Perlahan aku membuka mata.
Aku dapat merasakan sakit dan pegal di sekujur tubuhku terutama bagian kepala. Aku juga merasakan cairan hangat mengalir dari dahi dan tertahan di antara bulu alisku. Aku mulai memicingkan mata untuk mencari tahu dimana aku berada sekarang.
“Basement,” gumamku setelah melihat beberapa mobil terparkir dengan tulisan angka di setiap sekat dinding.
Akh!.... Kepalaku pusing dan pandanganku sekali-kali mengabur, namun anehnya tidak ada rasa takut sedikitpun. Aku berusaha mengingat kembali kejadian terakhir.
Oh.. FUCK! Terakhir kali, Bilson datang menjemputku di bandara dan berhasil merayuku untuk kembali dengannya. Setelah itu, ia membiusku di dalam mobil. Aku berusaha melawan, sehingga ia membenturkan kepalaku ke kaca mobil.
Shit! Mengapa aku bisa menjadi sebodoh ini? Atau apakah aku masih mengharapkan cinta darinya?
Tak kusadari air mata jatuh dari pelupuk mata dan membasahi pipiku, aku mulai menangis dalam diam. Apa ada yang bisa memahami betapa sakitnya hatiku sekarang ini? Mencintai orang yang ingin menghancurkanmu, berharap ia akan minta maaf dan mempertahankanmu.
Aku merasa bodoh, manusia idiot!
“Kau sudah bangun, Carina?” sambut Bilson.
Aku melihat tongkat baseball di tangannya dan ia sedang memakai topi putih kesayangannya. Bilson adalah pemain baseball hebat, bahkan ia pernah direkrut untuk bergabung dalam Tim Effort yang menjadi tim andalan tahun ini.
Whosshh…
Bilson mengayunkan tongkat baseball-nya tepat di hadapanku, anginnya menusuk mataku hingga pedih.
“HAHAHA Carina apa kau takut?” tanyanya sambil melayangkan ancaman kedua.
Namun, kali ini aku berhasil menatapnya tanpa berkedip.
“Bravo! Tak kusangka, sisi tersembunyi dalam dirimu adalah pura-pura bodoh."
"Akan kupastikan kau menyesali perbuatanmu dengan mempermalukanku di hadapan publik!” bentak Bilson sembari memecahkan kaca mobil yang terparkir tak jauh darinya.
“Kau yang seharusnya menyesal, Bilson!” balasku. “Kau tidak tahu diri! Kurang ajar! Selama ini, aku selalu bersikap baik padamu—” kata-kataku terhenti. Bukan karena aku takut atau lelah, namun aku yakin Bilson tahu kelanjutannya karena kami sudah saling mencintai selama 6 tahun.
Mungkin hanya cinta sepihak.
“Benar, aku sungguh beruntung bisa bertemu denganmu. Tapi.. jika kau bersikap baik sampai akhir, baru bisa dikatakan istri yang baik."
Hatiku seperti sedang diremas, aku lebih mahir menulis dan tidak pandai soal berdebat. Meskipun sekarang pikiranku dipenuhi oleh umpatan kotor, namun saat berhadapan dengan Bilson, aku hanya merasa sedih dan sakit tanpa bisa mengatakannya keluar.
“Bilson, apa kau tidak merasa bersalah?” rintihku.
“Aku dan Bilson saling mencintai tanpa paksaan dan keraguan. Mengapa Bilson harus merasa bersalah? Sebenarnya, kau-lah orang ketiga dalam hubungan kami,” sinis Chloe sembari menuruni tangga.
“Chloe!” teriakku penuh peringatan.
“Carina, asal kau tahu. Sejak menikah denganmu, tidak pernah seharipun Bilson merasa bahagia. Poin plus dari dirimu hanyalah anak orang kaya,” sindir Chloe.
“Berbeda denganmu, aku adalah happy pills dalam hidupnya, dalam suka dan duka, termasuk di atas ranjang.”
Chloe memegang pundak Bilson dan mengelus pipinya, “KAU HANYA SEORANG JALANG BAGI BILSON!”
Aku merasakan emosi semakin meluap-luap dalam diriku, wajahku memanas dan kepalaku kesemutan. Aku ingin sekali langsung menjambak rambutnya, namun mereka mengikatku di kursi.
Perselingkuhan mereka bukan lagi hal yang mengejutkan, aku hanya tidak menyangka maling akan teriak maling dengan percaya diri.
Kudengar derap langkah kaki tergegas waktu semakin mendekat.
“Berlin!” panggilku saat melihat kemunculannya, kemudian disusul oleh Torrey, Marie, Carla dan Karen.
“Ternyata selama ini, mereka semua bekerja sama untuk menipuku,” gumamku merinding.
***
[To be Continued...]
