Share

Here To Hurt You
Here To Hurt You
Penulis: Hanshine

1: Melarikan diri

-Royal Greens Hospital, Melbourne Australia-

Seorang gadis tengah menatap ke luar jendela. Dari lantai 5 dirinya bisa melihat gedung-gedung tinggi berjajar rapi, ia melihat jalanan yang selalu ramai di luar sana berbeda dengan dirinya yang merasa kesepian dan hampa di ruangan rumah sakit. Pemandangan ini yang selalu mengobati kebosanan di tempat ini.

Gadis yang terduduk di atas tempat tidur itu tersenyum getir lalu menghela nafas berat. Kakinya sudah gatal ingin berlarian di luar rumah sakit yang terasa mengurungnya. Gadis yang berkulit putih susu dengan mata biru dan rambutnya berwarna kecokelatan terurai sampai ke punggung terus membayangkan betapa indahnya jika bisa berhasil keluar dari tempat ini.

Di ruangan ini memang fasilitasnya lengkap, namun tetap saja gadis ini terus resah ingin segera keluar dan bebas.

Pintu terbuka tiba-tiba dan menampilkan seorang dokter wanita dengan berjas putih.

"Selamat siang, Auristella" Dokter yang bernama Dokter Clara itu tersenyum pada Auristella.

Gadis yang sering dipanggil Auris itu membalas senyum, ia membenarkan posisi duduknya dengan berselanjar.

Dokter Clara berdiri di samping Auris lalu mengeluarkan stetoskop.

"Bagaimana hari ini? Ada yang dirasa?" tanya Dokter muda itu.

Auris menatap dokternya berkata "Hmm sepertinya aku merasa dadaku sedikit sesak".

Dokter Clara meraih tangan Auris dan memeriksa denyut nadinya. Kemudian dia memasangkan stetoskop lalu mulai memeriksa Auris.

Gadis itu menahan nafasnya sembari menekuk wajahnya yang merasa kesal.

"Cobalah untuk rileks" ujar Dokter Clara setelah selesai memeriksa.

"Aku tidak bisa rileks jika hanya di ruangan ini" Auris terdengar mengeluh Dokter Clara tersenyum.

"Dokter cantik, bolehkah aku keluar?" Auris berharap Dokter Clara yang menanganinya mengijinkan namun dokternya menggelengkan kepala.

"Sebentar saja? Ya, dok" Auris menempelkan kedua telapak tangannya memohon.

"Tidak sekarang Auris. Tubuhmu tidak boleh kelelahan dan kamu harus menjaga detak jantungmu. Satu lagi jangan stress itu membuat detak jantungmu memacu cepat" ucap Dokter Clara, ia menuliskan sesuatu di buku catatan kecilnya.

"Sebagai Doktermu, aku harap Auris mendengarkan perkataanku"

Auris tidak bisa berkata lagi selain menjawab "Iya".

"Ohya, dimana walimu?"

Di ruangan ini hanya ada mereka berdua tidak ada orang yang menemani Auris.

"Bibi pulang karena anaknya sakit" jawab Auris.

"Baiklah aku akan menghubungi keluargamu yang lain"

"Tidak perlu dok, mereka sibuk. Jika sudah menyelesaikan urusannya pasti kemari, mungkin.." ujar Auris yang tau jika ayah dan ibunya bahkan kakaknya sendiri tidak akan datang kemari. Keluarganya sudah tidak pernah menganggap dirinya ada. Namun disisi lain, Auris yang sudah terbiasa hidup sendiri tanpa orangtuanya tidak mempermasalahkan hal ini. Ia juga senang jika tidak ada yang mengawasinya dan bisa bebas.

Selama 23 tahun dirinya dibesarkan oleh seorang pengasuh yang ditugaskan orang tuanya. Seingatnya sampai dewasa dia tak pernah merasakan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Ia sangat mandiri bahkan saat acara yang dihadiri orang tua di sekolah, orang tuanya tidak pernah hadir bahkan saat kelulusan sekolah Auris hanya ditemani Bibi Etna yang setia menemaninya dan membantunya.

