Jianna Alatas.Sejak semalam, nama itu terngiang-ngiang di kepala Jeff. Iya, itu adalah nama yang tertera di kartu nama yang semalam Jeff terima. Pemilik nama yang berwajah mirip dengan Rinji, seseorang yang beberapa hari terakhir sering dia temui karena kebetulan. Sayang sekali, mereka beda orang, pikir Jeff---begitu tahu identitas wanita yang semalam ambruk dalam dekapan nya.Tapi tunggu. Bukan kah wanita itu menyebutkan nama lengkap Jeff? Lalu, bagaimana bisa dia tahu nama itu, sedangkan diri nya pun bukan putra konglomerat yang nama nya ada dimana-mana. Sungguh, memikirkan hal itu membuat Jeff sampai harus berhenti sebentar dari pekerjaan nya yang sedang membuat laporan. Jeff menengadah seraya mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskan nya dengan kasar. "Jianna Alatas, Rinji Kamila Averaya. Kenapa mereka sangat mirip?" Gumam Jeff pelan. "Bukan hanya wajah, tapi dari rambut nya, tinggi nya, tatapan mata kosong nya. Semua nya sama." Benar. Diin
Avocado Caffe adalah tempat yang Rinji putus kan untuk bertemu dengan seseorang yang tadi menghubungi nya. Dia lantas turun dari mobil yang di kendarai nya, untuk kemudian masuk ke dalam kafe tersebut. Avocado Caffe sangat luas, ada indoor dan outdoor. Di area indoor, suasana nya nampak begitu asrih dengan tembok putih dan tanaman kecil yang di gantung pada dinding, beriringan dengan gambar quotes-quotes estetik yang senada. Di tengah-tengah kafe, ada kolam ikan yang cukup besar dengan di hiasi air mancur di bagian tengah nya. Tempat yang cukup nyaman. Tapi sayang nya, Rinji harus bertemu dengan orang yang menelepon nya di area outdoor. Di area outdoor sendiri, di bagi menjadi dua. Ada yang di bawah, bersebelahan dengan area indoor, yang mana hanya di batasi oleh dinding kaca transparan. Lalu satu lagi nya di atas, atau biasa di kenal dengan area rooftop. Ya, dan di area itulah Rinji harus bertemu dengan pria yang menelepon nya. Di rooftop suasana nya s
Malam yang dingin berubah menjadi panas seketika, saat sepasang manusia beradu dalam satu ranjang. Gairah yang membuncah, diiringi gerakan erotik dari keduanya, sambil mengutarakan kenikmatan melalui desahan yang keluar tanpa permisi, ketika tautan bibir terlepas dari bibir lain nya. "I like your lips." Bisik sang laki-laki tepat di telinga wanita yang ada di pangkuan nya. "Mmhh... Faster." Laki-laki itu hanya mengulas senyum evil nya, sebelum kemudian membalik posisi menjadi dia yang di atas. Dan bertepatan dengan itu, terdengar bunyi sesuatu yang menggelinding jatuh ke lantai, hingga fokus mereka sempat terhenti. "Bunyi apa itu?" Tanya sang wanita. "Itu hanya angting kamu yang terjatuh. Sudahlah, ayo kita lanjut kan lagi---" "Wait! Itu anting aku yang berharga!" "Aku akan menemukan nya setelah itu." Pangkas sang laki-laki lantas melahap kembali bibir wanita yang ada di bawahnya dengan lihai. "Oh shit ini nikmat sekali." "Yeah... Fasterh
Hari-hari berlalu begitu cepat tanpa Rinji sadari. Ternyata, sudah genap satu bulan kehidupan nya berubah total. Dari yang Rinji si wanita kuda, kini menjadi Jianna Alatas sang direktur utama Alatas Group. Kehidupan nya berjalan mulus jika dilihat dari sudut pandang orang-orang. Masih muda, cantik, pewaris utama. Begitu Jianna Alatas di pandangan khalayak umum. Namun, mereka semua tidak pernah tahu apa yang harus Rinji korban kan untuk menghidupkan nama itu. "Nona Jia?" Lamunan Rinji buyar seketika. Lalu dia pun menoleh ke belakang dan mendapati salah satu pelayan rumah berjalan menghampiri nya, kemudian memakaikan selimut di pundak nya. "Udara malam tidak baik untuk kesehatan." Ucap pelayan tersebut. Rinji tersenyum, seraya membetulkan posisi selimut hingga membuat nya nyaman. "Terima kasih." "Sama-sama. Kalau begitu saya pamit, Nona." Rinji hanya mengangguk sebagai jawaban nya. Kepergian pelayan itu membuat sepi kembali hadir di sekitar Rinji, yang ki
