Share

Hati yang Tak Direstui
Hati yang Tak Direstui
Author: Senja Aruna

part 1

Author: Senja Aruna
last update Last Updated: 2025-08-21 22:30:08

_Hujan dan semesta selalu punya caranya sendiri untuk mempertemukan dua hati.. walau pada akhirnya tak ada jaminan pasti bahwa pertemuan itu diciptakan untuk terus bertaut dan selalu bersama_

Hari itu, hujan turun dengan derasnya, seolah enggan memberi jeda pada siapa pun yang sedang terburu-buru.

Di bawah atap kecil perpustakaan, seorang gadis berdiri dengan wajahnya yang gusar. Payungnya tertinggal di rumah, dan satu-satunya yang bisa ia lakukan hanyalah menendang-nendang ujung sepatunya dengan kesal, sambil merutuki betapa menyebalkannya hujan yang datang tanpa pemberitahuan.

" hffft.. kapan sih hujannya reda? bisa-bisa aku ngga dapet tiket kereta deh.. aaah siaal banget sih hari ini mana payung pake ketinggalan segala" gerutu Nura, nama gadis itu..

Sampai akhirnya, tanpa di duga seseorang muncul di sisinya.

Seorang pria dengan kaos lengan panjang bergaris abu-abu, lengan baju nya yang sedikit tergulung, rambut basah, dan sepasang mata indah yang menatap tenang. Di tangannya, sebuah payung hitam terlipat—seolah memang ditakdirkan untuk ia buka pada waktu yang tepat.

“Mau pulang ya? Kalau nunggu hujan reda, bisa-bisa kamu beneran nggak dapet kereta lho,” ucapnya dengan nada tenang.

Nura tersentak, menoleh, lalu membalas gugup, "oo..eh hmm iya juga sih. Eeh? kamu siapa? ko bisa tau kalo aku lagi buru-buru takut ketinggalan kereta?" seolah baru saja disadarkan dari lamunannya.

Dan seketika pria itu membuka payungnya, lalu mengulurkannya dengan singkat, “Tenang..tenang aku bukan orang jahat atau pervert ko, cuma nggak sengaja aja tadi denger kamu lagi ngomel wkwk.. Ohiya kebetulan aku juga mau ke stasiun nih, mau bareng?” sebuah jeda kecil tercipta. Jeda yang sederhana, tapi cukup bikin jantung Nura berdegup 1000x lebih cepat daripada suara hujan yang jatuh ke tanah.

"Mm.. boleh deh"

Di bawah payung hitam itu, mereka akhirnya melangkah beriringan. Dua orang asing, dipertemukan oleh derasnya hujan, tanpa sadar menuliskan episode pertama dari kisah yang kelak akan sulit mereka lupakan.

...

Langkah mereka pelan, menyusuri trotoar yang mulai tergenang. Payung hitam itu tampak terlalu kecil untuk menaungi dua orang, sehingga mau tak mau jarak di antara mereka jadi begitu dekat.

Sesekali, bahu mereka saling bersentuhan. Nura berusaha menggeser diri, tapi pria di sampingnya dengan tenang sedikit memiringkan payung, memastikan hujan nggak mengenai dirinya.

“Kalau jalan jangan terlalu ke pinggir, nanti baju kamu bisa basah,” ucapnya ringan, tanpa menoleh.

Ada kehangatan dalam nada suaranya— emang nggak berlebihan sih, tapi nggak tau kenapa cukup untuk bikin Nura jadi menunduk malu, menyembunyikan rona yang tiba-tiba merayap di pipinya.

Di sekitar mereka, kota bertransformasi. Genangan air hujan memantulkan sinar lampu jalan yang berpendar kuning, menciptakan bayangan yang terasa sendu, ditambah lagi bunyi air yang jatuh bagaikan musik latar yang tak pernah berhenti, menutup dunia luar, menyisakan hanya mereka berdua di bawah payung itu.

..

Di antara suara hujan dan langkah pelan mereka, Arthur akhirnya membuka percakapan.

“Kamu mahasiswi Universitas Sanjaka juga ya?” tanyanya, suaranya terdengar hangat, menembus derasnya hujan.

Nura sontak menoleh, agak kaget, sebelum menjawab gugup, “O-oh iya… aku Nura, dari Fakultas Musik. Kalo kamu?”

Arthur tersenyum tipis. “Hai, kenalin aku Arthur Chedric dari Fakultas Hukum.” jawabnya sambil menyodorkan tangan tanda perkenalan yang kemudian disambut oleh Nura.

Ia terdiam sejenak, lalu menambahkan dengan nada kagum, “Keren juga ya kamu ambil fakultas musik. Jarang lho ada yang berani ngambil jurusan itu, ya kebanyakan sih yang aku kenal mereka ambil jurusan kaya manajemen, ekonomi gitu.. hmm kayanya kamu nih satu-satunya kenalanku yang dari fakultas musik” katanya sambil sedikit terkekeh

Nura menunduk, nggak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Iya kayanya hehe. Kamu juga keren, ngambil jurusan hukum"

"Makasih, kita sama-sama keren kok" kedua nya tersenyum

...

