Anggela menatap lelaki dihadapannya, sedikit merasa heran ketika melihat sikap dingin dan tak acuh dari lelaki di hadapannya. Kemarin lelaki ini mengemis satu malam dengannya, sekarang sikapnya sungguh sombong sekali.
Anggela lalu hendak menuju interkom yang dipasang di dinding ruangan tersebut, hendak meminta agar memasang lagu. Tapi Damian menghentikannya.
"Tidak perlu lagu, aku ingin kau menari tanpa musik."
Anggela menatap ke arah Damian, sedikit bingung, tapi Anggela langsung memperbaiki emosinya. Anggela terbiasa menguasai diri, dia tidak Sudi memperlihatkan sisi hatinya pada siapapun.
Gadis cantik itu mengangguk. Dia lalu membelakangi Damian. Mula-mula punggungnya bergoyang dengan nada patah-patah. Dari bagian bawah, lalu goyangannya naik ke atas. Anggela masih memunggungi Damian. Kini damian menaikkan satu kakinya ke atas pahanya sendiri, menikmati pertunjukan dari perempuan yang dibenci dan diinginkan sekaligus. Perasaannya yang sungguh-sungguh rumit.
Anggela memutar lehernya sedikit ke belakang, menggerakkan satu tangannya untuk menepis rambut merahnya yang berada di bahu, lalu bersamaan dengan tatapan mata menggoda, Anggela memutar tubuhnya perlahan, kakinya yang mengenakan hak tinggi di naikkan perlahan ke atas meja, mata gadis itu menatap Damian.
Cobalah.... Desah Damian dalam hati, berusahalah lebih keras nona......
Lalu tangan Anggela di gerakkan ke arah dada, membuka kancing bajunya yang hanya ada tiga buah. Pakaian tangtop itu membuka dan kemudian dari pakaian yang terbuka dengan cara membelah menyembul pakaian dalam berwarna hitam.
Anggela menggoyang pundaknya ke atas dan ke bawah, dia memukul pahanya sendiri dengan bibir yang dibulatkan menggoda.
Lalu dia membuka baju yang dikenakannya, membiarkan pakaian dalamnya terpampang sempurna. Kulitnya yang putih mulus terlihat berkilat karena keringat dan lotion yang sudah dioleskannya lebih dulu, untuk memberi kesan eksotis.
Damian sesaat menahan napas. Dia sudah empat hari puasa perempuan. Sebagai lelaki sehat yang memiliki cara untuk mendapatkan kepuasan teratur tentu merasa ada yang memuncak dan menegang di bagian bawah.
Fokus! Jangan sampai perempuan ini tahu dia sudah merasa bergairah.
Damian masih menatap Anggela yang sudah mulai melepas pakaian dalamnya dan memperlihatkan dua buah dada sempurna miliknya. Matanya masih dibuat sedingin mungkin.
Damian ingin perempuan itu berusaha yang terbaik, sebelum dia merengkuh dan menundukkannya.
Kini Anggela mengangkat tangannya, menggoyangkan perutnya. Kemudian mendekat ke arah Damian.
Damian masih bersikap dingin. Dia menahan gelora yang seolah membakar dadanya.
Anggela menatap Damian, mata mereka bersirobok sangat lama. Lalu Anggela tersenyum, dan kini dia mendekat ke arah Damian.
Tangan Anggela menyentuh kaki Damian yang masih dipangku pahanya. Dengan perlahan Anggela menurunkan kaki itu ke bawah, membuat posisi Damian terbuka. Lalu, Anggela menyentuh paha Damian, dan memajukan dadanya yang polos.
Dua bukit kembar itu mencuat, menggoda membuat Damian hampir kehilangan fokus.
Anggela tersenyum lalu kemudian dia membuka pahanya lalu mulai menaikkan satu kaki ke paha Damian dan satu lagi dia letakkan di sisi paha Damian yang lain. Kini Mereke bedua saling berhadap-hadapan.
