Home / Romansa / Here To Hurt You / 1: Melarikan diri

Share

Here To Hurt You
Here To Hurt You
Author: Hanshine

1: Melarikan diri

Author: Hanshine
last update Last Updated: 2021-09-23 10:50:59

-Royal Greens Hospital, Melbourne Australia-

Seorang gadis tengah menatap ke luar jendela. Dari lantai 5 dirinya bisa melihat gedung-gedung tinggi berjajar rapi, ia melihat jalanan yang selalu ramai di luar sana berbeda dengan dirinya yang merasa kesepian dan hampa di ruangan rumah sakit. Pemandangan ini yang selalu mengobati kebosanan di tempat ini.

Gadis yang terduduk di atas tempat tidur itu tersenyum getir lalu menghela nafas berat. Kakinya sudah gatal ingin berlarian di luar rumah sakit yang terasa mengurungnya. Gadis yang berkulit putih susu dengan mata biru dan rambutnya berwarna kecokelatan terurai sampai ke punggung terus membayangkan betapa indahnya jika bisa berhasil keluar dari tempat ini.

Di ruangan ini memang fasilitasnya lengkap, namun tetap saja gadis ini terus resah ingin segera keluar dan bebas.

Pintu terbuka tiba-tiba dan menampilkan seorang dokter wanita dengan berjas putih.

"Selamat siang, Auristella" Dokter yang bernama Dokter Clara itu tersenyum pada Auristella.

Gadis yang sering dipanggil Auris itu membalas senyum, ia membenarkan posisi duduknya dengan berselanjar.

Dokter Clara berdiri di samping Auris lalu mengeluarkan stetoskop.

"Bagaimana hari ini? Ada yang dirasa?" tanya Dokter muda itu.

Auris menatap dokternya berkata "Hmm sepertinya aku merasa dadaku sedikit sesak".

Dokter Clara meraih tangan Auris dan memeriksa denyut nadinya. Kemudian dia memasangkan stetoskop lalu mulai memeriksa Auris.

Gadis itu menahan nafasnya sembari menekuk wajahnya yang merasa kesal.

"Cobalah untuk rileks" ujar Dokter Clara setelah selesai memeriksa.

"Aku tidak bisa rileks jika hanya di ruangan ini" Auris terdengar mengeluh Dokter Clara tersenyum.

"Dokter cantik, bolehkah aku keluar?" Auris berharap Dokter Clara yang menanganinya mengijinkan namun dokternya menggelengkan kepala.

"Sebentar saja? Ya, dok" Auris menempelkan kedua telapak tangannya memohon.

"Tidak sekarang Auris. Tubuhmu tidak boleh kelelahan dan kamu harus menjaga detak jantungmu. Satu lagi jangan stress itu membuat detak jantungmu memacu cepat" ucap Dokter Clara, ia menuliskan sesuatu di buku catatan kecilnya.

"Sebagai Doktermu, aku harap Auris mendengarkan perkataanku"

Auris tidak bisa berkata lagi selain menjawab "Iya".

"Ohya, dimana walimu?"

Di ruangan ini hanya ada mereka berdua tidak ada orang yang menemani Auris.

"Bibi pulang karena anaknya sakit" jawab Auris.

"Baiklah aku akan menghubungi keluargamu yang lain"

"Tidak perlu dok, mereka sibuk. Jika sudah menyelesaikan urusannya pasti kemari, mungkin.." ujar Auris yang tau jika ayah dan ibunya bahkan kakaknya sendiri tidak akan datang kemari. Keluarganya sudah tidak pernah menganggap dirinya ada. Namun disisi lain, Auris yang sudah terbiasa hidup sendiri tanpa orangtuanya tidak mempermasalahkan hal ini. Ia juga senang jika tidak ada yang mengawasinya dan bisa bebas.