Langkah mereka masih beriringan, ditemani percakapan singkat yang masih terasa canggung. Sesekali Nura menanggapi dengan tawa kecil, sesekali Arthur melontarkan komentar ringan yang membuat gadis itu lupa pada gusarnya beberapa menit lalu.

Sampai akhirnya, cahaya neon dari papan stasiun terlihat di kejauhan. Orang-orang bergegas, beberapa menenteng koper, sebagian lain masih sibuk antri di loket , tapi hampir semuanya larut dalam hiruk-pikuk sore yang basah ini.

Arthur memperlambat langkahnya, menyesuaikan dengan langkah Nura.

“Ra, kereta kamu jam berapa?” tanyanya, dengan suara yang tetap tenang.

“Jam 17.30, Thur.” jawab Nura sambil melirik papan jadwal.

Arthur mengangguk pelan. “Kebetulan sama. Tapi… jalurnya pasti beda, kan? wkwk”

Hening sesaat tercipta. Cuma suara hujan yang terdengar menetes dari pinggiran atap stasiun.

Mereka berdiri di depan peron, payung hitam yang tadi menaungi, sudah dilipat rapih oleh pemiliknya. Nura tahu, sebentar lagi mereka harus berpisah. Ada rasa aneh yang hinggap—bagaimana bisa seseorang yang baru ia kenal terasa begitu dekat dalam hitungan menit?

“Kalau emang semesta yang bikin kita ketemu, aku yakin suatu saat pasti kita bakal ketemu lagi” ucapnya pelan, nyaris seperti gumaman.

Nura terdiam. Bibirnya hendak membuka, tapi nggak ada kata yang bisa keluar, jadi ia urungkan. Akhirnya dia cuma bisa mengangguk kecil sebagai jawaban, menahan sesuatu yang tiba-tiba mengganjal di dada.

Kereta mereka diumumkan hampir bersamaan. Dan di sana, di antara ramainya stasiun, langkah mereka akhirnya terpisah.

Nura menuju jalurnya, dan Arthur juga menuju jalurnya sendiri. Tepat sebelum benar-benar hilang dalam kerumunan, Nura sempat menoleh sekali lagi.

Arthur pun juga menoleh pada waktu yang sama.

Sejenak, seakan dunia berhenti berputar. Hanya tatapan singkat, lalu keduanya kembali berjalan.

Dan di atas sana, hujan yang tak kunjung reda menjadi saksi, bahwa setiap pertemuan—betapapun singkat—selalu menyimpan kemungkinan yang tak bisa ditebak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jw Hasya
Awal yang manis. Aku suka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hati yang Tak Direstui   bab 16

    Setelah menemukan musholla, Nura langsung bergegas mengambil wudhu, tapi sebelum itu ia sempat berkata pada Arthur, "Thur aku sholat dulu ya, kamu mau nungguin aku sampe beres sholat atau mau langsung pulang duluan?""Sans aja Ra, aku nggak buru-buru banget pulang kok lagian di rumah suasana nya lagi ngga kondusif, kan kamu tau sendiri wkwk.. Nikmatin aja waktu kamu berdua sama Tuhan ya, aku nunggu kamu disini..""Ooh okee kalo gitu.. wait yaaa""Ra.. raa, aku sekalian nitip doa yaa hehe"Cuma jempol yang jadi jawaban untuk Arthur, selanjutnya sosok Nura sudah hilang di balik tembok.Sembari menunggu Nura, Arthur sibuk menelaah kembali semua yang terjadi padanya belakangan ini.. mulai dari pertemuan pertama mereka, kejadian di cafe, gosip yang sempat menyebar seantero kampus, kecanggungan mereka, kekaguman Arthur sama Nura waktu liat perform nya di acara kampus, sampe masalah dia dan ayahnya dan hari ini pertemuan kesekian mereka, semuanya terputas jelas di otak Arthur, dan dia menyad

  • Hati yang Tak Direstui   bab 15

    Langit sore kali ini berwarna jingga keemasan, seolah sedang melukis ketenangan setelah hari-hari kemarin yang penuh hiruk pikuk.Burung-burung kecil melintas di antara pohon cemara yang mulai gugur, sementara semilir angin membawa aroma tanah dan daun basah sisa hujan tadi siang.Di bangku taman yang agak tersembunyi di sudut barat, Nura duduk sambil memainkan gantungan kunci berbentuk treble clef, kesayangannya. Ia melirik jam tangan, lalu tersenyum kecil ketika sosok yang ditunggunya akhirnya muncul — Arthur, dengan kemeja biru muda yang digulung sampai siku dan rambut sedikit berantakan. Iya, setelah 2 hari yang lalu mereka bertukar cerita via telepon, akhirnya hari ini mereka memutuskan untuk bertemu secara langsung di taman kota. “Maaf ya ra aku telat dikit hehe” katanya sambil mengangkat dua gelas minuman dingin. “Aku tadi sempet nyasar soalnya taman ini ternyata luas banget ya.” Nura terkekeh. “Padahal aku udah kasih shareloc, loh thur.” Arthur duduk di sampingnya, m