Anggela segera mengulurkan satu tangannya ke pundak Damian, meletakkan nya lalu kemudian satu lagi terulur menelusuri dagu pengacara itu dengan ujung jarinya.
Harus diakui, lelaki itu memiliki rahang yang bagus, bulu bulu jambangnya yang terlihat baru tumbuh membuat penampilannya demikian maskulin. Bentuk bibirnya yang tipis, hidung besar dan mancung serta dahi yang lebar. Pasti dia lelaki cerdas, pikir Anggela sambil menikmati wajah Damian.
Lalu, uluran jari anggela mulai turun ke dagu, lalu turun ke leher, menyentuh jakun lelaki itu. Mengingatkan Anggela tentang kisah penciptaan Adam dan hawa, dimana ada cerita ketika mereka memakan buah terlarang, buah itu berubah menjadi jakun untuk lelaki dan buah dada untuk perempuan.
"Apakah hanya ini caramu memikat lelaki nona?" Tanya Damian dengan nada dingin, membuat Anggela yang masih asyik menikmati ketampanan Damian terkejut sendiri.
Anggela menatap Damian, sedikit heran. Dua tangan damian kini terulur mengambil tangan Anggela yang ada di sisi bahunya dan mengambil satu lagi tangan gadis itu yang berhenti di dadanya. Satu tangan itu didekatkan ke bibir damian, lalu dengan senyum penuh perasaan dikecupnya pergelangan luar tangan Anggela.
Lalu Damian mengunci tangan itu di tangannya, lalu dia mendekatkan wajahnya ke arah Anggela, kini mereka hanya berjarak 5 centimeter.
"Anggela, aku menawarkan padamu untuk bersamaku, sebutkan hargamu?!"
Anggela menyipitkan matanya, lalu dia menyunggingkan senyum, " tenang saja tuan, anda sudah membayar saya untuk membuat anda senang hari ini," lalu tangan Anggela menepis perlahan tangan Damian. "Biarkan aku melakukan tugasku,"
Lalu, Anggela menurunkan celana dalamnya di atas pangkuan Damian, membuat lelaki itu menahan napas kembali. Sesuatu menggeliat sampai rasanya dia sulit menahan diri.
Damian menelan ludah, dia membiarkan Anggela bergerak maju dan mundur di pahanya. Kadang gerakan itu menabrak sesuatu yang sudah tegang ditubuhnya. Membuat kepala Damian semakin berkabut.
Damian membiarkan gadis itu melakukan gerakan apapun itu, membiarkan sesuatu yang liar di dalam kepala Damian naik sampai ke ubun-ubun.
Aturan di ruang VIP maupun ruang lantai tari sama. Penari boleh menari dan menyentuh pelanggan, tapi pelanggan tidak boleh menyentuh penari.
Kecuali, kalau diantara mereka sudah ada kesepakatan harga berbeda.
Ruang VIP pun merupakan tempat transaksi terselubung. Dimana para penari bisa menjajakan dirinya. Mau di dalam ruang ataupun pindah tempat di hotel, itu bagaimana transaksinya saja.
Damian sudah membayar mahal untuk Anggela, termasuk pelayanan spesial untuknya.
Anggela mendekat ke arah wajah Damian, napas gadis itu memburu, lalu mata Anggela mulai tidak fokus, bibirnya membuka dan mengerang.
Damian merasa seolah kepalanya kosong, kini tangannya yang semula diam, mulai bergerak. Dia memegang pinggang Anggela. Lalu dia mendesis.
"Buka...." Desis Damian.
Anggela tersenyum, menggeleng perlahan dan membiarkan dirinya bermain di atas paha Damian.
Damian menekan tangannya yang terkepal, isi kepalanya sudah semakin m membuncah oleh birahi.
Lalu, dia menggerakkan tangannya sendiri, meraba resleting bagian celananya, membuka dan membiarkan Anggela bekerja sebagaimana mestinya.