Selama 23 tahun dirinya dibesarkan oleh seorang pengasuh yang ditugaskan orang tuanya. Seingatnya sampai dewasa dia tak pernah merasakan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Ia sangat mandiri bahkan saat acara yang dihadiri orang tua di sekolah, orang tuanya tidak pernah hadir bahkan saat kelulusan sekolah Auris hanya ditemani Bibi Etna yang setia menemaninya dan membantunya.

Bibi Etna sudah dianggap sebagai ibunya sendiri. Namun Auris tidak berani memanggil bibinya dengan sebutan ibu.

Setelah melamun lama, ternyata tanpa disadari Dokter Clara sudah pergi dan meninggalkan sebuah catatan di tangan kanannya.

"Auris aku salut terhadap perkembangan dan semangatmu untuk sembuh. Aku akan mencari obat terbaik untukmu".

Auris tersenyum setelah membacanya, ia kemudian membuka laci nakas di samping tempat tidurnya lalu menaruh kertas itu. Di dalam lagi sudah banyak catatan yang diberikan Dokter Clara, Auris tidak mau membuangnya dan tetap menyimpan dengan baik.

****

Di ruang operasi, tim dokter bedah tengah sibuk menjalankan prosedur operasi pada pasien pengangkatan ginjal.

Operasi ini dipimpin oleh seorang dari Departemen Dokter Bedah Umum, Arsenio Ivander Kei. Dokter yang sangat dipercaya oleh pihak rumah sakit karena bakat dan keahliannya di meja operasi. Ia juga lulusan dari salah satu universitas ternama di Amerika.

Empat jam berlalu, operasi ini akhirnya selesai. Pasien segera dipindahkan ke ruangan dengan pengawasan ketat oleh para dokter.

Arsenio Ivander Kei atau yang sering dipanggil Dokter Arsen keluar dari ruang operasi setelah membersihkan tubuhnya dari cipratan darah selama operasi. Ia keluar dengan berpakaian seragam dokter warna hijau kebiruan.

Dokter lainnya keluar dan menyapa Arsen.

"Terimakasih Dokter Arsen, operasi berjalan lancar" ucap seorang Dokter bedah tim Arsen.

"Semua berkat kalian juga" ucap Arsen yang rendah hati pada ke dua dokter laki-laki dan satu dokter perempuan.

"Apa Dokter Arsen mau makan bersama kami?" tanya Asisten Dokter

"Maaf, sekarang aku belum ingin. Kalian saja" Arsen memint maaf tidak bisa menerima ajakan tersebut.

Arsen meninggalkan ke tiga dokter itu dan berjalan menelusuri koridor rumah sakit.

Hari sudah sore menjelang malam, Arsen ingin kembali ke ruangannya namun ada suster yang memanggilnya.

"Dokter Arsen, pasien ruang 602 menunjukkan gejala aneh" ucap suster, Arsen segera berlari ke ruangan pasiennya.

Di tempat lain, Auris tengah mengendap-ngendap keluar rumah sakit ini. Ia menutupi pakaian pasien yang dikenakannya dengan jaket panjang selutut yang dibelinya secara diam-diam lewat online. Butuh perjuangan untuk mendapatkan paket jaket ini agar tidak tertangkap oleh suster atau dokter.

Saat melewati ruang administrasi di dekat lobi rumah sakit, Auris berjalan dan menyalin orang-orang yang tengah berjalan keluar. Berharap para suster atau petugas rumah sakit tidak menyadarinya.

Auris menundukkan kepalanya sembari melihat pintu keluar rumah sakit dengan hati-hati dan tanpa dicurigai.

Ia juga mengenakan masker dan topi berwarna hitam layaknya seorang yang telah menjenguk pasien.

Tap tap tap...

Akhirnya Auris berhasil keluar dari rumah sakit dan sekarang ia berada di halaman rumah sakit. Kakinya berhenti melangkah saat melihat di depan sana tepatnya di gerbang rumah sakit banyak sekali satpam yang berjaga.

Auris memukul kepalanya pelan dan mendengus.

"Aish.. kenapa mereka berdiri disana. Jika seperti itu aku tidak bisa keluar kecuali aku menyelinap naik mobil" gumamnya. Ia mondar mandir sampai ada suatu ide, dirinya langsung berlari ke suatu tempat.

