Share

Rest in Love.

Author: Olin Wu
last update Last Updated: 2021-07-21 12:01:05

         “Basement ini luas sekali, wohoo!” seru Torrey.

         “Kotor dan bau,” tegas Carla sambil menutup hidung plastiknya.

         “Cepat suruh tanda tangan suratnya,” desak Karen sambil mengernyitkan dahi padaku.

         Berlin hanya tersenyum puas melihat keadaanku yang kacau balau dan penuh luka-luka.

         “Aku akan menyuntikkan cairan infus untuknya,” ujar Marie yang tahu benar kondisi kesehatanku.

         Aku menderita hipotensi alias darah rendah.

         Bilson menghentikan langkah kaki Marie, “Buat apa kau mengasihinya sekarang? Kita semua hanya menganggapnya sebagai mesin ATM selama ini.”

         Bilson melemparkan setumpuk dokumen dan duduk berhadapan denganku.

         “Tanda tangani semua dokumen ini dan kau akan selamat,” ancamnya.

         Aku menatap dalam kedua manik mata hazelnya, tidak ada rasa kemanusiaan, the real Bilson Moretz. Aku membaca sekilas halaman pertama dokumen itu.

…Roma, 15-07-2018,

Persetujuan harta warisan keluarga Rossi dan kepemilikkan Winwin Group diserahkan kepada Bilson Moretz, dan disetujui oleh putri tunggal dari Harvin Rossi:

Carina Rossi (Signature Box)

         “Aku tidak akan menandatanganinya,” jawabku.

Plakkk!

         Bilson menamparku dan cincin di jari manisnya berdarah. Aku merasakan pipiku memanas dan pedih.

         “Tanda tangan sekarang atau kau akan mati?” ancam Bilson.

Plakkk!

         Kini giliran Chloe yang mendaratkan tamparan dengan kuku panjangnya menggores pipiku. Aku merasakan cairan hangat mengalir dari sudut bibirku.

         “Carina, cepat tanda tangan suratnya,” tegur Marie yang tak tahan melihat adegan kekerasan tersuguhkan di depannya.

         “Aku juga ingin menamparnya, rasakan ini!” cemooh Berlin.

         “Kau, wanita penggoda. Aku akan membuatmu menjadi jelek,” lanjutnya sambil mengeluarkan sebuah silet dari handbag merahnya.

         Berlin Lindswell menikah dengan Fabian Georg, seorang pengacara hidung belang yang selalu memuji kecantikanku setiap kali bertemu. Namun, hubungan kami hanya sebatas rekan kerja, no more.

         Akhirnya, Berlin merasa puas setelah meninggalkan dua luka goresan jelas di pipiku.

         “Sudahlah, wanita penuh drama. Cepat selesaikan urusan dan pergi dari sini,” sunggut Torrey dengan sisa setengah batang rokok.

         “Tanda tangan sekarang!” bentak Bilson sambil menjambak rambutku dengan kasar.

         “Bagaimana aku bisa memegang pulpen jika kau mengikat tanganku ke belakang, idiot?” balasku. Aku merasakan lidahku kelu dan pipiku semakin sakit saat berbicara.

         Bilson mengerutkan keningnya seperti menahan marah dan mengambil pisau untuk memotong tali yang mengikatku. “Cepat tanda tangan sekarang!”

         Aku mengambil pulpen dan mulai menulis—

         “Police!” teriakku untuk mengalihkan perhatian mereka.

         Aku segera berlari dan mencari tempat bersembunyi.

         “Fuck! Tangkap dia!” perintah Bilson.

         Aku berlari dengan napas tersenggal-senggal, tubuhku lemas dan kepalaku mulai pusing. Lorong basement ini cukup panjang dan gelap, aku terus berlari dan berlari untuk menggapai setitik cahaya terang di ujung lorong. Semakin dekat dan—

         “Celaka!” gumamku.

         Tanah pijakan terakhir menuju jurang kematian. Benar, di depanku adalah sebuah jurang tanpa batas yang terhubung dengan ujung basement ini.

         “Bagus! Bagus!” tepuk tangan Bilson menyindirku.

         “Kau sangat pintar memilih ajalmu,” lanjutnya tanpa menghilangkan senyuman puas di wajahnya. Begitu pula dengan tatapan kelima sahabatnya dan Chloe.

