"Bunda!" seru Aurora ketika melihat wanita yang berjalan keluar dari mobil menelantangkan kedua tangannya ke arah Aurora.
Sinar baru saja sampai di sekolah dasar Cahaya Kasih. Si kembar memang sudah besar, Sinar teramat senang dengan perkembangan anak-anaknya.
"Tadi di sekolah disuruh apa sama bu guru?" begitu memeluk Aurora, Sinar merasa bebannya sedikit terangkat. Menjadi single parent memang membuatnya lebih getol dalam mencari pundi-pundi rupiah.
"Kenalan aja sama teman-teman, tapi kak Aksa cuma kenalin nama doang. Padahal kan disuruh nyebutin nama orang tua," memang sih, Aurora tahu apa perbuatan Bagas terhadap bunda tapi gadis kecil itu masih berharap kedua orang tuanya bisa baikan.
Sinar sendiri tahu, kebencian Aksara makin menjadi-jadi. Apalagi bocah laki-laki itu tahu kalau Bagas akan menikah lagi. Siapa lagi kalau bukan dengan Sariti?
Miris sekali bukan? Padahal mereka belum ada sebulan bercerai, tapi mungkin itulah tak
Setelah menutup panggilan telepon, Sinar kembali duduk di samping Arya. Sudah lama sekali ia tak curhat dengan pria itu, menceritakan tentang kehidupannya setelah bercerai, tentang si kembar yang makin banyak maunya juga tentang apa saja yang terjadi padanya belakangan ini."Hah, awalnya berat banget hidup hanya bertiga. Awalnya sih kupikir mudah, karena dari dulu aku gak pernah bergantung sama Bagas. Tapi ternyata peran suami sangat penting di setiap keluarga," tutur Sinar.Arya mulai curiga. Kenapa wanita itu seakan ingin menikah lagi? Apakah Sinar sudah sembuh dari patah hatinya?"Apa susahnya memang? Ini kamu ngomong kayak gitu seakan mau nikah lagi deh," hela napas Arya menjadi pertanda bahwa pria itu khawatir Sinar dekat dengan orang lain, bukan hanya dirinya saja.Ah, sejak kapan coba Arya dekat dengan Sinar? Ia masih abu-abu soal apa saja yang menyangkut tentang wanita itu."Ya pasti aku akan menikah lah, Ar. Aku masih nor
Setelah menimang-nimang pilihannya mengenai si kembar, akhirnya Sinar berlapang dada untuk memberikan keringanan pada Bagas. Ia memperbolehkan mantan suaminya itu merawat si kembar seminggu ke depan. "Nanti kalau ayah bentak-bentak aku gimana, Bun? Kan kita udah gak mau ngomong lagi sama ayah," resah Aurora.Sinar menggeleng, mengatakan tak akan ada hal buruk terjadi pada si kembar. Untuk masalah pernikahan, Bagas memang sudah sangat menyakitinya. Tapi ia yakin pria itu akan menyayangi darah dagingnya sendiri. "Ada Kakak yang jagain kamu, Rora. Lagian kan sekarang aku udah pinter berantem," bangga Aksara."Memangnya belajar dari siapa sih? Sombong banget!" Aurora sudah bisa mengaksenkan huruf R dengan sempurna."Dari om Arya lah, calon ayah baru kita!"Mendengar ungkapan konyol Aksara, Sinar hanya geleng-geleng kepala. Ia tak habis pikir kenapa anaknya begitu menyukai Arya Sagara. Tapi memang sih, pria i
Kalau bukan karena suara ponselnya yang berdering, Sinar pasti akan menanyakan lebih lanjut sejauh apa Arya menyukainya. Ah, sepertinya semesta sedang mengajaknya bercanda."A-aku harus ke kantor sekarang," ucapnya gemetar.Tanpa permisi, Arya menyatukan jemarinya dengan jemari Sinar. Memberikan kenyamanan agar wanita itu tak gugup setelah mendengar pengakuan cintanya yang terkesan mendadak.Mereka kembali keluar dari rumah Arya dan masuk ke mobil. Bahkan Sinar sama sekali tak keberatan jemarinya digenggam oleh Arya tanpa izin. Sebenarnya apa yang dirasakan olehnya sih tentang sosok Arya Sagara?Dalam perjalanan pun mereka hanya tenggelam dalam diam dan Arya memang membiarkan suasana menjadi sunyi. Ia akan memberikan waktu bagi wanita itu berpikir tentang ungkapannya tadi.Tanpa sadar, mobil Arya sudah menepi tepat di depan agensi Victoria grup. "Sinar, kita sudah sampai,""Ah iya, terima kasih." wanita itu begitu terburu-buru ka
Taktik Sariti kali ini adalah mencoba membuat drama di depan Bagas. Ia bertingkah seolah korban akibat kenakalan si kembar dan pura-pura kesakitan."Mas, tapi mereka nakalnya minta ampun. Mereka memang gak mau punya adik dari aku!"Tentu saja Aksara sudah pasang badan, merasa harus melindungi Aurora semisal ayahnya pilih kasih dan mengabaikan mereka. "Itu semua gak benar, Ayah! Aku dan Rora gak mungkin nyakitin seseorang. Justru Bi Sariti lah yang mau menyiksa kami!"Sungguh! Si kembar merasa kalau sekarang dunia ayahnya begitu menyeramkan bagi mereka. Kalau begini caranya, mana betah mereka tinggal bersama dengan Bagas?"Aksara, Aurora.. minta maaf sama Dik Sariti. Bagaimanapun juga, dia akan menjadi ibu kalian," bela Bagas.Sariti besar kepala dan masih melanjutkan aksi sesenggukannya. Ia akan membuat pria itu benar-benar bertekuk lutut hanya padanya."Tapi Ayah..""Jangan membantah, apa bunda kalian yang mengajari