Auris ingin pergi dari rumah sakit ini dan kembali sebelum pukul 20.00 Pm karena ada dokter malam yang memeriksanya sebelum itu ia harus pergi dan kembali mumpung hari belum gelap.

Butuh 30 menit, Arsen memeriksa pasiennya yang mengalami gejala gatal. Namun beruntung bukan masalah besar, hanya diberikan obat antibiotik yang tepat gejalanya mendingan.

Sudah hampir dua hari Arsen berada di rumah sakit ini karena banyak operasi yang dilakukan secara bergantian. Saat operasi semuanya selesai, para dokter diberikan waktu istirahat dan bergantian dengan dokter lain yang bertugas.

Teman dokter yang lainnya memilih untuk makan bersama namun Arsen memilih untuk segera pulang dan beristirahat. Sebelum pulang, Arsen mengganti bajunya dengan pakaian switter dan celana panjang.

Arsen berjalan menuju tempat parkir menggunakan lift. Parkirannya cukup jauh dan harus melewati jalan pintas agar cepat sampai.

Pintu lift terbuka dan langsung berada di tempat parkiran, Arsen berjalan santai menuju mobilnya berwarna biru. Dari sini bisa terlihat mobilnya terparkir di tengah.

Sudah sampai di hadapan mobil, Arsen menekan tombol kunci otomatis mobilnya. Ia segera membuka pintu namun saat itu ponselnya bergetar.

Arsen mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil yang sudah tidak terkunci lalu mengangkat panggilan itu.

"Dokter Arsen, apa kau pulang lebih awal?" suara Dokter Laura yang terdengar sedikit menekan.

Arsen menjawabnya "Iya"

"Tadinya aku ingin mengajakmu ke suatu tempat di dekat sini"

"Lain kali saja aku sangat lelah"

"Baiklah, selamat beristirahat"

Arsen bergumam lalu menutup panggilannya, dan menaruh ponselnya ke saku celana. Ia langsung masuk dan menyalakan mobilnya.

Mobil BMW M 2 series berwarna biru itu melesat meninggalkan rumah sakit.

Di dalam perjalanan Arsen mencoba untuk tetap fokus meski tubuhnya terasa lelah apalagi kakinya yang seharian berdiri di ruang operasi. Tugasnya sebagai dokter bedah sangat berat dan serius, konsentrasi harus penuh agar tak ada kesalahan atau kecelakaan di dalam operasi.

Dirinya harus tetap sehat dan menjaga kebugaran tubuhnya dengan cara diet sehat dan olahraga.

Saking fokusnya Arsen menyetir sampai tidak sadar jika dirinya tidak sendirian di mobil. Ada seseorang yang tengah bersembunyi dan berusaha untuk tidak ketahuan. Orang itu adalah Auris yang tadi sudah lama menunggu di parkiran mencari mobil yang terbuka untuk dirinya, saat pria itu menelepon Auris mengambil kesempatan untuk membuka pintu secara perlahan dan masuk mobil.

Sepanjang perjalanan Auris berusaha untuk menyembunyikan dirinya di belakang kursi kemudi Arsen. Di sisi lain Auris menyalahkan dirinya yang salah mengambil jalan, bagaimana jika pemilik mobil menuduhnya menyelinap dan melaporkan ke polisi. Auris bertengkar dengan dirinya sendiri dan membenarkan keputusannya. Yang terpenting dirinya bisa menghirup udara segar di luar meski tubuhnya terasa mati rasa karena terus membungkuk untung tubuhnya kecil jadi bisa menyelip diantara kursi.

Setengah jam berlalu, Arsen memasuki sebuah kawasan perumahan dan hanya beberapa menit sudah sampai di gerbang rumah minimalisnya.

Arsen memasukkan mobilnya ke garasi setelah itu dirinya mematikan mesin mobil.

"Huffft"

Baru saja Arsen berniat membuka pintu namun telinganya mendengar helaan nafas dari belakang kursinya.

