Share

Head Over Heels - Part 3

Eliora menyeruput isi cup di hadapannya yang hanya tersisa sedikit. Hampir satu jam yang lalu, gadis itu sudah menandaskan New York Cheesecake yang ia pesan tadi ke dalam perutnya.

Selama tiga jam duduk di kedai kopi ini, Eliora hanya duduk seorang diri sambil menonton drama Cina yang belum sempat ia selesaikan beberapa hari yang lalu. Bukan hanya makanan dan minuman enak yang menarik Eliora ke tempat itu, melainkan juga jaringan nirkabelnya yang g****s dan cepat.

“Bosan juga duduk sendirian di sini,” gumam Eliora pada dirinya sendiri sembari mematikan layar ponselnya. Pasalnya, di lantai atas kedai kopi berlogo putri duyung ini benar-benar sepi. Hanya ada Eliora seorang diri di sini.

Setelah menimbang-nimbang, Eliora memutuskan untuk meninggalkan kedai kopi ini dan melanjutkan acara cabut sekolahnya ke destinasi berikutnya. Kaki Eliora baru menuruni setengah anak tangga yang menuju ke lantai bawah, tetapi kesialan kembali menimpanya kali ini.

Seorang laki-laki yang mengenakan seragam sekolah dengan jaket yang membalut atasannya menabrak Eliora sehingga kopi yang berada di tangan lelaki itu tumpah mengenai baju seragam Eliora. Umpatan sudah hampir meluncur dari mulut Eliora, tetapi gadis itu menahannya karena nggak ingin mengundang perhatian di tempat umum seperti saat ini.

“Eh ... maaf, maaf,” ujar lelaki yang menabrak Eliora kemudian menatap pada wajah gadis yang baru saja ia kotori bajunya.

“Bentar ... kamu Eliora, ‘kan?” lanjut lelaki itu bertanya.

Eliora mengerutkan keningnya, mengingat-ingat apakah ia kenal dengan sosok lelaki yang sedang berdiri di hadapannya ini atau nggak.

Eh, ini bukannya orang yang aku rasa familiar tadi, ya? tanya Eliora pada dirinya sendiri di dalam hati.

“Kita ... kita saling kenal?” gumam Eliora bertanya.

“Aku Alfonso. Kita udah pernah kenalan waktu aku tanding basket di sekolah kamu sekitar hampir satu tahun yang lalu,” jelas lelaki itu menjawab.

“Oh, iya, ya?” gumam Eliora kali ini pada dirinya sendiri. Tapi kenapa aku bisa lupa, ya? lanjut gadis itu di dalam hati.

“Iya, masa kamu lupa, sih?”

Eliora terkekeh kering, merasa nggak enak dengan lelaki bernama Alfonso itu karena nggak mengenalinya. “Eh, aku udah harus pergi nih. Taksi o****e pesanan aku udah sampai,” ujar Eliora sembari melirik pada panggilan dari pengemudi taksi yang dipesannya. Belum sempat Alfonso membalas ucapan Eliora, gadis itu sudah lebih dulu berlalu pergi dari hadapannya.

“Bisa-bisanya dia lupa denganku,” gumam Alfonso sembari menatap kepergian Eliora dari tempatnya berdiri kemudian mencengkram cup kopi yang berada di tangannya dengan sedikit kuat hingga menimbulkan suara seperti plastik yang tergencet. Sebuah senyum asimetris terukir pada bibir Alfonso sebelum lelaki itu kembali melanjutkan langkahnya untuk naik ke lantai atas kedai kopi ternama ini.

*

“Tujuannya sesuai titik ‘kan, Mbak?” tanya pengemudi taksi o****e ketika Eliora baru saja masuk ke dalam mobil berwarna silver yang ia pesan dan menutup pintunya.

“Iya, benar kok, Pak,” balas Eliora sembari membersihkan sisa-sisa tumpahan kopi milik Alfonso yang mengenai seragamnya tadi.

Setelah beberapa menit mobil taksi pesanan Eliora melaju membelah jalan raya, si pengemudi pun kembali membuka suaranya. “Kok pulang sekolahnya cepat, Mbak?”

“Eh, saya nggak ke sekolah karena ban mobil saya pecah tadi pagi, Pak,” jelas Eliora.

“Oh, sekarang SMA kelas berapa, Mbak?” tanya pengemudi yang Eliora taksir masih seusia ayahnya, sekitar 45 tahun.

“Baru masuk kelas 3, Pak,” jawab Eliora sembari mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Gadis itu sedang mengirimkan pesan pada ketua kelasnya melalu aplikasi W******p agar namanya nggak masuk ke dalam daftar alpha, melainkan izin.