La Blonde adalah satu-satunya kafe bernuansa Asia di Italia. Aku tidak tahu mengapa kafe ini diberi nama kebarat-baratan. Yang jelas, semua pelayan disini menggunakan rambut palsu berwarna blonde. Kami memutuskan untuk mengawali hari dengan sarapan disini. "Simon, kau tidak sibuk hari ini?" tanyaku. "Praktekku buka mulai pukul sepuluh, jadi tidak usah terburu-buru. Santai saja," terangnya. "Apa yang ingin kau bicarakan? Katanya sangat penting?" "Joke memberitahuku bahwa kau mendapat surat ancaman, dan kau berusaha menyembunyikannya dari kami semua?" ungkap Simon. "Heol, apa-apaan anak itu? Hampir 90% ceritanya sudah diubah, Simon." Aku tidak berbohong. Toh, nyatanya aku memang tidak berusaha menyembunyikannya. Tapi, aku berpikir surat itu hanya keisengan seorang pengangguran atau haters yang ingin melihatku terpuruk. "Setelah kasus kakak beradik itu, kau tidak boleh menyepelekan hal apapun. Mungkin
Amplop merah muda dengan ukiran mawar emas itu masih terlentang bebas di atas meja kerjaku. Aku tidak bisa fokus menciptakan rancangan selanjutnya. Kendati menyingkirkan benda itu, aku malah jatuh dalam kekesalan dan amarah yang tak dapat diuraikan. Bilson brengsek! Apa ia sungguh-sungguh menganggap perselingkuhannya dengan Chloe adalah hal yang patut dibanggakan? Selain memikirkan berbagai cacian dan makian menjijikan, aku juga tak habis pikir tentang perasaan Bilson pada wanita itu. Apa Bilson benar-benar mencintai Chloe? Aku terlalu percaya diri meyakini bahwa Chloe akan mendapat karma instan, karena Bilson pasti hanya menganggapnya sebagai mainan menarik untuk sesaat. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Bilson akan menikahi Chloe, seperti yang tertulis di kartu undangan amplop merah muda, waktunya bulan depan. Tring.. Tring.. Aku menatap layar ponsel menyala, sebuah kata 'Ges
"Jadi, surat ini sudah Anda terima sebelum kasus terjadi?" "Benar." "Ya ampun, kenapa baru bilang sekarang?" "Aku benar-benar tidak ada keinginan untuk merahasiakannya sama sekali. Tapi, lihatlah surat ini, seperti omong kosong tak bermodal. Lihat saja, kertas yang digunakannya. Lagipula, yang diancamnya juga adalah aku," terangku. Tak sadar, volume suaraku semakin tinggi, Mr. Foster memberi isyarat dengan menempelkan ujung jarinya ke bibir. "Ya, apapun itu. Hal sekecil apapun sangat berguna dalam penyelidikan. Biarkan pihak kepolisian yang menilainya." "Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin orang yang mengancamku berhubungan dengan kasus kematian Sarah?" "Aku sendiri juga tidak tahu, tapi tidak menutup kemungkinan keduanya saling berhubungan. Aku akan membawa kedua surat ini menemui atasanku dan melakukan tes sidik jari. Kami juga akan mencari tahu hal lainnya. Untuk itu, izinkan kami mengambil re
Mr. Foster langsung bisa dikenali dalam sekali pandang, karena ia selalu memakai setelan jas abu-abu dan topi. Ditambah tongkat perunggu berkepala naga yang selalu dibawanya kemana-mana. Sherlock Holmes! Benar, serupa tapi tak sama. "Maaf merepotkanmu, Ms. Joa." "Tidak masalah," jawabku datar. "Saya ingin memberikan beberapa pertanyaan perihal kasus Sarah Deelin, model majalah utama dari perusahaanmu." "Ya, silahkan." "Apa mendiang Sarah pernah menceritakan bagaimana kondisi keuangan keluarganya pada Anda?" tanya Mr. Foster sembari bersiap-siap untuk menulis di catatan kecilnya. "Detektif, sudah berapa kali kau menanyakan hal yang sama padaku? Aku sampai sudah hapal jawabanku." "Per.. permisi, apa Tuan dan Nona mau pesan?" sela seorang pelayan wanita. "Tolong, satu gelas kopi susu dingin. Anda mau pesan apa, Ms. Joa?" tanya Mr. Foster. "Teh oolong panas saja." Setelah pelayan wanita berp
"Hei, sedang melamun apa?" Aku menatap Joke yang berwajah masam dengan alis menyeringai tajam ke arahku. "Singkirkan segala beban pikiran yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan rencana balas dendam." "Apa sih?" elakku. "Jangan-jangan kau masih kepikiran dengan sosok pria aneh yang berjanji akan menjagamu seumur hidupnya." Memang benar! "Joa, kau tidak pernah belajar dari kesalahan, ya? Aku sudah mengingatkanmu agar tidak terlalu terlibat dengan urusan luar. Sasaran kita hanya Bilson dan para pecundang itu." "Aku tahu, aku tahu." "Suruh kau merayu Bilson yang mata keranjang saja, kau tidak lulus," gerutu Joke sembari meneguk habis jus jeruk di gelasnya. "Siapa bilang tidak berhasil? Bahkan aku mendapatkan undangan perjamuan makan malam dari mereka." "Tapi, kau tidak pergi kan? Kau malah bersenang-senang dengan pria aneh itu sampai tidak tahu jalan pulang. Benar-benar keterlaluan." "Hei, kau
Kami bertiga sedang duduk di lounge hotel bernuansa klasik dengan lampu gantung di setiap sudut. Anehnya, cahaya lampu membuat suasana di pagi menjadi sedikit redup. "Maafkan aku," ungkap wanita yang memakai blouse merah pekat, senada dengan warna wine yang kami pesan. "Ucapanku terdengar seperti sedang menuduh seseorang berbuat hal yang tidak-tidak," jelasnya lagi. "Tidak masalah, santai aja," balasku. "Aku harap kesalahanku tidak mempengaruhi hasil kerja sama diantara kalian," terang Chloe masih memasang wajah penuh harap. "Ya, kau tenang saja. Aku ini cukup profesional." "Sungguh terima kasih," tutur Chloe sembari menunduk. Kenapa orang ini sangat mencemaskannya? Apa Bilson telah menemukan titik lemahnya? Apa ini yang namanya karma instan? "Kalau begitu, aku permisi dulu." "Tunggu, Ms. Joa. Kami ingin mengundangmu makan malam bersama akhir pekan ini, apa memungkink