Arsen langsung berbalik dan mengecek kursi belakang.

Betapa kagetnya Arsen mendapati seorang gadis di belakangnya.

"Siapa kau?!" tegas Arsen.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Here To Hurt You    Bab 25 : Chintya menemui Arsen

    Saat mendengar suara itu, Auris mengedarkan pandangannya mencari sosok suara yang dikenalnya."Sean?" panggil Auris beranjak mencari sumber suara itu, ia sangat yakin pria itu disini.Auris mencari ke sekitar namun tidak menemukannya, Auris berjalan ke lobi namun tidak ada sosok itu.Padahal Sean masih ada mengamatinya tanpa diketahui Auris karena Sean berada di balik garda penyekat ruangan lobi dengan pintu keluar.Sean tidak tega jika harus menemuinya, dia hanya akan menyiksa perasaan Auris. Apalagi Sean mengetahui hari dimana Auris kembali ke rumahnya dan diusir oleh Tuan George.Dirinya merasa sangat bersalah namun tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menebusnya.Auris terlihat kebingungan dan berhenti diantara pintu masuk utama rumah sakit. Saat dia ingin keluar langkahnya terhenti ketika seseorang memanggilnya."Auris sedang apa diluar?" tanya Suster Anet yang kebetulan ada di lobi.Auris menengok ke arah suster dan saat itu juga Sean memilih pergi mengambil kesempatan Auris

  • Here To Hurt You    Bab 24 : Kebaikan

    "Dokter manis sekali" ucap Auris dengan memegang bibirnya, wajah itu terlihat tanpa bersalah sedangkan Arsen yang jadi korbannya menatap tajam Auris.Di dalam hati Arsen terasa gemuruh yang mencuat dan otaknya tidak bisa menerima kenyataan gadis itu mencuri ciumannya. "Auris kau..."."Maaf dokter aku tidak sengaja" Auris memegang tengkuknya yang tidak gatal."Setelah melakukannya, kau bilang tidak sengaja?!" geram Arsen."Dokter jangan marah, itu adalah ciuman untuk membujukmu".Arsen yang tidak terima dipermainkan oleh Auris segera membalas perbuatan gadis itu.Dengan tubuhnya yang tegap, Arsen menarik tubuh Auris lalu merapatkan ke tembok. Dia mengunci Auris diantara tangannya yang diletakkan di tembok.Auris yang dalam posisi ini merasa tidak nyaman. Ia selalu menghindari kontak mata itu."Apa kau selalu melakukan itu jika membujuk seseorang hmm?" tanya Arsen yang setengah berbisik membuat Auris merinding mendengarnya."Tidak" jawab Auris dengan gugup."Kau berbohong, pasti sudah t

  • Here To Hurt You    Bab 23 : Ciuman tiba-tiba

    Di lobi perusahaan Aurich Sea Architects, Sean tengah menunggu Lian yang terpaksa kembali lagi ke ruangan untuk mengambil berkas tidak sengaja tertinggal disana. Tidak lama kemudian Lian datang dengan nafasnya sedikit tersekal."Ini Bos" Lian memberikan sebuah map berwarna biru tua itu."Terimakasih" Sean mengambil berkas yang nantinya akan dia analisis terkait kontrak kerjasama dengan sebuah perusahaan The Dreams yang baru ini meminta kerjasama. Keduanya masuk ke mobil yang sudah siap di depan halaman perusahaan.Sean yang sudah bisa berjalan sendiri membuka pintunya dan duduk di kursi belakang sedangkan Lian bersiap untuk mengemudi."Besok kirimkan lagi bunga untuk Auris, ingat jangan sampai bunga itu tersentuh mawar" perintah Sean, diiyakan oleh Lian.Pria itu melihat gemerlip lampu jalanan di malam hari ini. Meski Sean tidak bisa bertemu Auris, dengan mengirimkan buket bunga lily bisa mewakili dirinya. Tapi apakah Auris merindukan sama sepertinya?Kamar 504Setelah diberikan oba