Setelah satu bulan lebih jadwal nya begitu padat, akhirnya hari ini Rinji senggang. Meskipun begitu, Rinji bukan tipe gadis yang suka bergelung di dalam selimut saja ketika hari nya kosong. Bahkan pagi-pagi sekali, wanita itu menyempatkan diri untuk berolahraga di sekitaran rumah nya. Setelah selesai, Rinji langsung bersiap-siap untuk pergi ke suatu tempat yang tidak seorang pun boleh tahu. Tapi sebelum pergi kesana, dia terlebih dahulu mengunjungi Abraham yang masih belum sadar dari koma nya. "Papi, ini Jia." Monolog Rinji seraya mengelus punggung tangan Abraham yang nampak pucat. Ada sesak di dada gadis itu saat melihat ayah angkat nya terbaring lemah tanpa sedikit pun membuka mata nya untuk waktu yang lama. Ya, tentu saja, satu bulan itu bukan waktu yang singkat. "Aku akan berusaha semampu ku untuk menjadi apa yang Mami dan Papi ingin kan." Hanya itu saja yang bisa Rinji sampaikan. Karena pikirnya, Abraham akan sangat bangga dengan nya, jika dia bisa menjadi a
Usai membagikan hadiah pada anak-anak di panti, Jeff tidak langsung pulang. Pria itu menyempatkan diri untuk bermain dan seru-seruan dengan mereka sampai dia merasa lelah. Jeff duduk sebentar di atas rerumputan sambil meminum air mineral dingin yang di suguhkan. "Nak Jeff, pasti capek ya meladeni mereka." Ucap Anita seraya menyodorkan pisang goreng pada Jeff. "Enggak, Bu. Saya senang bermain dengan mereka." "Syukurlah. Mereka juga senang kalau kamu datang. Ah iya, di makan dulu Nak Jeff." "Ibu, nggak usah repot-repot." Anita hanya tersenyum lalu duduk di samping Jeff. "Ibu enggak merasa di repotkan. Ayo silahkan di makan." Karena merasa tidak sopan kalau diabaikan, akhirnya Jeff mengambil satu pisang goreng tersebut untuk kemudian dia cicipi. "Nak Jeff, tolong ucapkan terima kasih banyak pada Pak Handoko yang sudah memberikan banyak bantuan untuk panti ini." "Tentu Bu." "Ibu juga berterima kasih banyak pada Nak Jeff yang rela membuan
Rinji terdiam cukup lama usai mendengar pertanyaan itu. Tentu saja, dia bingung. Harus kah dia menjawab jujur, atau berbohong demi kedua identitas nya terjaga? Hingga pada akhirnya Rinji memilih mengatakan ini. "Ayah saya sakit. Jadi saya harus merawatnya." Bukan kah itu yang paling tepat. Dia tidak berbohong, tidak juga mengatakan yang sebenarnya. Tapi pada kenyataan nya, memang benar kan, Ayah nya sakit meskipun sebenarnya Rinji tidak sepenuhnya merawatnya. Dia malahan menggantikan tugas dan tanggung jawab ayah nya di perusahaan. "Ah... Jadi waktu itu kamu terburu-buru ke rumah sakit karena ayah mu?""Iya." Baiklah, Jeff sudah mendapatkan jawaban atas pertanyaan nya selama ini, semenjak Rinji menghilang. "Kamu tahu, Mama saya sempat sedih karena kamu berhenti kerja.""Iya, dia bilang juga begitu." "Hm. Dia suka banget sama kamu. Karena katanya cuma Rinji yang bisa diajak bekerja sama untuk menipu saya supaya datang ke butik
Rinji baru saja menutup laptop nya ketika ponsel nya bergetar dan menampilkan nama Jeff di sana. Lantas dia pun mengambil nya untuk kemudian dia buka isi pesan nya. Ternyata isinya foto langit malam, dimana ada bulan sabit dan dua bintang berjejeran di sekitar nya. Lalu di bawahnya keterangan seperti ini;saya sedang menikmati malam dan melihat bulan sabit. Saya jadi teringat kamu Rinji. Kamu mirip bulan sabit.Karena hal tersebut, Rinji jadi terkekeh sebelum kemudian kedua jempol nya menari diatas benda pipih untuk membalas pesan tersebut. To: Jeff Wahh... Langit nya cantik. Kenapa saya sama kaya bulan sabit?Terkirim. Dan tidak perlu waktu lama, Rinji langsung mendapatkan balasan nya. From: JeffBulan sabit begitu sederhana. Sinar nya hanya setengah. Tetapi dia tetap percaya diri untuk menunjuk kan diri nya. Dan karena kepercayaan diri nya itu lah, dunia yang kebagian gelap nya malam jadi terang karena pantulan sinar nya, mes