Damian menutup matanya, membuka, menutup lagi, pandangan matanya berkali kali jatuh pada Anggela yang bergerak naik dan turun. Dia begitu merindukan gadis itu, teramat sangat. Sampai menciptakan obsesi tersendiri.
Rambut Anggela yang panjang begelung di bawahnya jatuh di dada Anggela, mengganggu pemandangan indah hingga tangan Damian menyentuh rambut itu, memindahkannya di sisi pundak Anggela.
Lalu, sesuatu yang tak terelakkan terjadi, Damian tidak bisa menahannya lagi. Pemuda itu mengerang tertahan, menekan pegangannya pada pinggang Anggela. Napasnya ditahan sesaat.
Detik di atas nirwana.
Lalu, mata Damian membuka, napasnya dihembuskan dengan lega dan bahagia.
Anggela tersenyum di pangkuannya.
"Nona Anggela, aku mau melakukan transaksi denganmu." Ucap damian ketika dia merapihkan celananya.
Anggela yang berdiri dan memunguti bajunya hanya menoleh ke arah Damian dengan wajah tidak berminat.
"Kau bisa ke sini bukan, nona Anggela?" Tanya Damian ketika melihat sikap angkuh perempuan berambut merah itu.
Anggela sudah lengkap berpakaian, dia pun menoleh ke arah Damian, lalu ucapnya, "peraturannya, satu pelayanan satu kali." Kata Anggela sambil menunjukkan jari telunjuknya yang ditegakkan pada Damian. Mengaskan hanya satu kali.
",Aku tahu, tapi kurasa ini bisnis yang cukup menguntungkan untukmu nona Anggela!" Damian menjawab dengan nada datar. Melakukan negosiasi, memperlihatkan fakta-fakta dan menyusun kata-kata memang adalah makanannya sehari-hari. Dia selalu pandai bernegosiasi dengan hukum, masa bernegosiasi dengan gadis pecun ini dia tidak bisa?
"Show me," Anggela kini meletakkan dua tangannya dipinggang, dengan kaki yang dilebarkan dengan mengenakan hak tinggi, membuat tampilannya begitu menggoda.Damian berdiri, memperbaiki dasinya, lalu mendekat ke arah Anggela, "aku tahu, bagimu uang bukan segalanya, jadi apa yang membuat mu tertarik, aku memikirkannya dengan seksama." Damian mengetuk ujung jarinya ke arah dahi.Anggela mengangkat dagunya, mulai terlihat tertarik."Jadi, nona Anggela, aku ingin kau jadi istriku. Aku akan menyayangimu setiap hari. Memenuhi semua kebutuhanmu. Kau hanya perlu menghangatkan aku setiap malam. Kurasa ini perjanjian yang bagus,"Anggela membelalakkan matanya, dan ini pertama kali Damian melihat emosi terpampang dihadapan gadis nan misterius ini.Damian mendekat, menyentuh pipi gadis dihadapannya. Mata Anggela seolah menggambarkan beragam perasaan yang tidak terbaca. Lalu, gadis itu melipat tangannya di dada."Kukira anda mau ngomong apa....""Kau tidak perlu lagi melayani lelaki lelaki lain, cu
Damian menatap ke arah kertas kertas di hadapannya, itu adalah berkas kasus yang tengah dipelajarinya. Saat dia tengah konsentrasi menatap ke arah kertas tersebut, pintu ruangannya diketuk dari luar.Damian mengangkat kepalanya, "masuk," ujarnya.Pintu terbuka, dari balik pintu sebuah kepala menyembul sambil melebarkan senyum."Bro, mau makan siang bareng nggak?" Tanya Steve.Damian melirik arloji di balik kemejanya. Jam kritis waktu untuk istirahat."Gue enggak. Ada berkas kasus yang harus gue pelajari. Pesan saja."Steve sedikit manyun, lalu kemudian dia berkata lagi, "Ya udah, gue duluan kalo gitu." Steve menunjukkan jempolnya ke arah Damian, lalu kemudian pintu di tutup kembali.Damian lalu memencet tombol telepon yang menghubungkannya dengan sekretarisnya, Titania."Ya pak?" Suara Titania terdengar lembut."Tit, tolong pesenin makan ya, yang biasa." Ucap Damian."Baik pak," jawab Titania.Damian menunggu pesanan makanannya sambil membuka-buka lembar kertas, memberi content pada s