Bibi Etna sudah dianggap sebagai ibunya sendiri. Namun Auris tidak berani memanggil bibinya dengan sebutan ibu.

Setelah melamun lama, ternyata tanpa disadari Dokter Clara sudah pergi dan meninggalkan sebuah catatan di tangan kanannya.

"Auris aku salut terhadap perkembangan dan semangatmu untuk sembuh. Aku akan mencari obat terbaik untukmu".

Auris tersenyum setelah membacanya, ia kemudian membuka laci nakas di samping tempat tidurnya lalu menaruh kertas itu. Di dalam lagi sudah banyak catatan yang diberikan Dokter Clara, Auris tidak mau membuangnya dan tetap menyimpan dengan baik.

****

Di ruang operasi, tim dokter bedah tengah sibuk menjalankan prosedur operasi pada pasien pengangkatan ginjal.

Operasi ini dipimpin oleh seorang dari Departemen Dokter Bedah Umum, Arsenio Ivander Kei. Dokter yang sangat dipercaya oleh pihak rumah sakit karena bakat dan keahliannya di meja operasi. Ia juga lulusan dari salah satu universitas ternama di Amerika.

Empat jam berlalu, operasi ini akhirnya selesai. Pasien segera dipindahkan ke ruangan dengan pengawasan ketat oleh para dokter.

Arsenio Ivander Kei atau yang sering dipanggil Dokter Arsen keluar dari ruang operasi setelah membersihkan tubuhnya dari cipratan darah selama operasi. Ia keluar dengan berpakaian seragam dokter warna hijau kebiruan.

Dokter lainnya keluar dan menyapa Arsen.

"Terimakasih Dokter Arsen, operasi berjalan lancar" ucap seorang Dokter bedah tim Arsen.

"Semua berkat kalian juga" ucap Arsen yang rendah hati pada ke dua dokter laki-laki dan satu dokter perempuan.

"Apa Dokter Arsen mau makan bersama kami?" tanya Asisten Dokter

"Maaf, sekarang aku belum ingin. Kalian saja" Arsen memint maaf tidak bisa menerima ajakan tersebut.

Arsen meninggalkan ke tiga dokter itu dan berjalan menelusuri koridor rumah sakit.

Hari sudah sore menjelang malam, Arsen ingin kembali ke ruangannya namun ada suster yang memanggilnya.

"Dokter Arsen, pasien ruang 602 menunjukkan gejala aneh" ucap suster, Arsen segera berlari ke ruangan pasiennya.

Di tempat lain, Auris tengah mengendap-ngendap keluar rumah sakit ini. Ia menutupi pakaian pasien yang dikenakannya dengan jaket panjang selutut yang dibelinya secara diam-diam lewat online. Butuh perjuangan untuk mendapatkan paket jaket ini agar tidak tertangkap oleh suster atau dokter.

Saat melewati ruang administrasi di dekat lobi rumah sakit, Auris berjalan dan menyalin orang-orang yang tengah berjalan keluar. Berharap para suster atau petugas rumah sakit tidak menyadarinya.

Auris menundukkan kepalanya sembari melihat pintu keluar rumah sakit dengan hati-hati dan tanpa dicurigai.

Ia juga mengenakan masker dan topi berwarna hitam layaknya seorang yang telah menjenguk pasien.

Tap tap tap...

Akhirnya Auris berhasil keluar dari rumah sakit dan sekarang ia berada di halaman rumah sakit. Kakinya berhenti melangkah saat melihat di depan sana tepatnya di gerbang rumah sakit banyak sekali satpam yang berjaga.

Auris memukul kepalanya pelan dan mendengus.

"Aish.. kenapa mereka berdiri disana. Jika seperti itu aku tidak bisa keluar kecuali aku menyelinap naik mobil" gumamnya. Ia mondar mandir sampai ada suatu ide, dirinya langsung berlari ke suatu tempat.

