Share

Bab 5

Author: saraswatinda
last update Last Updated: 2021-07-31 10:34:14

“Assalamu’alaikum. Rafi, aku ingin bertemu. Bisa kamu datang ke Kafe Wien jam tiga nanti?” Nazwa berbicara cepat saat suara di seberang telinganya berkata halo.

“Nazwa? Ada apa? Salsa dan Hanif ada masalah?” tanya Rafi kaget.

 “Mereka baik. Hanya ada yang aku mau bicarakan! Aku tunggu di sana ya.” Nazwa langsung menutup panggilannya. Ia tak ingin berbasa-basi dengan Rafi. Sesungguhnya ia enggan untuk membicarakan hal ini, tapi tak bisa dibiarkannya tindakan Rafi yang menurutnya sudah sangat menyebalkan.

 “Mama, bicara dengan siapa?” Pertanyaan Salsabila, putri pertamanya, mengagetkan Nazwa yang sempat melamun setelah menelpon Rafi tadi.

  “Astaghfirullah, Kakak. Kaget Mama, Nak,” Nazwa mengusap dadanya.

   “Mama kenapa sih? Sudah seminggu ini Salsa melihat Mama sering melamun,” Salsa kembali bertanya.

  Nazwa tersenyum. Diulurkan tangannya sebagai isyarat agar Salsa mendekatinya. “Sini dekat Mama, Kak.”

 Salsa mendekati Nazwa dan duduk di sebelah mamanya ini. “Ada apa, Ma?” Ia kembali bertanya.

 “Adik Hanif kemana?” Nazwa belum mau menjawab pertanyaan anak pertamanya.

 “Ada di kamar,” Jawab Salsa.

 “Bisa tolong dipanggilkan? Ada yang mau Mama bicarakan dengan kalian.”

  Salsa beranjak menuju kamar Hanif, adiknya. Tak lama mereka datang dan mengambil tempat di sebelah mamanya.

  “Salsa, Hanif. Ada yang mau Mama tanyakan kepada kalian,” Nazwa memulai percakapan.

  “Ada apa, Ma?” tanya Salsa dan Hanif berbarengan.

  “Kalian tahu, Mama sangat bangga kepada kalian. Walaupun umur kalian belum dewasa, tetapi kalian sudah sangat dewasa dalam berfikir. Perpisahan Mama dan Papa adalah buktinya,” Nazwa terdiam sejenak. “Sekarang, kalian juga tahu, Mama saat ini dekat dengan Om Kafka. Sesungguhnya Om Kafka sudah meminta ijin untuk menikahi Mama. Sekarang Mama dan Om Kafka sedang menjalani  proses untuk melangkah ke pernikahan. Mama ingin bertanya, bagaimana menurut kalian, Om Kafka itu? Apa kalian setuju, jika Mama menikah dengan Om Kafka?” tanya Nazwa lembut.

Salsa dan Hanif saling pandang. Mereka tahu bahwa suatu saat Mama mereka akan menanyakan hal ini. Dan sekaranglah saatnya. Sebetulnya, mereka sudah lebih dulu tahu rencana ini dari Om Kafka sendiri. Dan Om Kafka pun juga sudah menanyakan pendapat mereka. Waktu itu mereka menjawab bahwa, mereka sangat menyenangi Om Kafka dan tidak keberatan jika Om Kafka menikahi Mama. Tetapi jika ada pilihan di mana Mama dan Papanya bisa bersatu kembali, mereka ingin Mama dan Papanya menikah kembali.

 “Ma, Salsa dan Hanif sangat sayang pada Mama. Kami begitu sedih waktu melihat Mama berpisah dengan Papa. Mama seperti orang lain yang kami tidak kenal. Dan kami tahu, Om Kafka yang telah mengembalikan Mama kami seperti semula. Om Kafka baik dan sepertinya sangat sayang pada Mama, juga Salsa dan Hanif. Tapi Ma ...,” Salsa menghentikan bicaranya.

“Iya sayang? Ada apa? Teruskan saja. Mama tidak akan marah kok,” tanggap Nazwa lembut.

 “Sebelumnya kami minta maaf, karena kami menyembunyikan pernikahan Papa dan Tante Renata. Kami takut Mama sedih lagi,” Salsa berucap hati-hati.