Rama mengawasi ekspresi Damian yang terlihat berubah. Sebagai seorang yang bekerja di bidang penyelidikan, memerhatikan raut wajahnya seseorang merupakan bagian dari pekerjaannya."Kenapa Dam? Elu kenal?" Rama langsung menyahuti ketika melihat Damian terpaku sejenak. Damian mengangkat wajahnya, ragu apa sebaiknya dia menginformasikan hal yang dia tahu. Tapi kalau itu dilakukannya, bisa-bisa tempat tersebut digerebek. Kalau sudah begitu akan banyak yang dirugikan. Dirinya, Anggela dan tentu lelaki yang memiliki hasrat yang sama dengan dirinya.Lagipula, tanpa informasi dari Damian juga pasti Rama cepat atau lambat akan mendapat petunjuk tentang tempat rahasia itu. Kalau sudah begitu, sepertinya rencana menjemput Anggela harus dipercepat. Bila perkiraannya tidak salah, semua orang di tempat itu pasti akan diinterogasi. "Enggak, gue enggak kenal. Kasihan saja masih muda, tapi sudab meninggal, pasti banyak impiannya yang belum terkabul. Dia mati karena apa?" Damian menjawab cepat setela
"Enggak. Dia enggak terlihat curiga. Dia datang kesini mau main karena katanya lokasi itu dekat dengan tempat gue." Sahut Damian menenangkan.Steve terlihat sedikit lega, tidak terbayangkan dalam kepalanya jika harus menjadi saksi karena dipanggil polisi, reputasinya bisa hancur kalau ada yang tahu dia sering pergi malam untuk menangkap kupu-kupu."Menurutmu tentang pianis itu, apa kira-kira polisi tahu tentang pekerjaannya?"Damian merenung sebentar. Dengan reputasi sebagai seorang pianis tingkat dunia, ketahuan bermain di dunia malam akan mencoreng nama baiknya. "Kurasa itu adalah job secret. Kecuali dia meninggalkan bukti, bisa jadi tempat itu akan terendus cepat atau lambat."Damian menerawang, pikirannya terlempar pada Anggela, dia harus segera membawa gadis itu pergi dari tempat itu. Bila Anggela merupakan bagian dari para penari, maka tidak mustahil mereka akan mengintrogasi Anggela. Damian tidak mau itu.Damian membuka lengan baju panjang nya, menarik kebelakang untuk melihat
Ah, Damian menyesal karena tidak pernah memotret Anggela. Kini dia tidak bisa membuktikan gadis itu sesungguhnya ada karena tidak memiliki bukti foto Anggela."Bagaimana kalau begini saja pak Syarif, ijinkan saya untuk menemui para penari." Ucap Damian memberi jalan keluar yang sekiranya menguntungkan dirinya.Syarif tampak mengernyit, lalu kemudian berkata dengan nada diplomatis, "Tuan, Eng--" Syarif menatap ke arah Damian"Damian, saya salah satu member VIP disini," Damian segera menyahuti Syarif sebelum Syarif menanyakan namanya."Oh, baiklah. Begini tuan Damian. Ada aturan dalam sistem kami. Bila pak Damian berminat melihat para penari, pak Damian bisa langsung melihat di atas panggung." Terang Syarif dengan sistematis."Apa tidak boleh saya melihat para penari itu?" Damian bertanya lagi."Maaf pak Damian, kami selalu bersikap adil pada para tamu. Bapak bisa melihat mereka di atas panggung, sepertinya hal ini tidak usah dibahas kembali." Tekan Syarif.Damian merasa sia-sia meminta