  • Here To Hurt You    Bab 22 : Alergi

    Satu jam berlalu, Auris berniat untuk tidur siang namun dirinya terganggu oleh rasa gatal di sekejur tubuhnya. Dengan tangan kirinya ia berusaha meredakan gatal itu dengan menggaruk area yang gatal.Auris menadahkan kepalanya untuk menggaruk bagian leher dan wajahnya. Lama kelamaan Auris kesal dan tidak mau diam, ia berjalan mondar mandir nengitari ruangannya. Ia melihat keluar tidak ada suster yang lewat. Auris masih bisa tahan dengan rasa gatalnya."Sial, ini sangat menyiksa" geram Auris.Aurir menekan tombol yang ada di dekat tempat tidur untuk memanggil perawat. Ia memilih untuk duduk karena pegal berjalan tapi tangannya masih menggaruk.Pintu ruangannya terbuka, suster Anet datang menghampiri Auris. "Nona Auris ada apa?""Suster bantu aku garuk punggungku" ucap Auris yang berusaha menjangkau punggungnya namun tidak sampai. Suster Anet sedikit heran lalu dia membantu Auris."Tubuhku gatal semua sus" keluh Auris."Apa kamu memakan sesuatu yang membuatmu alergi?" tanya Suster Anet

  • Here To Hurt You    Bab 21 : Riwayat

    Ketika dipersimpangan, Arsen berhenti laku berkata pada Laura."Laura kau duluan saja, aku pergi dulu"Terlihat Laura kecewa "Kemana Arsen?"."Masih ada tiga jam jadi aku ingin istirahat dirumah saja" jawab Arsen, Laura paham terlihat juga Arsen kelelahan."Oke kalau begitu sampai jumpa, hati-hati dijalan"Arsen mengangguk sebelum pergi.Di sepanjang perjalanan Arsen menerima panggilan dari ibunya yang merindukannya, akhir pekan jika tidak sibuk Arsen akan mengunjunginya.'Arsen jangan terlalu memporsir tenagamu nak, kau harus istirahat. Suaramu terdengar parau apa kau tidak merasa?' ucap ibunya."Aku baik-baik saja ma sebentar lagi aku akan pulang" 'Baiklah nanti istirahat jangan keluar malam-malam cuacanya tidak bagus'"Hmm, iya" "Dokter Arsen" sapa Dokter Maurin, Arsen menyapanya terdengar oleh sang ibunda.'Siapa tadi?'"Dokter ahli saraf Maurin" beritahu Arsen.'Suaranya terdengar cantik, Arsen ibu meminta kau jangan terlalu fokus pada pekerjaanmu sesekali bersenang-senanglah da

  • Here To Hurt You    Bab 20 : Mengantar

    Auris berjalan berjauhan, ia masih kesal dengan Arsen yang memarahinya begitu juga Arsen yang kesal Auris membuat keributan apalagi bersama Galen.Setelah berjalan cukup jauh akhirnya sudah sampai di depan pintu utama ruang radiologi. Arsen membuka pintu dan mencari Dokter Louis.Dokter Louis baru saja keluar dari tempat pemeriksaan. Ia tersenyum melihat Arsen."Dokter Arsen ternyata sudah datang" sapa Dokter Louis.Arsen tersenyum "Bagaimana kabarmu?" tanyanya, keduanya baru bertemu lagi meski satu rumah sakit namun jarang sekali bertemu karena tugas dan kesibukan masing-masing. Jika ada urusan pekerjaan yang terkait akan ada perawat yang menjadi perantara.Keduanya berjabat tangan "Baik meski tubuhku sudah remuk, bagaimana denganmu? Arsen semakin hari sepertinya kau semakin tampan" puji Dokter Louis membuat Auris yang mendengarnya bergedik ngeri.Apa Dokter Louis baru saja memuji seorang pria? "Geli sekali" gumam Auris, Arsen meliriknya."Apa?" tanya Arsen yang sudah menatapnya taj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status