         “Sekarang pilihlah, tanda tangan atau mati?”

         Bilson maju selangkah demi selangkah, sementara langkah mundurku semakin berisiko.

         Pada saat ini, kau hanya bisa memohon bantuan dari seseorang. Marie adalah seorang dokter keluarga, aku yakin rasa simpati dalam dirinya paling kental.

         "Marie, tolong aku."

        “Carina, sudah kukatakan untuk menandatangani suratnya. Namun kau enggan mendengarkanku, sekarang terimalah akibatnya.”

         Tidak ada harapan. Aku melihat ke arah Torrey dan Karen yang sedang sibuk menghisap rokok ganjanya, sedangkan Carla asik menikmati pemandangan dari ketinggian. Apakah ini adalah akhir dari segalanya?

Sraattt....

         Suara terpeleset kakiku di antara pasir dan batu. Aku sedang berada di ujung tanduk. Waktu tidak bisa diputarbalikkan seperti dalam novel yang kutulis.

         Selama 28 tahun, aku merasa yakin hidup dalam lingkaran cinta dan kasih sayang dari orang-orang di sekelilingku.

         Siapa sangka, semuanya adalah rekayasa—

         “Maaf, Papa. Seharusnya aku mendengarkanmu.”

         “Bahwa di dunia ini, tidak ada orang yang bisa dipercaya.”

         Sebuah tangan mendorongku tanpa belas kasihan secara tiba-tiba dan orang terakhir yang kulihat adalah Bilson Moretz menatapku jijik.

Byurrrrrrrr!

Brak!

          “Semua orang yang mencintaiku sudah pergi, Carina Rossi telah mati.”

***

[To be Continued...]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   Explode.

    La Blonde adalah satu-satunya kafe bernuansa Asia di Italia. Aku tidak tahu mengapa kafe ini diberi nama kebarat-baratan. Yang jelas, semua pelayan disini menggunakan rambut palsu berwarna blonde. Kami memutuskan untuk mengawali hari dengan sarapan disini. "Simon, kau tidak sibuk hari ini?" tanyaku. "Praktekku buka mulai pukul sepuluh, jadi tidak usah terburu-buru. Santai saja," terangnya. "Apa yang ingin kau bicarakan? Katanya sangat penting?" "Joke memberitahuku bahwa kau mendapat surat ancaman, dan kau berusaha menyembunyikannya dari kami semua?" ungkap Simon. "Heol, apa-apaan anak itu? Hampir 90% ceritanya sudah diubah, Simon." Aku tidak berbohong. Toh, nyatanya aku memang tidak berusaha menyembunyikannya. Tapi, aku berpikir surat itu hanya keisengan seorang pengangguran atau haters yang ingin melihatku terpuruk. "Setelah kasus kakak beradik itu, kau tidak boleh menyepelekan hal apapun. Mungkin

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   Openness?

    Amplop merah muda dengan ukiran mawar emas itu masih terlentang bebas di atas meja kerjaku. Aku tidak bisa fokus menciptakan rancangan selanjutnya. Kendati menyingkirkan benda itu, aku malah jatuh dalam kekesalan dan amarah yang tak dapat diuraikan. Bilson brengsek! Apa ia sungguh-sungguh menganggap perselingkuhannya dengan Chloe adalah hal yang patut dibanggakan? Selain memikirkan berbagai cacian dan makian menjijikan, aku juga tak habis pikir tentang perasaan Bilson pada wanita itu. Apa Bilson benar-benar mencintai Chloe? Aku terlalu percaya diri meyakini bahwa Chloe akan mendapat karma instan, karena Bilson pasti hanya menganggapnya sebagai mainan menarik untuk sesaat. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Bilson akan menikahi Chloe, seperti yang tertulis di kartu undangan amplop merah muda, waktunya bulan depan. Tring.. Tring.. Aku menatap layar ponsel menyala, sebuah kata 'Ges

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   Gold Rose Invitation.