Apa maksudnya? Damian memutar mutar kertas lecek itu, hanya tulisan tolong dalam bahasa Inggris. Pikirannya yang sebelumnya berputar putar tidak karuan kini seolah kembali fokus. Dia menyadari, bila memang ini surat dari Anggela, berarti dia ada dalam bahaya!Damian kemudian memasukkan surat itu ke dalam sakunya. Kemudian dia bergegas meninggalkan tempat tersebut.Damian segera berjalan menuju parkiran dan kemudian mengambil mobilnya lalu mengarahkan ke jalanan. Pikirannya berputar putar tidak tentu arah. Surat dari Anggela, kematian pianis di klub, lalu gosip Anggela berpacaran dengan pianis. Damian tidak mengerti apa yang terjadi.Dia teringat seseorang, dalam salah satu kasus, orang itu pernah menjadi saksi di persidangan. Kemudian Damian mengarahkan mobil menuju kantornya.Satpam yang berjaga di depan kantor langsung memberi hormat pada Damian yang kembali ke kantor. Dia sudah biasa melihat sang bos kembali ke kantor kalau malam. Seringkali Damian meninggalkan mobil dan pergi ke
"Ram, gue enggak keberatan lu interogasi. Tapi tolong waktunya dijadwal ulang. Gue cuma sebagai saksi bukan, bukan tersangka?""Iya, kamu sebagai saksi saja. Kami hanya ingin meminta keteranganmu tentang korban.""Apa gue harus ke kantor polisi?""Hm, apa kamu bisa kesini?""Gue usahakan setelah pulang kantor gimana?" Tawar Damian."Itu juga boleh. Oke, gue tunggu jam 5 ya." Lalu telepon ditutup.Damian meletakkan hape kembali di atas meja, dia mengusap wajahnya. Kenapa jadi begini?Tiba tiba terdengar bunyi sambungan telepon dari Titania."Ya Tit?""Pak, ada yang ingin bertemu?"Damian mengernyitkan kening, "Pak Samsul?" Damian teringat bahwa hari ini dia ada janji bertemu seorang klien."Bukan pak. Belum ada janji sebenarnya. Dia, Eng...pak Johan Bahar.""Eh, Johan Bahar?" Damian sedikit terkejut. Dia mengenal nama Johan Bahar sebagai pewaris perusahaan rokok Sempurna. Pengusaha kelas kakap di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu Johan Bahar yang terbilang muda menerima perusahaan ke
Anggela?" Panggil Damian memastikan tapi Aniela hanya menatap Damian dengan bingung."Maaf, namaku Aniela." Ucap Aniela sambil menatap Damian bingung."Maaf, kau mirip sekali dengan perempuan yang aku kenal." Ucap Damian, "apa kau benar tidak mengenalku?"Aniela menatap Damian lurus-lurus, perempuan itu menggeleng, "ini pertemuan pertama kita. Tuan Damian, apakah kau bisa menolongku untuk keluar dari sini. Aku benar benar bingung, tiba-tiba saja polisi datang ke tempat tinggalnya dan menuduhku atas pembunuhan yang bahkan aku tidak pernah tahu. Mereka bilang aku membunuh seorang detektif swasta, itu aneh banget. Aku bahkan tidak kenal dengan detektif swasta itu." Terang Aniela pada Damian."Saya akan berusah semampu saya Bu." Ucap Damian.**Damian keluar ruangan, di depan Rama menunggu dengan melipat tangan di depan dadanya. Dia lalu kemudian memberi isyarat pada Damian untuk ikut dirinya."Pak Johan dimana?""Ada diruangan depan, apa kau ingin menemui dia dulu tuan pengacara?""Sarka