  • Hati yang Tak Direstui   bab 14

    Sudah beberapa hari berlalu sejak obrolan panjang malam itu, tapi setiap kali Nura mengingatnya, bibirnya selalu tanpa sadar tersenyum. Percakapan lewat telepon yang awalnya hanya basa-basi ringan kini berubah jadi kebiasaan kecil yang ia tunggu setiap malam.Namun sore itu, ada sesuatu yang terasa berbeda. Notif pesan yang ia tunggu, tidak juga muncul. Padahal biasanya Arthur selalu rajin mengiriminya chat seperti "kamu lagi apa ra? “udah makan belum?” atau “hari ini pulang jam berapa? bareng yuk”. "Arthur kemana ya? ko tumben banget seharian ini dia nggak ada ngehubungin"Nura menatap layar ponsel nya yang tetap sepi, lalu menghela napas. Ia mencoba mengalihkan diri dengan latihan biola, tapi fokusnya buyar setiap beberapa menit. Nada-nada yang seharusnya lembut malah terdengar goyah.“Udah gapapa nura kamu harus tetep fokus, positif aja mungkin dia ketiduran, sibuk atau gaada kuota.. mending lanjut lagi deh latihannya” gumamnya, separuh kesal pada diri sendiri.Ketika lagi fokus l

  • Hati yang Tak Direstui   bab 13

    "seharian ini aku capek banget, kayanya minum coklat panas sambil nonton enak kali yaa.. etapi bentar deh, coklat yang kemaren itu masih ada sisa ga ya? aku cek dulu kali" tanpa menunda, Nura langsung pergi ke dapur. "Alhamdulillah masih ada stok wkwk, kalo abis males banget aku harus jalan dulu ke warung Mang Sobur, jauh.. hihii rezeki anak sholehah, emang nggak kemana.." setelah menyeduh cokelat, Nura langsung balik lagi ke kamar. Dia duduk di depan laptop dan sibuk milih-milih film apa yang mau dia tonton, akhirnya pilihannya jatuh ke Jurassic World. Di awal film mulai, dia emang keliatan banget seriusnya, tapi di pertengahan entah kenapa fokus itu sepertinya hilang, Nura tampak sedang memikirkan sesuatu dibanding menikmati alur film. "Di acara tadi sore, aku kayanya liat arthur deh.. tapi ko sampe beres acara dia ga nemuin aku ya? etapi aku juga nggak yakin sih dia beneran ada disana apa nggak" ternyata yang membuat Nura hilang fokus adalah kejadian acara tadi sore di kampus. S

  • Hati yang Tak Direstui   bab 12

    Hari itu, suasana aula fakultas musik sangat berbeda dari biasanya. Banyak mahasiswa dan mahasiswi dari fakultas lain memenuhi ruangan, karena tepat sore ini ada kegiatan yang diadakan. Acara konser mini tahunan lebih tepatnya, ya memang bukan acara yang besar, tapi cukup bergengsi. Semua mahasiswa jurusan musik diwajibkan untuk tampil, entah itu solo ataupun grup, hal itu sebagai bentuk tambahan nilai semester sekaligus ajang unjuk diri.Nura sejak pagi sudah gelisah. Tangannya dingin, kertas partitur yang dipegangnya berulang kali ia lipat lalu dibuka lagi. Byeol, biola kesayangannya, entah sudah berapa puluh kali ia gesek, bagi yang mendengar mereka merasa permainan Nura sudah sangat bagus walaupun ini masih dalam sesi latihan. Tapi, Nura sendiri masih merasa begitu tegang. Ia takut penampilannya nanti nggak maksimal.Mecca duduk di sampingnya, sibuk ngemil wafer seolah nggak ada beban. “Santai aja kali, Ra. Nggak usah tegang banget kaya gitu, aku yakin kok penampilan kamu nanti ba

  • Hati yang Tak Direstui   bab 11

    Hari-hari di kampus akhirnya kembali tenang bagi Nura. Setelah Mecca menjelaskan dan meluruskan gosip yang sempat ramai, perlahan bisik-bisik di sekitar mereka mereda. Kini, Nura bisa berjalan di koridor tanpa harus merasa jadi pusat perhatian, meskipun sesekali masih ada teman yang meledek. Namun, ada satu hal yang belum ia selesaikan: buku tebal yang beberapa hari lalu ia pinjam dari Arthur. Bukan buku musik, melainkan buku hukum dasar—Arthur bilang buku itu lumayan untuk menambah wawasan. Nura awalnya hanya menerima dengan ragu, tapi ternyata setelah sempat membaca beberapa bab ia merasa tertarik. Ia jadi sedikit tahu tentang bab hak cipta yang bisa berkaitan dengan musik, dan itu cukup membuka pikirannya.Siang itu, usai kelas, Nura memutuskan untuk mengembalikan buku tersebut. Ia menunggu momen yang pas, dan akhirnya melihat Arthur sedang berdiri di dekat loker, sibuk merapikan barang. Dengan langkah hati-hati, ia menghampiri.“Arthur,” panggil Nura pelan.Arthur menoleh, wajahn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status