“Berarti sebentar lagi udah mau lulus, ya,” ujar si pengemudi. Bertepatan dengan itu, mobil yang ditumpangi oleh Eliora sudah berhenti di lobi sebuah supermarket besar. Supermarket ini sangat terkenal di kotanya karena menjual barang-barang lucu yang diimpor dari luar negeri. Nggak jarang Eliora datang ke sana hanya untuk sekadar membuang kebosanan dengan melihat-lihat barang baru yang ingin dia beli secara impulsif.

“Oke, udah sampai, Mbak.”

Setelah memastikan mobil yang ia tumpangi sudah berhenti sepenuhnya, Eliora pun kemudian membuka pintu mobil dan turun dari sana. “Makasih, Pak,” ujar gadis itu sebelum menutup kembali pintu mobil dan berjalan memasuki area perbelanjaan yang belum terlalu ramai itu.

Jangan pikir Eliora nggak membayar ongkos taksi o****e-nya karena gadis itu sudah membayarnya melalui saldo di dompet virtualnya yang sudah tersinkronisasi dengan aplikasi pemesanan taksi o****e tersebut.

Di dalam mobil tadi, Eliora sudah terlebih dahulu memakai kardigan yang diambil dari dalam tasnya sehingga noda kopi milik Alfonso tadi dapat tertutup dengan sempurna.

Berguna juga, ya, ternyata aku taruh kardigan di dalam tas selama ini, batin Eliora pada dirinya sendiri sembari merapikan pakaian atasnya dan menyampirkan tas sekolahnya di kedua pundaknya.

Eliora berpikir sejenak sembari mengambil sebuah troli yang berjejer di dekat pintu masuk. Benak gadis itu memikirkan apa yang akan ia beli pada acara belanja impulsifnya kali ini. Tiba-tiba sebuah ide berkelebat di dalam otak Eliora sembari diiringi senyum senang yang terpatri di bibirnya.

Saat memasuki area supermarket, mata Eliora langsung disuguhi oleh berbagai jenis buah-buahan, mulai dari buah lokal sampai impor. Tangan gadis itu mengambil sekotak buah stroberi berukuran besar karena warna merah pekatnya yang menarik perhatian. Tanpa mengecek harganya terlebih dahulu, Eliora langsung memasukkannya ke dalam troli yang ia gunakan.

Eliora mendorong trolinya seraya menatap pada layar ponselnya. Gadis itu membuka aplikasi di mana ia pernah menyimpan resep steak dari salah satu celebrity chef ternama di Indonesia. Eliora berencana akan mengeksekusi resep tersebut nanti sepulang dari supermarket ini.

Sesampainya Eliora di bagian perdagingan, gadis itu mengernyitkan keningnya sejenak karena banyak sekali jenis daging di sana. Mata Eliora meneliti daging yang berada di dalam kotak chiller itu satu per satu sampai saat indra penglihatan gadis itu menemukan tulisan ‘Aurora Angus Beef Prime Ribeye Steak Cut’, Eliora langsung meraihnya dan memasukkan daging seberat 250 gram itu ke dalam troli walaupun harganya lumayan menguras dompet.

Sesekali memanjakan lidah dengan daging mahal nggak masalah, deh, pikir Eliora di dalam hati sebelum kembali mendorong trolinya menuju lorong-lorong yang belum ia kunjungi untuk mencari bahan-bahan lain yang akan ia gunakan untuk memasak nanti.

Sekitar 30 menit Eliora mengelilingi seluruh supermarket ini. Namun, gadis itu tiba-tiba menghentikan dorongan pada trolinya dan mendengus ketika mendapati ada satu bahan lagi yang masih tertinggal.

“Aduh, thyme sprigs ini apaan, sih?” gumam Eliora sembari membaca baris terakhir bahan-bahan dari ponselnya.

Mau nggak mau, Eliora pun meninggalkan trolinya di pinggir salah satu lorong supermarket kemudian berjalan menuju area buah dan sayur yang dekat dengan pintu masuk. Duh, mana lumayan jauh lagi itu tempat sayurannya, batin Eliora di dalam hati.

“Mbak, di sini ada jual thyme sprigs nggak, ya?” tanya Eliora pada seorang pramuniaga yang bertugas di balik meja penimbangan.

“Ada, Dik,” jawab pramuniaga tersebut. “Tempatnya ada di sudut bagian sayuran hijau. Nanti di depan kotaknya ada tulisan namanya gitu,” lanjutnya yang membuat Eliora menganggukkan kepalanya seraya mengucapkan terima kasih.

Eliora kemudian berjalan melewati pramuniaga itu untuk menuju tempat yang baru saja ditunjuk kepadanya. Namun, baru dua tiga langkah beranjak, Eliora dapat mendengar suara berat seorang pria yang berkata, “Mbak, tolong timbang ini.”