 Nazwa termangu mendengar pengakuan anaknya. Betapa mereka anak yang sangat baik dan dewasa. “Terima kasih, sayang. Tapi Mama tidak apa-apa. Kalian tahu darimana pernikahan Papa dan Tante Renata?” selidik Nazwa.

 “Kami melihat foto pernikahan Papa dan Tante Renata. Sewaktu kami tanya Tante Renata, katanya itu semua betul. Dan Tante juga bilang, bukan karena Tante yang menyebabkan Mama dan Papa berpisah. Tapi karena suatu keadaan yang membuat Papa harus berpisah dari Mama. Tante Renata juga bilang, bukan berarti Papa jahat. Papa hanya harus melunasi janjinya pada kakek untuk menjaga Tante Renata,” Dengan gamblang Salsa menjelaskan semuanya.

“Ma, Salsa dan Hanif sayang sama Papa dan Mama. Menurut kami, apa yang Papa dan Mama lakukan sudah yang terbaik. Bukankah Mama pernah bilang, bahwa semua yang terjadi di dunia ini, baik dan buruknya sudah diatur oleh Allah? Kita hanya bisa menerima dan menjalaninya dengan sabar. Jadi, kami ingin menjadi anak yang bisa membuat bangga, seperti kami bangga pada Mama. Kalau memang Om Kafka bisa membuat Mama bahagia, Salsa dan Hanif juga akan bahagia. Iya kan, Nif?” kerling Salsa pada Hanif.

“Iya, Ma. Tapi, kalau Mama ingin menikah lagi dengan Papa, kami juga akan senang kok,” ujar Hanif pelan.

 Nazwa kembali tertegun mendengar perkataan Salsa dan Hanif. Salsa memang sudah lebih besar, sehingga sudah mengerti situasinya. Tapi Hanif, anak yang berusia sembilan tahun itu pasti belum mengerti. Dan Nazwa tahu, dari perkataan Hanif terakhir, anak itu berharap ia kembali pada Rafi.

Dipeluknya ke dua belahan jiwanya itu. “Terima kasih, sayang,”  ucapnya sambil mengecup kening Salsa dan Hanif bergantian. “Kalian tahu, kalian selalu membuat Mama bangga. Kalian tak akan pernah membuat Mama kecewa. Mengapa? Karena kehadiran kalian merupakan anugerah dan kebanggaan buat Mama. Selamanya,” Isak Nazwa menahan haru sambil memeluk kembali Salsa dan Hanif.

 Salsa dan Hanif balas memeluk Mamanya dengan hangat. Mereka juga sangat sayang dan bangga kepada Mamanya. Mereka ingin selalu melihat Mamanya bahagia. Mereka tak ingin lagi melihat Mamanya terpuruk dalam kesedihan seperti saat berpisah dengan Papa mereka dulu.

***********

Kafe Wien.

Nazwa duduk dengan gelisah menunggu kedatangan Rafi. Beberapa kali dilihatnya pintu masuk setiap bunyi bel berdenting, menandakan tamu yang masuk ke Kafe miliknya ini. Ia meraih handphone-nya bermaksud untuk menanyakan keberadaan Rafi. Ia mencari nama Rafi dan bermaksud untuk melakukan panggilan, sampai sebuah suara menghentikannya.

“Assalamu’alaikum, Nazwa.” Rafi mengucapkan salam.

 “Wa’alaikumsalam. Rafi, jelaskan padaku. Apa maksud kamu mengirim Renata ke Kafe ini?” Nazwa langsung  bertanya tanpa memberi Rafi kesempatan untuk duduk terlebih dahulu.

 “Astaghfirullah, Nazwa. Aku baru saja sampai! Setidaknya biarkan aku minum terlebih dahulu!” keluhnya.  Ia meraih kursi di hadapan Nazwa dan mendudukinya. Ia meminum es jeruk yang tersedia di meja dan kemudian mencari posisi yang nyaman, menatap Nazwa dan berkata, “Tadi kamu bertanya apa?”

 “Apa maksud kamu mengirim Renata ke sini?” ulang Nazwa dengan sedikit emosi.

 “Renata? Maksudmu?” Rafi balik bertanya tak mengerti.

  Hh! Nazwa menghela nafas. Ia mengatur nada suaranya agar emosi di dadanya tak terlihat. 