Oke, setelah penjelasan guru si kembar sudah selesai dan mengucapkan salam. Aksara cepat-cepat menarik tangan Aurora untuk menuju ke minimarket terdekat. Beruntung bocah laki-laki itu memang sudah bisa menyeberang. Selain cerdas, cerdik dan juga banyak akalnya, Aksara selalu berusaha untuk melindungi adiknya dalam marabahaya."Ngapain kita ke minimarket, Kak? Bukannya kita nungguin om Arya untuk jemput kita? Kamu udah SMS dia kan?""Bawel banget sih! Apa susahnya nurut? Kita ke minimarket itu untuk beli masker buat penyamaran, biar pak satpam rumah nggak nyariin kita dan gak tahu kalau kita lagi ngerjain misi untuk kabur."Aurora hanya mengangkat bahunya, mengikuti kakak kembarnya untuk membeli masker sambil menunggu kedatangan om Arya. Mungkin sebentar lagi pria heronya akan segera datang.Setelah membeli masker dan benar saja Arya sudah menunggu di depan mobil sambil menyipitkan mata melihat ke arah mereka. Ada apa si kembar menghubunginya dan m
Nolak pesona perjaka ganteng? Mana bisa? Jelas ada kebanggaan tersendiri bagi Sinar karena pria bernama Arya Sagara, pengacaranya dulu ternyata menyimpan rasa terhadapnya.[Percaya gak, aku kangen sama kamu.]Ah, tentu Sinar percaya soal itu, tapi bukti akurat juga perlu. Jaman sekarang modal obral janji tentu semua orang bisa melakukannya."Hmm, ini kamu lagi deketin aku atau edisi curhat sih, Ar? Gak gara-gara kemaren kamu ngecup aku terus mendadak kamu jadi baper kan?" kekehan Sinar membuat Arya di sebrang sana sepertinya menghela napas.Kalau boleh jujur, Arya memang begitu mempesona. Apalagi perhatiannya yang kadang gak bisa Sinar prediksi. Terlebih pria itu jarang sekali dekat dengan wanita lain atau bahkan terdengar kabar kencan.Tapi yang pasti, untuk sekarang Sinar tak ingin melabeli semua pria adalah pengganti Bagas. Ia ingin mencari suamiable yang benar-benar mencintainya, mencintai anak-anaknya, bukan cuma jadi pengga
Mau balik marah, tapi Arya masih punya sopan santun. Mulut cabe tante Alissa benar-benar membabat otak Arya dan bikin pedih di mata. Duh, kalau ngomong gak bisa difilter dulu ya, Tan?"Om, aku males pulang!" rengek Aksara.Alissa sudah menarik tangan cucu-cucunya untuk segera masuk. Jelas ada kebencian di mata wanita itu, baginya Arya seperti teman makan teman."Nenek, jangan narik tangan Aurora kekencengan dong!" tolak gadis kecil yang ketakutan melihat kesangaran neneknya.Mau bagaimana lagi? Arya memang bukan siapa-siapa, apalagi hari sudah makin gelap. "Saya pamit dulu, Tan. Assalamualaikum. Pamit ya, princess pangeranku! Aksara harus jadi jagoan!"Melihat pria hero mereka pergi, Aksara hanya bisa berharap akan ada hal baik terjadi pada mereka. Ya, semoga saja."Kalian kalau dekat sama orang harus izin dulu sama Nenek atau nggak ayah, kalian gak tahu om Arya orangnya kayak apa," titah Alissa.Bagi mereka, Ar
Ternyata mendapatkan restu tak sesulit yang dibayangkan Arya. Pria itu dengan gagahnya datang ke Jakarta dan mengungkapkan niatnya untuk mempersunting Sinar Mentari. Ia harus lebih gesit sebelum terselip dengan calon-calon yang mungkin saja sedang mengejar wanita idamannya."Aku kelihatan payah nggak sih kalau ke rumah orang tua Sinar ngajak temen?"Yudis mengangkat bahunya, ia mana tahu karena belum punya pengalaman melamar anak orang. Masih mengumpulkan banyak biaya mempersunting Gebby Rastanty."Menurutku nih, Mas.. kayaknya gak deh. Soalnya jarak Bandung menuju Jakarta kan lumayan jauh, pasti orang tua mbak Sinar pahamlah kalau menyetir sendirian pasti membosankan. Pasti mereka sudah menduga aku adalah teman Mas Arya biar gak gabut-gabut amat dalam perjalanan."Keterangan sang barista ada benarnya juga. Sebentar lagi mobilnya akan sampai di rumah orang tua Sinar dan saat ini tak ada yang bisa mengendalikan detak jantung Arya ka