sekadar perhatian sederhana dari pria mapan seperti Revan.Vero memarkirkan mobil merahnya di garasi keluarga Djayningrat. Ia tidak sabar bertemu dengan Revan, mengingat waktu pertemuan mereka begitu jarang akhir-akhir ini. Berkunjung ke rumah milik Revan dengan suasana bahagia.Tidak lupa ia membawa beberapa makanan khas kota mereka. Anika pasti akan suka begitu juga dengan calon papa mertuanya, Ari.Ting!