“Fi, kenapa kamu menyembunyikan pernikahanmu dengan Renata? Bukan hanya kepadaku, tetapi juga anak-anak?! Selama ini mereka selalu bercerita bahwa setiap kali ada di tempatmu, selalu ada Tante Renata. Aku tak pernah curiga. Ku pikir, Renata memang ingin bermain bersama anak-anak. Karena sebelum kita bercerai pun, terkadang kita berjumpa dengan Renata. Tapi ternyata kalian sudah menikah. Kenapa kamu berbohong, Fi? Satu tahun. Bisa-bisanya kamu!” ujar Nazwa dengan geram.

           

*********

Bersambung

           

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hati Yang Terpilih   Bab 61

    “Iya, Naz. Aku baru sampai di Jakarta. Aku mau bertemu Rafi dahulu. Dia bilang sudah mendapatkan hasil dari laporan kesehatan Nayla.” Kafka memberi kabar tentang dirinya pada Nazwa begitu menginjakkan kakinya di Bandara Soekarno Hatta.“Syukurlah,” terdengar hela napas lega Nazwa. “Dimana kalian mau bertemu?”“Rafi belum menentukan tempatnya. Aku sedang menunggu kabar dari Rafi.”“Kaf, aku … aku cemas akan hasilnya. Tapi aku sungguh penasaran.”“Tenanglah, Naz. Semua akan baik-baik saja.”“Tapi, bagaimana jika benar Nayla …,”“Nazwa Rengganis … Kamu percaya aku kan? Apapun hasilnya, aku tidak akan meninggalkan kamu. Rencana pernikahan kita akan tetap berjalan.”“Tapi keinginan Nayla …,”“Aku belum berbicara dengan Nayla langsung dan semuanya kita bisa bicarakan, Naz. Kamu tenang ya.”“Entahlah, Kaf. Aku …,”“Naz, aku butuh keyakinanmu, sayang. Please, jangan lagi menyerah dan berpikir semuanya kan terhenti di sini. Ingat Naz, ada Allah! Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku, jadi berpiki

  • Hati Yang Terpilih   Bab 60

    “Bagaimana pertemuan kamu dengan Kafka, Naz?” Bapak bertanya setelah makan malam mereka selesai dan saat ini berkumpul di ruang keluarga.Nazwa yang sedang mengelus kepala Hanif yang bersandar di dadanya, menghentikan gerakannya. “Kafka … setuju untuk melanjutkan pernikahan kami, Pak. Tapi saat ini dia belum bisa kembali ke Jakarta karena baru saja alih jabatan dengan pejabat sebelumnya. Kafka menitip salam untuk Bapak dan Ibu. Dia bilang akan secepatnya mengatur waktu untuk datang ke sini dan membicarakan kelanjutan rencana pernikahan kami,” jawab Nazwa.Ia sengaja tidak memberitahu kejadian yang sebenarnya karena takut Bapak dan Ibu justru kembali tidak menyetujui pernikahan mereka. Nazwa tahu benar jika kali ini ia berspekulasi dengan kenyataan yang ada, tetapi bukankah di setiap ketidakmungkinan selalu ada kemungkinan itu sendiri. jadi, ia memilih untuk melihat kemungkinan yang ada.“Jadi, Om Kafka akan jadi ayah aku juga, Bun?” tanya Hanif.Nazwa tersenyum seraya menganggukkan ke

  • Hati Yang Terpilih   Bab 59

    “Tidak ada orang yang ingin rumah tangganya berantakan, Kaf! Kamu pikir, aku senang menikah berkali-kali?!” ujar Ewi sengit.Kafka menaikkan kedua bahunya tanda seolah tak mengerti atau bahkan tak peduli.“Jahat sekali pikiran kamu!” desis Ewi lagi.“Lalu, tindakan kamu meninggalkanku saat terpuruk dan menikah dengan lelaki lain, itu tidak jahat? Begitu?” cemoh Kafka.“Bisakah kamu melupakan hal yang sudah lalu?” ucap Ewi merendahkan nada suaranya.“Aku ingin sekali bisa melupakan peristiwa itu, Wi. Tapi sekeras apapun aku berusaha, ingatan itu tidak pernah hilang!” tekan Kafka. ‘Kamu tidak tahu aku sampai harus mengikuti terapi untuk bisa kembali waras’ lanjut Kafka dalam hatinya.“Jangan cengeng, Kaf! Kamu laki-laki!” cela Ewi.“Aku laki-laki yang punya hati, Wi! Punya perasaan! Tidak seperti kamu! Seorang perempuan yang justru bisa begitu tega, tak berperasaan!”“Kafka!” sentak Ewi tak suka dengan ucapan Kafka.“Apa? Mau bilang kalau kamu hanya berpikir rasional? Karena aku bangkru