Auris ingin pergi dari rumah sakit ini dan kembali sebelum pukul 20.00 Pm karena ada dokter malam yang memeriksanya sebelum itu ia harus pergi dan kembali mumpung hari belum gelap.

Butuh 30 menit, Arsen memeriksa pasiennya yang mengalami gejala gatal. Namun beruntung bukan masalah besar, hanya diberikan obat antibiotik yang tepat gejalanya mendingan.

Sudah hampir dua hari Arsen berada di rumah sakit ini karena banyak operasi yang dilakukan secara bergantian. Saat operasi semuanya selesai, para dokter diberikan waktu istirahat dan bergantian dengan dokter lain yang bertugas.

Teman dokter yang lainnya memilih untuk makan bersama namun Arsen memilih untuk segera pulang dan beristirahat. Sebelum pulang, Arsen mengganti bajunya dengan pakaian switter dan celana panjang.

Arsen berjalan menuju tempat parkir menggunakan lift. Parkirannya cukup jauh dan harus melewati jalan pintas agar cepat sampai.

Pintu lift terbuka dan langsung berada di tempat parkiran, Arsen berjalan santai menuju mobilnya berwarna biru. Dari sini bisa terlihat mobilnya terparkir di tengah.

Sudah sampai di hadapan mobil, Arsen menekan tombol kunci otomatis mobilnya. Ia segera membuka pintu namun saat itu ponselnya bergetar.

Arsen mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil yang sudah tidak terkunci lalu mengangkat panggilan itu.

"Dokter Arsen, apa kau pulang lebih awal?" suara Dokter Laura yang terdengar sedikit menekan.

Arsen menjawabnya "Iya"

"Tadinya aku ingin mengajakmu ke suatu tempat di dekat sini"

"Lain kali saja aku sangat lelah"

"Baiklah, selamat beristirahat"

Arsen bergumam lalu menutup panggilannya, dan menaruh ponselnya ke saku celana. Ia langsung masuk dan menyalakan mobilnya.

Mobil BMW M 2 series berwarna biru itu melesat meninggalkan rumah sakit.

Di dalam perjalanan Arsen mencoba untuk tetap fokus meski tubuhnya terasa lelah apalagi kakinya yang seharian berdiri di ruang operasi. Tugasnya sebagai dokter bedah sangat berat dan serius, konsentrasi harus penuh agar tak ada kesalahan atau kecelakaan di dalam operasi.

Dirinya harus tetap sehat dan menjaga kebugaran tubuhnya dengan cara diet sehat dan olahraga.

Saking fokusnya Arsen menyetir sampai tidak sadar jika dirinya tidak sendirian di mobil. Ada seseorang yang tengah bersembunyi dan berusaha untuk tidak ketahuan. Orang itu adalah Auris yang tadi sudah lama menunggu di parkiran mencari mobil yang terbuka untuk dirinya, saat pria itu menelepon Auris mengambil kesempatan untuk membuka pintu secara perlahan dan masuk mobil.

Sepanjang perjalanan Auris berusaha untuk menyembunyikan dirinya di belakang kursi kemudi Arsen. Di sisi lain Auris menyalahkan dirinya yang salah mengambil jalan, bagaimana jika pemilik mobil menuduhnya menyelinap dan melaporkan ke polisi. Auris bertengkar dengan dirinya sendiri dan membenarkan keputusannya. Yang terpenting dirinya bisa menghirup udara segar di luar meski tubuhnya terasa mati rasa karena terus membungkuk untung tubuhnya kecil jadi bisa menyelip diantara kursi.

Setengah jam berlalu, Arsen memasuki sebuah kawasan perumahan dan hanya beberapa menit sudah sampai di gerbang rumah minimalisnya.

Arsen memasukkan mobilnya ke garasi setelah itu dirinya mematikan mesin mobil.

"Huffft"

Baru saja Arsen berniat membuka pintu namun telinganya mendengar helaan nafas dari belakang kursinya.

Arsen langsung berbalik dan mengecek kursi belakang.

Betapa kagetnya Arsen mendapati seorang gadis di belakangnya.

"Siapa kau?!" tegas Arsen.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status