Dari suaranya aja udah bikin meleleh, gimana lagi wajahnya, ya, batin Eliora di dalam hati. Meskipun begitu, Eliora memilih untuk melanjutkan langkahnya tanpa menoleh ke belakang untuk melihat pemilik suara itu.

*

Senin pagi, Raven memutuskan untuk pergi berbelanja untuk mengisi kulkasnya yang kosong. Kebetulan, hari ini jadwal mengajar pria itu adalah setelah jam makan siang, yaitu di atas jam 12. Maka dari itu, Raven bisa berakhir di supermarket terlengkap di kotanya ini.

Sebenarnya Raven ingin melakukan aktivitas berbelanja ini setelah jadwal mengajarnya usai, tetapi ia pasti akan terjebak macet karena jadwalnya berakhir pada jam lima sore. Jadinya, pria itu memilih untuk berbelanja di saat supermarket baru saja dibuka. Selain karena ingin menghindari keramaian, Raven juga memikirkan tentang kualitas sayur dan buah yang pasti lebih segar karena baru dipajang di etalase dan belum dipilih-pilih oleh banyak pengunjung di supermarket ini.

Meskipun Raven berjenis kelamin laki-laki, tetapi jangan ragukan skill memilih buah dan sayur pria itu. Sejak tamat SMA, Raven sudah keluar dari rumah alias merantau ke Pulau Jawa untuk berkuliah. Setelah menamatkan S1-nya, pria itu melanjutkan pendidikannya ke negeri Sakura selama 2 tahun. Jadi, sudah nggak diragukan lagi kalau Raven lumayan berkompeten di bidang domestik.

Raven memasukkan lima buah Apel Fuji yang sudah dipilihnya terlebih dahulu ke dalam kantung plastik berwarna bening. Pria itu kemudian berjalan menuju meja penimbangan untuk mengetahui harga dan berat dari apel yang sudah diambilnya. Namun, bertepatan dengan dirinya mencapai meja tersebut, seorang gadis berpakaian seragam SMA baru saja beranjak beberapa langkah dari sana setelah berbicara pada pramuniaga yang bertugas di bagian penimbangan.

Ck! Masih SMA aja udah jago bolos. Gimana lagi kalau udah kuliah? Bolong semua absensinya pasti, decak Raven seraya menyodorkan kantung plastik di tangan pada pramuniaga yang berada di depannya.

“Mbak, tolong timbang ini,” ujar Raven. Pramuniaga itu menerima sodoran buah apel di dalam plastik tersebut kemudian melakukan pekerjaannya. Setelah menempelkan tag harga dan staples, pramuniaga itu menyodorkan bungkusan itu kembali pada Raven.

“Terima kasih,” kata Raven sebelum berbalik dan beranjak dari meja penimbangan tersebut.

Raven meneliti keranjang belanjanya untuk memastikan semua hal yang ia butuhkan sudah berada di dalam sana. Setelah mendapati beberapa macam buah dan sayur, makanan ringan, mie instan, dan dua kotak besar susu rendah lemak, pria itu pun memutuskan untuk berjalan menuju konter kasir.

“Selamat pagi, Mas. Pembayarannya pakai cash, debit, atau aplikasi dompet virtual?” tanya penjaga kasir seraya menempelkan kedua tangannya di depan dada.

Cash aja,” jawab Raven sambil meletakkan keranjang belanjanya di atas meja kasir.

“Totalnya empat ratus tujuh puluh tiga ribu, Pak,” jelas penjaga kasir sesuai dengan angka yang tertera pada layar di hadapannya. “Silakan ketik nomor teleponnya di mesin ini,” lanjut penjaga kasir yang berjenis kelamin wanita itu sembari menyodorkan mesin EDC ke tangan Raven.

Belum sempat Raven menekan satu tombol pun pada mesin itu, tubuh bagian bawahnya sudah lebih dulu diseruduk oleh troli dari arah belakang. Umpatan hampir saja keluar dari mulut pria itu, tetapi untungnya Raven masih bisa menahannya di ujung lidah karena ia nggak ingin memancing perhatian orang-orang yang ada di supermarket ini. Lagi pula, sangat nggak etis kalau tenaga pendidik sepertinya mengeluarkan kata-kata yang nggak sedap didengar oleh indra pendengaran, bukan?

“Hei,” gerutu Raven sembari menatap pada wajah penabrak yang baru saja menubruknya dengan troli.

Mata pria itu sedikit membulat ketika menemukan sosok familiar dengan seragam SMA yang melekat di tubuhnya sedang berdiri di belakang troli berwarna merah tersebut dan sosok itu sukses membuat Raven bergeming di tempat.

Ternyata sekarang pembantu juga udah bisa sambilan sekolah juga, batin Raven pada dirinya sendiri setelah tersadar dari keterdiamannya beberapa saat yang lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status