    "Jadi, surat ini sudah Anda terima sebelum kasus terjadi?" "Benar." "Ya ampun, kenapa baru bilang sekarang?" "Aku benar-benar tidak ada keinginan untuk merahasiakannya sama sekali. Tapi, lihatlah surat ini, seperti omong kosong tak bermodal. Lihat saja, kertas yang digunakannya. Lagipula, yang diancamnya juga adalah aku," terangku. Tak sadar, volume suaraku semakin tinggi, Mr. Foster memberi isyarat dengan menempelkan ujung jarinya ke bibir. "Ya, apapun itu. Hal sekecil apapun sangat berguna dalam penyelidikan. Biarkan pihak kepolisian yang menilainya." "Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin orang yang mengancamku berhubungan dengan kasus kematian Sarah?" "Aku sendiri juga tidak tahu, tapi tidak menutup kemungkinan keduanya saling berhubungan. Aku akan membawa kedua surat ini menemui atasanku dan melakukan tes sidik jari. Kami juga akan mencari tahu hal lainnya. Untuk itu, izinkan kami mengambil re

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   Same questions.

    Mr. Foster langsung bisa dikenali dalam sekali pandang, karena ia selalu memakai setelan jas abu-abu dan topi. Ditambah tongkat perunggu berkepala naga yang selalu dibawanya kemana-mana. Sherlock Holmes! Benar, serupa tapi tak sama. "Maaf merepotkanmu, Ms. Joa." "Tidak masalah," jawabku datar. "Saya ingin memberikan beberapa pertanyaan perihal kasus Sarah Deelin, model majalah utama dari perusahaanmu." "Ya, silahkan." "Apa mendiang Sarah pernah menceritakan bagaimana kondisi keuangan keluarganya pada Anda?" tanya Mr. Foster sembari bersiap-siap untuk menulis di catatan kecilnya. "Detektif, sudah berapa kali kau menanyakan hal yang sama padaku? Aku sampai sudah hapal jawabanku." "Per.. permisi, apa Tuan dan Nona mau pesan?" sela seorang pelayan wanita. "Tolong, satu gelas kopi susu dingin. Anda mau pesan apa, Ms. Joa?" tanya Mr. Foster. "Teh oolong panas saja." Setelah pelayan wanita berp

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   The Letters.

    "Hei, sedang melamun apa?" Aku menatap Joke yang berwajah masam dengan alis menyeringai tajam ke arahku. "Singkirkan segala beban pikiran yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan rencana balas dendam." "Apa sih?" elakku. "Jangan-jangan kau masih kepikiran dengan sosok pria aneh yang berjanji akan menjagamu seumur hidupnya." Memang benar! "Joa, kau tidak pernah belajar dari kesalahan, ya? Aku sudah mengingatkanmu agar tidak terlalu terlibat dengan urusan luar. Sasaran kita hanya Bilson dan para pecundang itu." "Aku tahu, aku tahu." "Suruh kau merayu Bilson yang mata keranjang saja, kau tidak lulus," gerutu Joke sembari meneguk habis jus jeruk di gelasnya. "Siapa bilang tidak berhasil? Bahkan aku mendapatkan undangan perjamuan makan malam dari mereka." "Tapi, kau tidak pergi kan? Kau malah bersenang-senang dengan pria aneh itu sampai tidak tahu jalan pulang. Benar-benar keterlaluan." "Hei, kau

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   The Vespa in front of Us.

    Kami bertiga sedang duduk di lounge hotel bernuansa klasik dengan lampu gantung di setiap sudut. Anehnya, cahaya lampu membuat suasana di pagi menjadi sedikit redup. "Maafkan aku," ungkap wanita yang memakai blouse merah pekat, senada dengan warna wine yang kami pesan. "Ucapanku terdengar seperti sedang menuduh seseorang berbuat hal yang tidak-tidak," jelasnya lagi. "Tidak masalah, santai aja," balasku. "Aku harap kesalahanku tidak mempengaruhi hasil kerja sama diantara kalian," terang Chloe masih memasang wajah penuh harap. "Ya, kau tenang saja. Aku ini cukup profesional." "Sungguh terima kasih," tutur Chloe sembari menunduk. Kenapa orang ini sangat mencemaskannya? Apa Bilson telah menemukan titik lemahnya? Apa ini yang namanya karma instan? "Kalau begitu, aku permisi dulu." "Tunggu, Ms. Joa. Kami ingin mengundangmu makan malam bersama akhir pekan ini, apa memungkink

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status