  • Hati Yang Terpilih   Bab 58

    “Maksudmu?” tanya Kafka tak mengerti.“Sebetulnya karyawan di perusahaanku sebulan lalu baru saja menjalani medical check up di rumah sakit yang sama di mana anakmu menjalani tes. Dan baru beberapa hari yang lalu, kami menerima hasilnya. Logo rumah sakit itu sedikit berbeda aku rasa. Entahlah. Tapi aku sungguh penasaran ingin mengecek kebenarannya,” terang Rafi.“Maksudmu, hasil test kesehatan itu palsu?” tanya Kafka lagi.“Aku belum bisa memastikan, sampai kita mengeceknya langsung bukan?” Rafi balik bertanya.“Tapi aku belum bisa balik ke Indonesia dalam waktu dekat ini,” keluh Kafka terdengar putus asa.“Tenang saja. Aku akan membantumu. Aku yang akan mengecek langsung. Masalahnya, aku harus punya salinan hasil tes kesehatan itu, Kaf,” ujar Rafi.Kafka paham sekarang mengapa Rafi menyuruhnya menemui Ewi, mantan istrinya itu alih-alih mengantarkan Nazwa kembali ke hotel.“Aku yang akan mengantarkan Nazwa kembali ke hotel. Kalian bisa berbicara nanti setelah kamu berhasil dengan misi

  • Hati Yang Terpilih   Bab 57

    Pupil mata Kafka melebar mendapati sosok yang sedang merangkul Nazwa-nya. Ya, perempuan yang sedang merebahkan kepalanya di dada laki-laki itu adalah Nazwa, calon istrinya. Ia sudah akan mengiyakan permintaan Nazwa untuk kembali melanjutkan pernikahan mereka. Tidak salah bukan, jika sejak saat itu Nazwa kembali menjadi miliknya. Walau jawabannya itu belum sempat didengar oleh Nazwa, karena kedatangan dan interupsi Ewi, mantan istrinya.“Nazwa!” tegur Kafka. Terdengar jelas nada tidak suka dari suaranya.Nazwa bergeming. Tubuhnya seperti kaku mendengar suara dari arah belakangnya itu. ia mengangkat kepalanya yang tadi direbahkannya di dada Razky. Ditatapnya Razky sebelum ia memutar tubuhnya ke arah sumber suara.“Kaf … ka?” lirihnya dengan nada terkejut.“Apa yang sedang kamu lakukan? Belum satu jam yang lalu kami memintaku untuk melanjutkan pernikahan kita. Lalu mengapa sekarang kamu bersandar pada dia!” tunjuk Kafka pada Razky penuh emosi.“Aku … aku hanya … me …,”“Apa kamu sedang m

  • Hati Yang Terpilih   Bab 56

    Nazwa mengerjapkan mata untuk meraih kesadarannya. Netranya menangkap siluet wajah seorang lelaki gagah yang terkejut melihat kehadirannya.“Razky?” tanyanya juga dengan tak percaya.Lelaki gagah yang bernama Razky itu tersenyum dengan sangat manis mendapati Nazwa menyebutkan namanya.“Kamu sedang apa di sini, Angel?” Razky mengulang pertanyaannya yang memang belum terjawab oleh Nazwa tadi.“Aku … Aku …,” tiba-tiba Nazwa tergugu saat menjawab pertanyaan Razky. Sontak ia menoleh ke arah belakang, ke tempat di mana ia bertemu dengan Kafka, Rafi dan Ewi. Nazwa menunjukkan telunjuknya ke arah Café Seroja.Razky paham dengan gerakan Nazwa. “Oke … Kamu dari Café itu?” tunjuknya.Nazwa menganggukkan kepalanya.“Bertemu siapa? Kamu ada urusan bisnis di sini?” tanya Razky menggali informasi.Nazwa menggelengkan kepalanya.Razky mengernyitkan keningnya. Perempuan di hadapannya saat ini bukanlah Nazwa yang ia kenal. Setahunya, Nazwa adalah perempuan yang tidak mudah terguncang oleh suatu peristi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status